Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Urgensi Sanad Keilmuan dalam Belajar Agama

Avatar photo
45
×

Urgensi Sanad Keilmuan dalam Belajar Agama

Share this article

Dalam disiplin ilmu hadits kita sudah sangat familiar dengan istilah sanad atau isnad. Kedua istilah itu merupakan silsilah nama-nama perawi yang membawa suatu berita atau kabar tentang hadits Nabi atau kejadian-kejadian sejarah.

Dinamakan sanad, sebab para perawi hadits menjadikannya tolak ukur dalam menilai kualitas suatu hadits. Apakah hadits tersebut shahih apa dhaif atau bahkan maudhu’ (palsu). Dengan metode ini, hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Rasullulah bisa di bersihkan dari kebohongan yang coba disisipkan padanya.

Maka dari itu, tidak heran kualitas hadits Rasullulah SAW masih terjaga dengan baik keasliannya hingga saat ini. Semua itu adalah berkat kawalan para ulama-ulama kita dalam menjaga hadits Nabi SAW dengan menggunakan metodologi ini.

Ilmu isnad merupakan sebuah tradisi ilmiah yang hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat dari agama lain yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadits telah menyusun rumusan keilmuan ini dengan kaidah-kaidah yang sangat detail dan mengagumkan.

Melihat betapa pentingnya ilmu sanad terhadap perkembangan keilmuan Islam terlebih dalam masalah menjaga keshahihan sebuah hadits, banyak dari pada para ulama yang menjelaskan tentang urgensi sanad.

Baca juga: Melacak Sanad Keilmuan NU dan Al-Azhar

Muhammad bin Sirin rahimahumullah ulama dari golongan tabi’in mengatakan,

ان هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Sesungguhnya ilmu adalah agama. Karena itu,perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Adapun Sufyan ats Tsauri salah satu dari pada ulama golongan tabi’it tabi’in mengumpamakan isnad sebagai halnya senjata. Beliau mengatakan

الإسناد هوسلاح المؤمن. فإذا لم يكن معه سلاح فبأي شيء يقاتل؟

“Isnad adalah senjatanya orang-orang yang beriman. Kalau bukan karena senjata itu,lalu dengan apa mereka berperang?” Berperang yang dimaksud disini adalah argumentasi.

Begitu juga dengan Abdullah bin Mubarak rahimahumullah mengatakan,

الإسناد من الدين، لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena isnad, pasti siapapun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.”

Dengan adanya sanad, setiap orang yang menisbatkan atau mencantumkan nama Rasullulah atau para shahabat dalam sebuah nukilan, tidak bisa di terima mentah-mentah. Ucapannya akan diteliti,dari siapa dia mendengar. Bagaimana riwayatnya, apakah bersambung sampai dengan Rasulullah SAW atau tidak. Satu persatu nama rawi akan diteliti, bagaimana latar belakangnya, bagaimana kualiatas hafalannya, kejujurannya dan masih banyak lagi, sesuai dengan standar  yang sudah ditentukan oleh para ulama hadits.

Sanad adalah warisan yang sangat berharga yang diwariskan oleh para salafuna shaleh. Jika tradisi sanad keilmuan terus terjaga setidaknya kita bisa meminimalisir kecelakaan keilmuan yang dilakukan oleh para pendakwah yang dianggap kyai di tengah tengah masyarakat tanpa diketahui riwayat ngajinya.

Baca juga: Sanad Keilmuan Sebagai Standar Orisinalitas Ajaran Agama Islam

Dan juga dalam hal menerima suatu berita atau informasi yang tidak jelas asal usulnya, apalagi di zaman serba modern ini. Masyarakat begitu mudah mendapatkan informasi melalui internet tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu terhadap berita yang ia baca.

Sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 6 :

يأيها الذين أمنوا ان جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا ان تصيبوا قوما بجهلة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohanmu, yang akhirnya kamu menyesali apa yang kamu perbuat.”

Ironis memang, saat ini umat Islam acuh tak acuh dan tidak memperdulikan kualitas info, fatwa atau bahkan hukum yang mereka dapatkan dari apa yang mereka baca. Maka tidak heran banyak orang termakan hoaks, berita bohong dan palsu begitu banyak kita jumpai, puncaknya terjadi kegaduhan dimana-mana.

Hal ini merupakan akibat kebodohan mereka sendiri, mereka lupa terhadap tradisi emas yang disusun oleh para ulama-ulama terdahulu. Umat Islam sekarang lebih senang membuat keributan dari pada memastikan kebenaran.

Mereka suka membaca dan mendengar sejarah dengan mengedepankan aqal dan begitu mudah terhipnotis dengan keindahan bahasa dan kelucuan saja. Tidak lagi memperhatikan, apakah riwayat yang dinukil dalam buku-buku atau ucapan-ucapan tersebut benar atau tidak, nyeleneh atau tidak, muktabar atau tidak. Standartnya hanyalah sebatas nama besar, ketenaran serta keliaran dalam berpikir saja.

Kontributor

  • Noer Shoim

    Asal Ngabang, kota kecil di Kalimantan Barat. Pernah nyantri Ponpes Ihya Ulumaddin, Kesugihan Cilacap dan Sarang Rembang. Usai menyelesaikan sarjana di Maroko, sekarang menjadi mahasiswa Master Studi Islam di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.