Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Karbala: Balasan Allah dan Ahlul Bait yang Tersisa (7-Habis)

Avatar photo
34
×

Karbala: Balasan Allah dan Ahlul Bait yang Tersisa (7-Habis)

Share this article

Allah
swt. membalas semua perlakuan buruk pasukan Ibnu Ziyad dengan mempercepat siksa mereka di dunia. Dikisahkan seorang pasukan yang ikut
dalam percobaan pembunuhan Husein
, kehilangan kedua tangan dan kakinya
serta selalu dilingkupi rasa takut
pada
api dan hidup dalam kepanasan.

Inilah
balasan Allah bagi orang yang menyakiti wali
-Nya, terlebih cucu kesayangan Rasulullah, Husein bin Ali.

Dalam
pertempuran Karbala, sebanyak 17 orang dari pasukan Husein gugur. Seluruhnya
merupakan keluarga Husein (anak-anak dari Fatimah Zahrah)
. Sementara sebanyak 88 orang
gugur
dari pasukan
Ibnu Ziyad.

Mendengar
kabar gugurnya cucu Rasulullah, Yazid yang ada di singgasana Syam, merasa
senang karena tak ada lagi yang menghalangi dirinya dari dibaiat menjadi
Khalifah.

Ahlul
bait serta para wanita yang tersisa menjadi tawanan pasukan Ibnu Ziyad.
Saudari Husein yang bernama Zainab ketika melihat saudaranya
terkapar di medan perang
, hanya bisa menangis seraya berucap:

“Wahai
Rasul Muhammad, telah merahmatimu segala penduduk langit beserta para
malaikat. Inilah Husein jasad cucumu bersimpuh darah dan terputus tubuhnya
membela kezaliman ini. Para keturunanmu telah gugur semuanya. Para anak-anak
wanitamu telah tertawan semuanya.”

Mereka semua lantas digiring menuju Syam dan menemui Ibnu Ziyad, termasuk
putra Sayyidina Husein yang selamat dari kejadian ini
, Ali Al-Shoghir atau biasa dikenal Ali Zainal Abidin. Dari dialah nasab Ahlul bait tersambung sampai
sekarang hingga akhir
zaman nanti. 

Lantas
bagaimana sikap kita sebagai muslim sejati yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah
menanggapi peristiwa wafatnya Sayyidina Husein pada hari Asyura tahun 61 H?

Akankah
kita rayakan hari itu dengan kesedihan yang mendalam seperti Syiah?
Ataukah kita rayakan kebahagiaan kita atas hari itu sebagai hari raya kita
seperti Rafidi?
Atau lebih memilih diam dan menyibukkan
diri untuk meningkatkan ibadah kepada Allah sang Tuhan semesta? Setiap muslim
yang memiliki akal jernih, pastilah akan tahu jawabannya.

Namun menarik untuk menyimak
perkataan Habib Ali al-Jufri tentang hari Asyura. Beliau berkata, “Barang siapa
bergembira di hari Asyura atas kemenangan Nabi Musa as. tanpa dibarengi angkuh
dan congkak, maka dia sudah berada di jalan yang benar. Dan barang siapa
bersedih di hari Asyura atas musibah yang menimpa Sayyidina Husein beserta
ahlul bait tanpa berlebih-lebihan, maka dia betul-betul mencintai. Kebenaran
dan cinta di sini tidak bertentangan.”
Wallahu a‘lam bisshowab.

Referensi:

1.
Bidayah wa Nihayah, karya: Imam Ibnu Katsir.

2. Shawai’qul Muhriqah, karya: Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.
3. Ad-Da’wah At-Tammah, karya:
Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad

Kontributor

  • Muhammad Fahmi Salim

    Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim