Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Revitalisasi al-Azhar atas kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi

Avatar photo
33
×

Revitalisasi al-Azhar atas kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi

Share this article

Tidak jauh beda dengan beberapa mahakarya induk dalam setiap mazhab seperti Al-Muhalla karya Ibnu Hazm, Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i, Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dalam fikih Hanbali, dan Al-Mabsûth karya As-Sarkhasi, kitab Al-Majmu’ memiliki keunggulan tersendiri dibanding yang lain.

Pembahasan fikih dalam kitab Al-Majmu’ mencakup perbedaan perspektif mazhab serta disuguhkan tarjihnya dengan presisi. Sebuah rujukan utama yang cocok dikonsumsi baik dari segi klasik maupun modern.

Kegigihan Imam An-Nawawi begitu kuat di luar nalar dalam melahirkan sebuah mahakarya ini. Namun sayangnya, beliau harus tutup usia terlebih dahulu sementara masterpiece-nya ini belum usai ditutup.

Imam An-Nawawi menulis sampai awal pembahasan muamalat. Kemudian datanglah Imam Taqiyuddin As-Subki; yang melengkapi kitab Al-Majmu’ hingga pembahasan murabahah, dan tak lama itu beliau pun tutup usia.

Betapa eloknya kitab ini, yang disajikan oleh dua Imam besar yang berbeda zaman dan berpengaruh dalam regenerasi mazhab Asy-Syafi’i. Satunya dari Syam, sementara satunya lagi dari Mesir.

Setelah meninggalnya Imam As-Subki, belum ada lagi dari kalangan fuqaha yang melengkapi kembali kitab tersebut. Bahkan berabad-abad lamanya, sebuah rujukan induk komprehensif ini masih dalam cangkang manuskrip.

Hingga memasuki tahun ke-1925 M, tepatnya pada masa Al-Azhar dipimpin oleh Imam Akbar Syeikh Muhammad Al-Ahmadi Adz-Dzawahiri (Grand Syeikh Al-Azhar ke-30) dengan didampingi oleh Rektor Al-Azhar pada masa itu, Syeikh Muhammad Musthofa Al-Maraghi, manuskrip kitab Al-Majmu’ mulai mendapatkan perhatian.

Melihat Al-Azhar yang senantiasa berperan sebagai penjaga nilai-nilai keutuhan turats Islami, muncul ide revitalisasi kitab Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab. Proyek intelektual ini pada saat itu dikepalai oleh Syeikh Mahmud Ad-Dinari. Beliau ditunjuk sebagai ketua pelaksana dalam pentahkikan dan penerbitan ulang kitab Al-Majmu’.

Setelah mengalami pentahkikan yang intens, kitab Al-Majmu’ berhasil dicetak–untuk yang pertama kalinya–dengan kisaran harga 60 pound Mesir pada zaman itu dengan tebal 12 jilid. Kemudian dipublikasikan secara luas agar para pegiat ilmu mampu dengan mudah mengakses dan mengkajinya.

Dari sini kemudian muncul inisiatif dari Syeikh Muhammad Najib Al-Muthi’i untuk melengkapi kitab Al-Majmu’ dengan metode dua Imam besar pendahulu; An-Nawawi dan As-Subki. Beliau memberikan kesan terima kasih penuh kepada Al-Azhar yang telah meghidupkan kembali kitab Al-Majmu’ dengan tahap tahkik dan pertama kali dicetak dari orisinil manuskripnya.

Berkat keikhlasan dan kegigihan para pewaris Nabi yang senantiasa menjaga nilai-nilai keilmuan Islam, kitab Al-Majmu’ semakin di depan menjadi rujukan induk dalam khazanah fikih Islami yang dimuat dalam 23 jilid.

Meskipun Syeikh Muhammad Najib Al-Muthi’i belum pernah sekolah di madrasah Al-Azhar, ataupun di universitasnya, namun seperti kata Syeikh Ahmad Al-Hajjin selaku muridnya yang bermulazamah kepadanya lebih dari 2 tahun, gurunya itu adalah orang Mesir tulen yang belajar dari banyak masyayikh dan berpegang teguh dengan manhaj Al-Azhar.

Kontributor

  • Rizky Andrian

    Asal dari Pacitan - Jawa Timur. Mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah Universitas Al-Azhar.