Dalam mengkaji Sirah Nabawiyah, tidak boleh dilepaskan dari Mabadi’ Asyrah (10 prinsip dasar). Sepuluh prinsip itu adalah had (definisi), maudhu’ (pembahasan), tsamroh (tujuan), fadhl (keutamaan), nisbat (hubungan), wadhi’ (pencetus), istimdad (dasar pengambilan), hukum syar’i, dan masail (masalah-masalah).
Hanya saja, penulis akan lebih menfokuskan pada prinsip tsamroh atau tujuan-tujuan dari mempelajari kehidupan Rasulullah saw. Dengan tujuan, supaya lebih memotivasi para pengkaji untuk lebih antusias dalam mengkaji Sirah Nabawiyah dan agar mengetahui seberapa pentingnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tulisan sebelumnya, Fiqh Sirah Syekh Ramadhan Al-Buthi, Kunci Memahami Islam lewat Sirah Nabawiyah telah dipaparkan secara global bahwa tujuan inti dalam mempelajari Sirah Nabawiyah adalah untuk mengilustrasikan hakikat Islam melalui pribadi Rasulullah Saw.
Pada tulisan ini, penulis hendak menjelaskan beberapa tujuan yang lebih spesifik dari tujuan inti yang telah disebutkan.
BACA: Mengapa Para Pemeluk Agama Kerap Bertengkar?
Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi dalam kitab Fiqhus Sirah hal 15-16, mengungkapkan 5 tujuan yang dihasilkan oleh seorang pengkaji Sirah Nabawiyah saat dia sudah mendalaminya.
Pertama, untuk memahami kepribadian Rasulullah Saw.
Dengan mempelajari kehidupan Rasulullah serta situasi dan kondisi di masa beliau hidup, kita dapat mengerti bahwa Muhammad Saw. bukan hanya sekedar sosok manusia yang paling pandai nan jenius pada masanya, tetapi juga menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Rasul yang Allah kuatkan dengan wahyu serta taufiq-Nya.
Kedua, agar setiap Muslim menemukan potret ideal yang bisa dia teladani dalam menjalani seluruh kehidupannya, yang dijadikan pedoman utama dalam seluruh aktivitasnya.
Sudah tak lagi disangsikan, setiap kali seseorang mencari contoh ideal dalam salah satu aspek kehidupan, niscaya dia akan mendapatinya pada sosok Rasulullah Saw. dalam rupa yang sangat jelas dan komplit.
Oleh karena itu, Allah menjadikan beliau sebagai teladan bagi seluruh manusia, sesuai dengan firman-Nya:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
BACA: Pentingnya Akidah dalam Islam
Ketiga, Memahami sirah Nabi merupakan salah satu jalan untuk memahami Kitabullah sehingga kita bisa merasakan spirit dan makna yang dituju.
Banyak dari ayat-ayat Al-Quran hanya dapat ditafsirkan dan diejahwantahkan secara jelas dengan mencermati berbagai kejadian yang dialami Rasulullah Saw. serta sikap-sikap bijaksana beliau dalam menghadapi peristiwa tersebut.
Keempat, agar setiap Muslim dapat menghimpun porsi terbesar perihal wawasan dan pengetahuan Islam yang benar, baik yang terkait dengan akidah, hukum, maupun akhlak. Pasalnya, tidak perlu diragukan lagi, kehidupan Nabi Saw. tidak lain adalah gambaran hidup dari seluruh prinsip dan hukum Islam.
Kelima, dengan memahami sirah Nabi, para pendidik dan pendakwah memiliki contoh hidup tentang bagaimana mendidik dan mengajar.
Nabi Muhammad Saw. adalah guru, pendidik, pemberi nasihat, sekaligus pengajar utama yang tidak kenal lelah mempraktikkan cara mendidik dan mengajar yang efektif melalui beberapa tahapan dakwahnya.
Landasan yang mendasari terealisasinya tujuan-tujuan di atas adalah kehidupan Nabi yang mencakup seluruh aspek kemanusiaan, baik individual atau kemasyarakatan, dari segi beliau seorang personal sejati dan bagian dari masyarakat yang ikut berperan aktif untuk menjadikan kaumnya sejahtera dan sentosa. Dan yang tak kalah penting, Nabi cukup menjadi teladan bagi setiap manusia dalam menjalani seluruh lini kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, lebih-lebih urusan agama.
Oleh karena itu, seorang muslim sejati jika hendak ingin menjadi pribadi yang mulia dan berpengaruh di kaumnya, serta sukses dalam menjalani kehidupannya, maka ia harus menjadikan Nabi sebagai kiblat utamanya melalui mengkaji Sirah Nabawiyah. Sebab, segala hal yang berhubungan dengan urusan-urusan kehidupan terakomodir secara sempurna di dalamnya.