Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Di Balik Kecemerlangan Syekh Badiuzzaman Said An-Nursi

Avatar photo
33
×

Di Balik Kecemerlangan Syekh Badiuzzaman Said An-Nursi

Share this article

Diceritakan tanda-tanda kecerdasan Syekh Badiuzzaman Said An-Nursi sudah tampak semenjak masih usia belia.

Ketika Said An-Nursi mulai masuk di Kuttab (tempat mengaji ), guru-gurunya sudah dibuat terheran-heran oleh daya ingatann, kecerdasannya, kedalaman dan ketelitiannya.

Hal inilah yang menjadikannya bisa mendapatkan ijazah di usia yang masih 14 tahun setelah mampu menguasai beragam ilmu aqliyah dan naqliyah.

Bahkan dikatakan, beliau hafal 80 kitab-kitab induk berbahasa Arab di luar kepala di umurnya yang masih terbilang muda, selain tentu sudah hafal Al-Qur’an sebelumnya. Termasuk dari kitab yang dihafalkannya adalah kitab buah karya Syekh Abdul Wahab Tajuddin As-Subki, Jam’ul Jawami’. Kitab tersebut mampu dihafal tidak lebih dari seminggu!

Dengan kehebatannya itu, kealiman Syekh Badiuzzaman Said An-Nursi mulai tersebar dan mengungguli para ulama sezamannya. Maka, terkenallah Syekh Said an-Nursi waktu itu dengan sebutan “Sa’id Al-Masyhur”.

Beliau lalu pergi ke sebuah kota bernama Tillo, dan tinggal beberapa saat di salah satu zawiyah. Di sana, beliau menghafal kamus yang besarnya tiga kali Al-Qur’an, Qamus Al-Muhith namanya, buah karya dari Syekh Fairuz Abadi. Beliau menghafalnya sampai Bab huruf Sin.

Sa’id Al-Masyhur memang benar-benar kehausan akan ilmu pengetahuan. Setelah ilmu-ilmu agama sudah dia lahap, kini merambah ke Matematika, Astronomi, Kimia, Fisika, Geologi, Filsafat, dan Sejarah.

Sa’id An-Nursi tidak hanya sekedar kenal atau tahu kesemua ilmu itu. Dengan penguasaannya terhadap kesemua ilmu itu jika diperintahkan untuk mengarang, dia mampu untuk melakukannya. Dari sinilah, julukan “Badi’uzzaman” atau “Keajaiban Masa” tersemat di namanya. Sebagai pengakuan dari para ulama dan cendekiawan waktu itu akan kecerdasan dan ilmunya yang luas.

Dengan modal ilmu yang luas inilah, kiprah beliau berlanjut. Bahkan ada yang mengatakan, beliau adalah Tokoh Pembaharu atau Mujaddid di abad 13. Demikian yang termaktub dalam bukunya Syekh Ahmad Syukri, “Buhuts Al-I’Jaz Wa At-Tafsir Fii Rasaail An-Nur” dan bukunya Syekh Husaini Ashim, “Shirah Imam Mujaddid : Qabasaat Min Hayati Al-Imam Al-‘Allamah Badi’uzzaman Sa’id An-Nursi”.

Dengan kecerdasan, kecemerlangan, prestasi, kiprah, dan perjuangannya itu, ada yang penasaran bagaimana orang tua Syekh Badiuzzaman Said An-Nursi mendidik anaknya yang gemilang ini.

Dalam berbagai sumber, ayah dari Said an-Nursi yang bernama Mirza adalah orang yang sangat wirai, dan sangat berhati-hati dalam persoalan syubhat apalagi haram. Beliau tidak ingin ada sebiji gandum haram yang masuk di tubuhnya, apalagi di tubuh anak-anaknya. Sangking wira’inya, dikisahkan ketika beliau kembali dari menggembala, mulut hewan yang ia gembala diikat. Hal ini agar hewan-hewan gembalaannya tidak sembarangan makan rumput di tanah orang.

Sedangkan ketika ibunya yang bernama Nuriyah ditanya, menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan sholat Tahajud sepanjang hidupku, kecuali saat-saat udzur syar’i. Dan aku tidak pernah menyusui anakku (Said An-Nursi) kecuali dalam keadaan suci berwudhu.”

Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa anak yang hebat, berasal dari orang tua yang hebat pula. Hebat dalam menjaga makanan untuknya dan untuk keluarganya, terlebih anak-anaknya.

Imam Syafi’i menjadi luar biasa seperti itu, pun juga bermula dari kehati-hatian ayahandanya dalam meminta halal buah yang terlanjur ia makan, padahal buah yang ia dapat dari arus aliran sungai.

Anak-anak Mbah Maimun Zubair menjadi orang saleh dan alim semua, pun juga bermula dari kehati-hatian beliau dalam mengelompokkan uang, agar untuk keluarga dan anak-anaknya mendapatkan makan dari hasil dagangnya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh orang besar lainnya.

Bagaimana ingin mempunyai anak yang saleh dan punya kecerdasan yang luar biasa, kalau bapaknya saja sembarangan dalam makan, bahkan haram-haram pun di makan. Apalagi memberi nafkah keluarganya dengan hasil menipu, dengan hasil berbohong saat berdagang, dengan hasil mengurangi timbangan saat menimbang di pasar, dengan hasil rentenir, apalagi dengan hasil curian. Bagaimana bisa membuahkan anak yang serupa dengan Syekh Badiuzzaman An-Nursi?

Tidak hanya dari jalur bapak yang hebat. Pun ibunya juga harus ikut tirakat. Lihatlah sosok tirakat dari ibunda Said an-Nursi: mendoakan anaknya sepanjang hayat di pertengahan malam, menyusukan anak dengan keadaan suci lahir dan batin. Ibu-ibu sekarang boro-boro untuk berwudhu lebih dulu, menyusukan anaknya saja sembari main Hp dan IG. Bagaimana anaknya bisa hebat? Dari orang tuanya saja sudah tidak ada niat? Wallahu a’lam.

Kairo, 8 November 2021

Kontributor

  • Turoobul Aqdam

    Bernama asli Kamal Abdillah. Asal Pati Jawa Tengah. Belajar dan nyantri di Mathali’ul Falah Kajen, kemudian melanjutkan studi ke Universitas al-Azhar Kairo Mesir.