Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan tafsir Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, perihal ayat-ayat yang menjelaskan tentang upaya manusia yang tidak mampu menghitung jumlah nikmat Allah.
Berkaitan dengan nikmat Allah yang tidak akan bisa dihitung, ada dua ayat yang sama, namun disampaikan dengan penyampaian yang tidak sama.
Ayat pertama terdapat dalam surat Ibrahim ayat 34:
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ الله لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإنسان لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)
Sedangkan ayat kedua terdapat pada surat an-Nahl ayat 18:
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ الله لاَ تُحْصُوهَآ إِنَّ الله لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)
Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa dua ayat di atas memiliki makna sama namun kandungannya berbeda.
Pada ayat pertama dan kedua, Allah menegaskan perihal ketidakmampuan manusia dalam menghitung nikmat yang dilimpahkan Allah kepada hamba-Nya.
Meski demikian, kedua ayat di atas mengandung penegasan yang berbeda.
Baca juga: Indahnya Syeikh Mutawalli asy-Sya’rawi Menafsirkan Cinta
Dalam surat Ibrahim ayat 34, Allah menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang zalim, serta makhluk yang mengingkari nikmat-nikmat-Nya.
Sedangkan dalam surat an-Nahl ayat 18, Allah menegaskan bahwa Dirinya ialah Dzat Yang benar-benar mengampuni semua kesalahan hamba-Nya dan Dzat yang memiliki sifat kasih-sayang kepada mereka.
Ulama besar dari Mesir itu kemudian mencoba menggabungkan dua ayat tersebut.
Menurutnya, ayat pertama secara spesifik membahas manusia sebagai makhluk yang menerima nikmat (mun’am alaih). Mereka adalah orang-orang yang menikmati nikmat-nikmat Allah di dunia namun tidak mensyukuri.
Sifat kufur nikmat dan tidak syukur itulah yang membuat manusia menjadi makhluk zalim. Akibatnya, mereka layak disiksa atas kesembronoan mereka.
Kendati demikian, Allah saw memberikan kabar bahagia pada ayat kedua. Menurut Syekh Mutawalli, meski manusia notabenenya lalai, ingkar dan layak disiksa, namun Allah selaku Pemberi nikmat sejatinya Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Meski tidak ada satu pun hamba-Nya yang bisa mensyukuri nikmat-Nya, Allah tetap mengampuni dan menyayangi mereka.
Syekh asy-Sya’rawi lalu menyinggung langit, bumi dan gunung, yang tidak terima dengan sikap kufur manusia atas nikmat Allah. Diriwayatkan dalam sebuah hadits qudsi, makhluk-makhluk itu pun geram dengan manusia, diberi nikmat tapi tidak bersyukur.
Baca juga: Kenikmatan Menjadi Umat Rasulullah
Langit berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, berikan izin kepadaku, akan aku jatuhkan langit berkeping-keping kepada mereka sebagai siksa. Sungguh, mereka telah memakan nikmat-Mu, namun enggan bersyukur kepada-Mu.”
Bumi berkata kepada Allah,“Wahai Tuhanku, berikan izin kepadaku, akan aku telan semua anak Adam. Sungguh, mereka telah memakan nikmat-Mu, namun enggan bersyukur kepada-Mu.”
Gunung-gunung juga berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, berikan izin kepadaku, akan aku hantam semua anak Adam. Sungguh, mereka telah memakan nikmat-Mu, namun enggan bersyukur kepada-Mu.”
Tidak ketinggalan, laut berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, berikan izin kepadaku, akan aku banjiri semua anak Adam. Sungguh, mereka telah memakan nikmat-Mu, namun enggan bersyukur kepada-Mu.”
Mereka cemburu dan tidak terima dengan perlakuan manusia kepada Allah. Mereka selalu memohon setiap hari untuk menyiksa manusia atas kekufuran dan keingkarannya.
Manusia seperti tidak berhutang budi kepada Tuhannya, sehingga enggan bersyukur atas segala nikmat yang diterima. Namun, apakah Allah mengamini dan mengiyakan permohonan mereka? Ternyata dengan segala kelembutan dan pemaafan-Nya, Allah justru berfirman:
لَوْ خُلِقْتُمُوْهُمْ لَرَحِمْتُمُوْهُمْ، إِنْ تَابُوْا إليَّ فَأَنَا حَبِيْبُهُمْ، وَإِنْ لَمْ يَتُوْبُوا فَأَنَا طَبِيْبُهُمْ
“Jika seandainya kalian diciptakan untuk mereka (manusia), maka pasti kalian akan mengasihi mereka. Jika mereka bertobat kepada-Ku, maka Aku adalah kekasih mereka, dan jika tidak bertobat, maka Aku adalah dokter bagi mereka.”
Allah swt. memilih menolak langit, bumi, gunung dan laut saat memohon untuk diizinkan menyiksa manusia.
Demikian kasih sayang Allah kepada manusia. Meski mereka kufur, ingkar dan tidak bersyukur, Allah tetap menunggu tobat mereka dari kesalahan. Bahkan jika tidak jua bertobat, Dia akan menjadi dokter yang mengobati penyakit salah dalam diri mereka.
Keterangan ini diambil dari Tafsir asy-Sya’rawi, juz 1, halaman 410.