Pasukan
Husein menarik perhatian kabilah-kabilah yang ada sepanjang jalan yang ia lalu.
Tidaklah setiap kabilah yang menghadap kepadanya kecuali menyampaikan kabar buruk
tentang penduduk Irak dan berita terbunuhnya Muslim bin Aqil. Akan tetapi Husein tak gentar dan memutuskan tetap
melanjutkan perjalanan.
Mendengar
berita Husein dan pasukannya tiba di Karbala, Ibnu Ziyad mengutus bala pasukan yang berjumlah
4000 lebih untuk berperang. Pasukan ini dikomando Umar bin Sa’ad.
Sebelum
terjadi peperangan, sempat ada dialog singkat antara keduanya:
“Wahai
Umar, aku ingin mengajukan tiga pilihan kepadamu, maka pilihlah salah
satu!” kata Husein.
“Apa
itu?” jawab Umar selaku komandan divisi.
“Tinggalkan
aku beserta keluargaku untuk pulang, atau bawalah aku untuk menemui Yazid agar
aku sendiri yang menyelesaikan urusan ini dengannya, atau pilihan terakhir aku
akan mengumumkan perang dengan pasukannya.”
Umar
melaporkan masalah ini kepada Ibnu Ziyad, gubernur Kufah. Sebenarnya Umar sendiri berat hati melanjutkan peperangan ini. Hingga sosok antagonis di dalam kisah ini,
“Syamr bin Dzil Jawsyan” bergairah untuk meneruskan peperangan. Dia orang yang kemudian ditunjuk Ibnu Ziyad menggantikan Umar.
Sayyidina
Husein sendiri bersikukuh untuk tidak meneruskan peperangan akan tetapi Syamr terus memaksa dia melakukannya.
“Wahai
Husein, aku tidak akan melepaskanmu kecuali setelah kamu mau mengakui
kepemimpinan Yazid bin Muawiyah,” tantang
Syamr.
“Apa
kalian tidak takut kepada Allah? Apa karena setumpuk uang yang membuat kalian
lupa? Tidaklah aku menerima kezaliman ini semua.” jawab Husein.
Perdamaian tak menemukan jalan dan peperangan tak dapat dielakkan.
Dengan sebanyak 1000 prajurit berkuda, pasukan Ibnu
Ziyad berusaha mengepung pasukan Sayyidina Husein. Namun orang-orang Husein yang jumlahnya tak sebanding dengan lawan mereka tak gentar sedikit pun.
Jiwa
patriotik yang ia waris dari ayahnya terlihat di peperangan ini, terbukti
ketika Husein mulai mengatur pasukan dan mengangkat Abbas bin Ali (saudaranya)
sebagai pemegang panji serta menyuruh pasukan untuk menggali parit di belakang
markas agar musuh tak dapat mengendap dari belakang. Tak heran,
bukankah dia seorang anak dari Ali bin Abi Thalib, panglima tempur kebanggaan Islam?!
Seluruh
lelaki dari Ahlul bait hampir ikut andil dalam peperangan ini, hingga anaknya
sendiri Ali bin Husein yang saat itu sedang sakit rela berkorban demi
menegakkan Panji sang ayah.
Termasuk
dari kebiasaan perang ialah “Mubarazah” yaitu duel satu lawan satu.
Kedua
kubu telah menyiapkan algojo masing-masing, tetapi kali ini pasukan Husein
lebih unggul dari Ibnu Ziyad karena mereka memiliki keahlian lebih dalam
memainkan pedang.
Geram
melihat hal ini, Syamr memacu kudanya untuk menyerang Husein yang saat ini
sedang mendoakan salah satu pasukannya yang gugur.
Tapi
pasukan berkuda Husein membalas serangannya dan menggagalkan keinginannya.
Perang
antara keduanya pun meletus.
Di medan perang, Husein tampil dengan berani dan tak
gentar sama sekali.
Dikatakan bahwa pasukan Husein telah menumpaskan banyak sekali
musuh-musuhnya akan tetapi semua itu tak berpengaruh bagi pasukan Ibnu Ziyad karena
jumlah mereka yang banyak.
Puncaknya, sekelompok prajurit Ibnu Ziyad
mengerubungi Husein. Melihat itu, para pasukannya berlomba dan rela menjual nyawa demi melindungi sosok
Husein, laiknya para sahabat melindungi Rasulullah di perang Uhud.
Sayyidina
Husein hanya mampu mengatakan, “Allah yang membalas kebaikan kalian,
sungguh sebaik-baik balasan bagi orang yang bertakwa.”
Satu
demi satu nyawa pasukan Husein berterbangan di hadapannya. Termasuk anaknya sendiri Ali Al-Akbar, gugur
membela ayahnya.
Hingga
hal tak diinginkan terjadi. Malik bin Basyir meringsek masuk ke
hadapan Sayyidina Husein dan memukul kepalanya
sampai berdarah. “Semoga Allah mencabut kedua tanganmu
serta mengumpulkanmu bersama orang-orang zalim,” kata Husein.
Kemudian
Syamr dan anak buahnya bergegas menuju arah Husein dan mulai menyerangnya. Husein
tak tinggal diam, ia pun berusaha melindungi diri dari mereka yang mengerubunginya
sebisa-bisanya, sampai
beliau bersimpuh darah demi menegakkan persatuan Islam dan kedamaian muslimin.
Takdir
dan ketetapan Allah menggariskan, Sayyidina Husein gugur dalam
pertempuran Karbala. Syamr menjadi orang yang
membunuhnya.