Ibnu Hajar al-Asqalani merupakan salah satu ulama besar Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan karya. Tercatat semenjak usia yang relatif cukup muda, Ibnu Hajar telah menelurkan karya-karya penting dalam khazanah keilmuan Islam.
Pada umur 22 tahun, Ibnu Hajar telah menulis dua kitab, Yakni Mukhtashor Talbis al-Iblis Li Ibn al-Jauzi dan Muqaddimah fil ‘Arudh.
Produktivitasnya itu menurut catatan sang murid, as-Sakhowi mencapai bilangan 270 karya. Angka yang jauh melebihi usianya sendiri.
Namun dari sekian banyak karya dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang paling monumental adalah kitab syarah atas Shahih Al-Bukhari; yakni Fathul Bari. Kitab ini merupakan pencapaian Imam Ibnu Hajar yang menjadi bukti kredibilitas keilmuannya. Hingga saat ini, kitab Fathul Bari ini menjadi salah satu referensi induk dalam perkembangan kajian hadis di dunia.
Imam As-Sakhawi berkata:
ولو لم يكن له إلا شرح البخاري لكان كافيًا في علو مقداره
“Andaikata Imam Ibnu Hajar hanya menulis satu kitab Fathul Bari ini saja, maka itu sudah cukup untuk menggambarkan kepakaran ilmiahnya.”
Ibnu Syuhnah al-Hanafi (w. 890 H) berkomentar:
وعندي أنه لم يشرح البخاري أحدٌ مثله، فإنَّه أتى فيه بالعجائب والغرائب، أوضحه غاية الإيضاح، وأجاب عن غالب الاعتراضات، ووجه كثيرًا مما عجز غيره عن توجيهه
“Menurut saya, tidak ada syarh dari Shahih Al-Bukhari yang menyamai Fathul Bari. Karena di dalamnya banyak sekali hal-hal yang luar biasa dan jarang dikaji. Ibnu Hajar menjelaskan semuanya dengan begitu detail, menjawab segala pertentangan serta mampu memaparkan hal-hal yang tak mampu dipaparkan oleh ulama lain.”
Kisah Ibnu Hajar Menulis Fathul Bari
Kitab ini ditulis oleh Ibnu Hajar selama 25 tahun. Dimulai pada tahun 813 H, pasca menyelesaikan al-Huda as-Sari yang tidak lain merupakan pembukaan dari kitab Fathul Bari ini.
Ketika menulis kitab ini, Ibnu Hajar menggunakan dua metode penulisan yang berbeda. Pada 5 tahun pertama penulisan, Ibnu Hajar mendikte kepada muridnya-muridnya apa yang hendak ditulis. Setelah itu, Ibnu Hajar tersadar bahwa apa yang ditulisnya ini haruslah benar-benar matang dan kritis.
Oleh karena itu, Ibnu Hajar kemudian mengubah pendekatan menulisnya. Beliau mengajak para muridnya yang kompeten untuk ikut andil dalam penyempurnaan karyanya tersebut.
Baca juga: Ibnu Hajar al-Asqalani Hobi Meminjamkan Buku Hingga Kehilangan Ratusan Kitab
Sekali dalam seminggu ia membagikan tulisan kepada murid kemudian mengajak mereka mendiskusikan perihal naskah yang telah ia tulis.
Dalam forum tersebut diharapkan apa yang ia tulis mendapatkan pembanding dan kritikan, sehingga pada nantinya akan menghasilkan karya yang otoritatif.
Dengan metode penulisan yang begitu teliti dan komprehensif tersebut tak heran jika sampai saat ini kitab Fathul Bari terus menjadi rujukan paling otoritatif dalam kajian hadis.
Pesta Besar Syukuran Fathul Bari
Setelah kitab itu selesai dirampungkan. Mulai dari proses penulisan, pengkajian ulang dan proofing bersama muridnya, Ibnu Hajar al-Asqalani mengadakan sebuah pesta syukuran besar. Acara itu merupakan salah satu bentuk luapan rasa syukur Ibnu Hajar atas keberhasilan menulis mega proyeknya itu.
Acara itu digelar pada hari Sabtu 8 Sya’ban 842 H di sebuah bangunan pemberian Sultan al-Muayyad di pinggiran Kota Kairo. Tepatnya di daerah yang dulu dikenal dengan Nama Kum Risy. Daerah ini terletak di sebelah utara Kota Kairo. Dulunya tempat ini merupakan salah satu spot favorit untuk melepas penat, dan rekreasi. Demikian catatan As-Sakhawi.
كوم الريش وهي بالقرب من منية الشيرج من ضواحي القاهرة، وكانت من أجل متنزهات القاهرة حين كان النيل يمر بغربيها بحيث كان يسكنها كثير من العلماء والأمراء والجند. ولذلك كان سوقها عامرًا بأنواع المعايش
“Kum Risy adalah lokasi di dekat Taman Syairaj dari pinggiran Kairo. Tempat itu merupakan salah satu spot favorit untuk melepas penat, dimana di bagian baratnya dilalui oleh Sungai Nil. Tempat ini banyak dihuni oleh sarjana muslim, pangeran dan tentara. Oleh karena itu, pasarnya begitu ramai dengan berbagai macam kebutuhan” (Kutub al-Buldaniyyat, Al-Sakhawi hal. 50)
Oleh sebab itu lokasi ini dipilih oleh Ibnu Hajar untuk menggelar acara besarnya. Ibnu Hajar beserta para undangan duduk di kursi-kursi kebesaran. Banyak sekali tokoh yang sengaja diundang oleh Ibnu Hajar dalam acara tersebut. Mulai dari para ulama, politisi hingga masyarakat secara umum.
Di kalangan para ulama syafi’i hadir al-Qayathi, al-Wanna’i, al-Mahalli, Al-Maqrizi, dan Ibnul Bariz. Dari kalangan Hanafi ada Syaikhul Islam Sa’duddin dan al-Burhan. Sementara itu dari mazhab Maliki dan Hanbali ada Ibnu Tunsi dan Muhib bin Nashrullah.
Sementara dari kalangan politisi hadir Muhammad bin Sultan Jaqmaq beserta menteri dan sekretaris pribadinya.
Baca juga: Ahwal al-Mayyit, Kitab Ihwal Kematian Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani
Tak ketinggalan para sarjana dan sastrawan pada masa itu pun turut menghadiri acara ini, terlihat diantara mereka adalah Syarif al-Asyuthi, Syihab al-Hijazi dsb.
Dengan hadirnya banyak sekali tokoh penting ini, menunjukkan reputasi keilmuan dari Ibnu Hajar benar-benar diakui oleh segenap masyarakat Mesir.
Ibnu Hajar mempersiapkan acara ini dengan begitu matang. Bahkan beliau tak segan membagi-bagikan emas kepada para undangan yang ikut menulis kitab tersebut. Beliau bahkan juga sempat memikirkan nasib para tetangga yang pasti kehilangan banyak rumput-rumputnya akibat begitu banyak hewan kendaraan yang dibawa para tamu. Untuk itu, Ibnu Hajar mengganti semua rumput yang telah dimakan hewan undangannya tersebut.
Total menurut catatan as-Sakhawi Ibnu Hajar menghabiskan dana hingga 500 dinar dan semua itu habis untuk menyiapkan segala keperluannya. Walimah pesta itu merupakan salah satu pesta terbesar yang pernah diadakan di Mesir kala itu. As-Sakhawi dalam al-Jawahir wa al-Durar menulis:
وكان يومًا مشهودًا لم يعهدْ أهلُ العصر مثلَه بمحضرٍ من العلماء، والقضاة، والرؤساء، والفضلاء
“Hari itu merupakan hari besar yang disaksikan sejarah. Belum pernah pada masa itu ada sebuah pesta besar dengan didatangi begitu banyak para ulama, petinggi, serta politisi dalam satu tempat.”