Mengapa
Shahih
Al-Bukhari menjadi kitab paling
kredibel sesudah kitab suci al-Quran? Apa alasan yang membuat kitab hadits Imam
al-Bukhari itu bisa
sampai ke derajat ini? Mungkin pertanyaan ini terbenam di benak beberapa orang.
Secara
global, sebabnya adalah usaha luar biasa yang dikerahkan oleh Imam
Al-Bukhari (W. 256 H) dalam berkhidmat untuk hadits-hadits nabawi. Jasa
yang besar inilah yang akhirnya mengantarkan Shahih
Al-Bukhari menjadi buku paling kredibel setelah al-Quran.
Menurut
Dr. Abdul Sami’ al-Anis dalam seminar bertajuk Usbu’ Al-Imam Al-Bukhari
(Pekan Imam al-Bukhari) yang
diselenggarakan oleh Departemen Keislaman di Dubai tahun 2017, setidaknya ada
empat sebab pada diri Imam Al-Bukhari yang menjadikan Shahih Al-Bukhari menduduki
posisi prestisius lagi mulia ini:
Sebab
pertama,
karena Imam Al-Bukhari mengambil dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama besar
ilmu hadits pada masanya. Selain itu, beliau
telah menempuh perjalanan
yang sangat panjang untuk menemui mereka.
Imam
Al-Bukhari tumbuh besar di Bukhara, Asia Tengah. Hidup di tengah keluarga
agamis dan berpendidikan. Ayahnya wafat ketika beliau masih kecil. Semenjak itu
ibunya mengambil alih untuk membesarkannya. Dalam urusan materi ekonomi, ibunya tidak merasa sulit, sebab sang ayah sudah
menyiapkan harta yang halal untuk merawat anaknya itu. Diriwayatkan bahwa
ayahnya pernah berkata, “Saya tidak pernah menyimpan satu dirham
pun dari perkara syubhat, atau yang haram.”
Imam
Al-Bukhari hidup pada abad ke-3, saat ilmu hadits berada pada masa keemasan.
Beliau mengambil hadits dari ulama yang ada di daerahnya, kemudian dilanjutkan
dengan rihlah ke daerah-daerah kejayaan Islam pada saat itu, antara lain:
Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Khurasan.
Jika
dikalkulasikan, Imam Al-Bukhari mendapatkan hadits dari 1080 Syekh. Mereka adalah para pembesar ilmu hadits pada
masa tersebut. Bahkan lima di antara mereka bergelar Amirul Mukminin dalam bidang hadits. Yaitu: Al-Fadhl bin Dakin Al-Kufi (W.
210 H), Hisyam bin Abdul Malik Ath-Thayalisi (W. 227 H), ‘Ali bin Al-Madini
Al-Bashri (W. 234 H), Ishaq bin Rahawaih (W. 235 H), dan Muhammad bin Yahya
An-Naisaburi (W. 258 H). Imam Al-Bukhari juga mengambil hadits kepada Imam
Ahmad bin Hanbal (W. 241 H) dan Yahya bin Ma’in (W.
233 H).
Peta perjalanan Imam al-Bukhari
mencari hadits
Sebab
kedua,
karena upaya dan tenaga luar biasa yang Imam Al-Bukhari kerahkan dalam
berkhidmat atas hadits nabawi dengan menuliskan karya-karya yang penuh dengan
keberkahan.
Imam
Al-Bukhari sudah mulai menulis saat umur beliau masih muda. Ketika berumur 18 tahun, beliau sudah menulis karya yang berjudul Qadhaya Ash-Shahabah wa At-Tabi’in wa Aqawilihim. Karya Imam Al-Bukhari lebih dari 30
judul, namun banyak di antaranya hilang dan belum ditemukan.
Karya-karya
Imam al-Bukhari antara lain Shahih Al-Bukhari, Adab Al-Mufrad, Raf’u
Al-Yadain fi Al-Shalah (dicetak di India tahun 1840 M), Khalq Af’al Al-‘Ibad,
Birr Al-Walidain (dicetak di dar Al-Kattaniyah dan penulis telah membaca kitab
ini bersama Syekh Muhammad Ar-Rabi An-Nadwi).
Kemudian
dalam ilmu Rijal al-Hadits, Imam
Al-Bukhari menulis kitab At-Tarikh Al-Kabir, kitab Al-Kuna
(dicetak di India tahun 1941 H), kitab At-Tarikh Al-Ausath, kitab Tarikh
Ash-Shagir.
Adapun
karya Imam al-Bukhari yang belum ditemukan hingga saat ini adalah kitab Al-Mabsuth. Sebagai
tambahan informasi dari Syekh Aiman Al-Hajjar, kitab Shahih
Al-Bukhari diringkas dari kitab Al-Mabsuth ini.
Termasuk
di antara kitab yang belum ditemukan adalah kitab Al-Fawaid, kitab Al-‘ilal, dan beberapa kitab lainnya.
Pertanyaannya kemudian adalah di antara semua kitab tersebut mengapa Shahih
Al-Bukhari yang menjadi kitab yang paling kredibel?
Ada
banyak alasan. Pertama, Imam Al-Bukhari menghabiskan 16 tahun
untuk menulis kitab ini. Dimulai ketika beliau berumur 22 tahun,
dan selesai saat beliau berumur 38 tahun. Kedua, beliau menyeleksi 600.000
riwayat hadits, hingga menjadi 7593 hadits yang tertera di Shahih Al-Bukhari.
Ketiga, Imam al-Bukhari mempresentasikan kitab
ini kepada ulama
hadits besar pada masanya: Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Yahya bin Ma’in dan Imam
Ali Al-Madini. Ketiga ulama ini menilainya dengan sangat
bagus dan memberikan stempel shahih atas kitab tersebut.
Keempat, setelah Imam-Imam besar itu memberikan
nilai, maka umat pada masa itu berbondong-bondong mendatangi Imam Al-Bukhari
untuk mendengarkan hadits yang ada pada Shahih Al-Bukhari. Dalam riwayat disebutkan bahwa yang hadir lebih 90.000 orang.
Kelima, kitab ini mendapatkan perhatian yang
luar biasa dari pada ulama Syekh Muhammad Isham dalam kitab Ithaf Al-Qari bi
Ma’rifah Juhud wa ‘Amal Al-Ulama ‘Ala Shahih Al-Bukhari, mengumpulkan ada
376 judul karya ilmiah, ada yang memberikan syarah, ada yang menjelaskan perawinya,
ada juga yang menjawab tuduhan-tuduhan atas Shahih Al-Bukhari.
Keenam, para raja dan pemimpin zaman dahulu
sangat semangat dalam berkhidmat pada Shahih Al-Bukhari. Bahkan ada
salah seorang raja pada abad ke-7 yang mengerahkan lebih dari 10.000 dinar
untuk meneliti naskah Shahih Al-Bukhari. Tugas ini kemudian diserahkan
kepada Syekh Syarifuddin Al-Yunini, yang akhirnya naskah beliau menjadi rujukan
utama untuk mencetak Shahih Al-Bukhari. Jika dihitung, di seluruh
perpustakaan dunia, terdapat lebih dari 25000 potongan manuskrip Shahih
Al-Bukhari.
Sebab
ketiga,
Imam Al-Bukhari memiliki spiritualitas yang tinggi. Bagi yang membaca biografi beliau, akan mendapati kuatnya ibadah yang beliau lakukan. Di
tengah kesibukan dengan hadits, beliau tidak meninggalkan wiridnya dalam
membaca al-Quran, diriwayatkan dalam bulan Ramadhan, beliau khatam al-Quran di
siang hari setiap hari, khatam al-Quran di waktu sahur setiap tiga hari sekali,
dan khatam di malam hari setiap hari.
Sebab
keempat,
usaha beliau menyebarkan hadits setelah mendapatkannya. Dalilnya sebagaimana yang disebutkan
di atas, bahwa kitab Shahih
Al-Bukhari ini telah didengar lebih dari 90.000 orang. Beliau juga
pergi ke Baghdad untuk mendiktekan kitab tersebut.
Rabu,
11 Agustus 2021
Madinah Bu’uts Al-Islamiyah, Kairo