Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Fatwa Grand Syekh Al-Azhar tentang warisan istri viral di Mesir

Avatar photo
27
×

Fatwa Grand Syekh Al-Azhar tentang warisan istri viral di Mesir

Share this article

Sejumlah anggota Komisi Urusan Agama dan Wakaf di Parlemen Mesir meminta perlunya mempersiapkan laporan untuk menanggapi apa yang baru-baru ini diangkat di media massa mengenai fatwa Syekh Al-Azhar tentang hak perempuan memperoleh harta peninggalan suaminya di luar warisan.

Hak istri yang dimaksud tertuang dalam fatwa al-kadd wa as-siayah yang beberapa hari lalu diserukan untuk dihidupkan kembali di zaman sekarang oleh Imam Besar al-Azhar Syekh Ahmad at-Tayeb.

Para anggota Komisi Urusan Agama menekankan bahwa yang membuat viral dan heboh di media sosial adalah bahwa fatwa yang beredar memungkinkan istri mendapatkan setengah dari harta tirkah di luar hak warisan yang berhak diterimanya sebagai ganti dari keikutsertaannya dalam bekerja dan mengelola urusan keuangan di luar pekerjaan rumah tangga.

Baca juga: Ulama Perempuan dalam Tradisi Keilmuan Islam

Komisi menjelaskan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan upaya pemberdayaan perempuan, tetapi datang dalam kerangka Islam menghormati dan mendorong perempuan agar mendapatkan hak-hak mereka sepenuhnya, Alarabiya melaporkan Senin (21/2/2022).

Maksud Fatwa Grand Syekh Al-Azhar

Dr. Ali Jum’ah, Ketua Panitia Urusan Agama DPR Mesir, menjelaskan bahwa yang dimaksudkan Syekh Al-Azhar, Dr Ahmed Al-Tayeb dalam fatwa haqq al-kadd wa as-siayah itu menyangkut perempuan yang bekerja atau perempuan yang menyerahkan harta ayahnya kepada suaminya untuk dikembangkan, bukan sebaliknya.

“Kontroversi yang terjadi di media sosial menunjukkan kesalahpahaman dan sudah melenceng dari niat yang dimaksudkan Syekh al-Azhar,” kata Mantan Mufti Mesir itu.

Pernyataan Grand Syekh Al-Azhar Lindungi Hak Perempuan

Dalam pertemuannya dengan Menteri Urusan Islam Arab Saudi Syekh Abdul Latif bin Abdul Aziz Alsyekh di kantor Masyikhah Kairo Mesir, Selasa (15/2), Syekh Ahmad at-Tayeb menyatakan perlunya menghidupkan kembali fatwa haqq al-kadd wa as-si’ayah dari khazanah turats Islam untuk melindungi hak-hak perempuan pekerja yang berusaha mengembangkan kekayaan suaminya, terutama di tengah perkembangan modern di mana perempuan terjun ke dunia kerja dan berbagi beban hidup bersama suami.

Baca juga: Islam dan Kepedulian pada Perempuan dan Anak

Imam Besar Al-Azhar menegaskan bahwa kehidupan berumah tangga tidak dibangun berlandaskan hak dan kewajiban, tetapi di atas prinsip cinta dan kasih sayang serta sikap di mana suami dan istri saling mendukung dan menyokong satu sama lain untuk membangun keluarga shaleh yang mampu berkontribusi bagi kemajuan masyarakat dan melahirkan generasi yang berguna.

Landasan Fatwa Haqq al-Kadd wa as-Siayah

Landasan fatwa haq al-kadd wa as-si’ayah adalah kisah yang dialami Habibah binti Zariq pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab. 

Dia mendatangi Amirul Mukminin Umar setelah suaminya Amr bin al-Harits wafat karena harta tirkah suaminya dikuasai oleh keluarga suaminya termasuk harta dan rumah yang dibeli dari uang hasil kerja mereka kedua. Habibah bekerja sebagai penenun dan Amr menjual hasil kain tenun istrinya itu. 

Baca juga: Aurat, Hukum Cadar dan Pakaian Syar’i

Khalifah Umar kemudian memutuskan untuk membagi harta peninggalan Amr bin al-Harits menjadi dua. Setengah untuk Habibah dan setengah lagi dibagi-bagi sesuai aturan hukum waris Islam. Habibah menerima seperempat dari harta suaminya karena dia tidak mempunyai anak dan sisanya dibagikan kepada ahli waris yang lain.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.