Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Muhammad Mutawali asy-Sya’rawi, tentang perumpamaan seorang istri sebagai ladang bagi suaminya dalam Al-Qur’an, yang boleh mereka datangi kapan pun dan dengan cara apa pun yang mereka senangi.
Secara umum, dalam ayat ini, istri diumpamakan dengan ladang tempat bercocok tanam dan tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana saja arahnya, dengan catatan untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanaman dengan baik dan subur.
Dalam hal ini, istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan agar berkembang dengan baik, oleh karenanya, bagi suami boleh menggauli istrinya dengan berbagai cara yang disukainya, yang penting tidak sampai mendatangkan mudharrat (bahaya) bagi istri, atau keduanya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Istri-istrimu adalah lading bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah [2]: 223)
Makna “Hartsu-ladang” yang Benar
Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini menjelaskan perihal cara-cara menggauli istri. Secara umum, Al-Qur’an tidak memberikan cara khusus tentang hal itu, bahkan cenderung memberikan kebebasan untuk menggaulinya.
Akan tetapi, yang banyak disalahpahami oleh sebagian orang adalah memaknai kebebasan itu dengan arti dan paham yang salah. Mereka beranggapan bahwa dengan menjadi istrinya maka semuanya halal baginya dan boleh untuk didatangi semuanya. Tentu tidak demikian, mari simak penjelasan Syekh Mutawalli,
فَأْتُوْا الْمَرْأَةَ فِي مَكَانِ الزَّرْعِ، زَرْعِ الْوَلَدِ، أَمَّا الْمَكَانُ الَّذِي لَا يَنْبُتُ مِنْهُ الْوَلَدُ فَلَا تُقَرِّبُوْهُ
“Maka, datangilah istri kalian semua di tempat bertanamnya, yaitu menanam anak. Sedangkan tempat yang tidak bisa menumbuhkan anak, jangan kalian dekati!” (Syekh Sya’rawi, Tafsiru al-Khawatir, I/603).
Pada ayat di atas, Syekh Mutawalli menegaskan bahwa makna dari “al-hartsu-ladang” pada ayat di atas adalah farji wanita, yaitu tempat yang bisa menghasilkan anak, bukan tempat yang lainnya. Oleh karenanya, akan keliru ketika lafal tersebut dimaknai selain farji.
Selain itu, nikmat manusiawi, berupa pertemuan antara laki-laki dengan wanita menjadi salah satu tujuan nikah. Oleh karenanya, kebolehan untuk menggauili wanita harus melalui pernikahan terlebih dahulu, untuk bisa merasakan nikmat yang mengalahkan nikmat-nikmat anggota tubuh lainnya.
Menurut Syekh Mutawalli, meski nikmat yang dihasilkan dari pernikahan berupa kenikmatan bersetubuh tidak bertahan begitu lama, dan sangat sebentar, akan tetapi nikmat sebentar ini mampu membuat keduanya lupa kepada Allah ketika itu juga. Oleh karenanya, setelah bersetubuh diwajibkan untuk mandi (ghuslu), untuk mengembalikan ingatan dan kelalaian kepada Allah disebabkan nikmat yang sebentar tersebut.
Doa Sebelum Bersetubuh
Dari penjelasan di atas, ada yang juga tidak kalah penting untuk diketahui dan diamalkan oleh suami, yaitu tentang doa sebelum bersetubuh dengan istrinya, sebagaimana yang dikutip oleh Syekh Mutawalli dari hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu:
اللهم جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنِي
“Ya Allah, jauhkan setan dariku, jauhkan setan dari apa yang Engkau karuniakan kepadaku.”
Menurut Syekh Mutawalli, doa di atas memiliki kandungan dan faedah yang sangat banyak, di antaranya adalah tidak ada peluang bagi setan untuk mempengaruhi anak di masa pertumbuhannya dalam rahim ibunya. Bahkan, dengan membacanya, sang anak tidak akan terkena sihir dalam hidupnya. Kenapa demikian?
Sebab, pada saat engkau menanam benih pada istrinya, yang diingat dan dijadikan sandaran adalah Allah SWT dengan doa tersebut, dan selama yang dijadikan sandaran adalah Allah, maka secara tidak langsung sang suami sudah menjadikan-Nya sebagai penjaga selamanya untuk anaknya. Begitu juga sebaliknya, orang tua yang melupakan doa di atas ketika menggauli istrinya, maka setan akan dengan gampang memperbudak anaknya. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bisshawab.
Baca tulisan menarik lainnya tentang tafsir Syekh Sya’rawi di sini.