Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kisah ketika Al-Bukhari diuji hafalannya

Avatar photo
54
×

Kisah ketika Al-Bukhari diuji hafalannya

Share this article

Nama lengkapnya yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari. Bardizbah merupakan bahasa daerah Bukhara yang memiliki arti petani. Sedangkan kata Bukhari diambil dari nama kota kelahirannya yaitu Bukhara, sebuah kota di Negara Uzbekistan saat ini.

Ada juga sebagian pendapat yang mengatakan kalau Bardizbah merupakan nama kakek buyutnya. Seorang penganut agama Majusi, lalu memiliki putra yang bernama al-Mughirah memeluk Islam di bawah bimbingan Yaman al-Ju’fi, salah seorang Gubernur di Bukhara masa itu.

Al-Bukhari lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H atau bertepatan pada tanggal 21 Juli 810 M. Ketika masih kecil, beliau sudah ditinggal wafat ayahnya, sehingga ibunya seorang diri yang merawat dan mendidiknya. Biaya pendidikan al-Bukhari diambilkan dari peninggalan harta warisan ayahnya. Ismail ayah al-Bukhari ketika masih hidup sangat senang dan memiliki kecenderungan lebih kepada Hadis Nabawi.

Pada tahun 179 H, atau 15 tahun sebelum al-Bukhari lahir, beliau pernah menemui para tokoh ahli Hadis, seperti Imam Malik bin Anas (w. 179 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Abu Mu’awiyah bin Shalih, dan lain sebagainya.

Sebagimana yang pernah dikatakan oleh al-Bukhari yang dikutip oleh Syaikh Syamsuddin ad-Dzahabi (w. 748 H) di dalam karyanya yang berjudul Siyar A’lam an-Nubala’:

البُخَارِيْ يَقُوْلُ: سَمِعَ أَبِي مِنْ مَالِكِ بنِ أَنَسٍ، وَرَأَى حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، وَصَافحَ ابْنَ المُبَارَكِ بِكَتَا يَدَيهِ

Artinya: “Bukhari berkata: (Bapakku) mendengar (Hadis) dari Malik bin Anas (w. 179 H), melihat Hammad bin Zaid (w. 179 H) dan bermushafahah dengan Ibnu al-Mubarak (w. 181 H) dengan kedua tangannya.”

Berkat didikan dan doa dari sang ibu

Selain meninggalkan harta warisan yang digunakan untuk biaya menuntut ilmu, ayahnya juga meninggalkan perpustakan pribadi untuk digunakan al-Bukhari mengaji Hadis. Melalui didikan ibunya yang penuh kasih sayang, al-Bukhari mencintai buku-buku peninggalan ayahnya ini.

Bersama dengan teman sebayanya al-Bukhari belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an dan Hadis. Al-Bukhari ketika masih kecil mengalami sakit mata yang menyebabkan beliau tidak bisa melihat. Kondisi tersebut terus dialaminya sampai suatu ketika berkat doa ibunya, Allah SWT mengembalikan penglihatan al-Bukhari.

Pada suatu malam ibunya bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim AS yang memberi kabar bahwa Allah SWT akan mengembalikan penglihatan anaknya. Nabi Ibrahim AS berkata, “Wahai perempuan, sungguh Allah SWT telah mengembalikan penglihatan putramu, karena banyaknya tangisanmu dan banyaknya doa yang kamu panjatkan.” Maka pada esok harinya al-Bukhari bisa melihat lagi.

Memulai belajar hadis

Ketika usianya kurang dari 10 tahun, al-Bukhari sudah memulai untuk belajar Hadis. Beliau pernah berkata:

ألمهت حفظ الحديث، وأنا في الكتاب قلت: وكم أتى عليك إذ ذاك فقال: عشر سنين أو أقل.

Artinya: “Saya mendapatkan ilham untuk menghafal Hadis, saat itu saya masih di Kuttab (tempat belajar baca tulis), ketika saya berumur 10 tahun atau kurang.”

Waktu al-Bukhari berusia 10 tahun, Imam as-Syafi’i di Mesir meninggal dunia, tepatnya pada tahun 204 H. Menjadikannya tidak bisa bertemu dengan Imam as-Syafi’i untuk belajar memperdalam ilmu agama Islam. Al-Bukhari ketika berusia 11 tahun pernah mengoreksi salah seorang ulama Hadis yang bernama ad-Dakhili ketika sedang meriwayatkan Hadis Nabawi.

Ad-Dakhili meriwayatkan Hadis dengan jalur sanad dari Sufyan dari Abu az-Zubair dari Ibrahim. Mendengar jalur sanad yang disebutkan oleh ad-Dakhili, al-Bukhari berkata, “Itu bukan Abu az-Zubair.”

Ad-Dakhili terkejut serta hampir membuatnya marah sebab dikoreksi oleh anak yang masih berusia 11 tahun. Ad-Dakhili meminta untuk menunjukan letak kesalahannya. Al-Bukhari berkata, “Coba lihatlah sumber aslinya, bukan Abu az-Zubair itu yang meriwayatkan dari Ibrahim, melainkan az-Zubair bin ‘Adi.”

Kuatnya hafalan al-Bukhari

Al-Bukhari terkenal dengan hafalannya yang sangat kuat, sehingga dijadikan rujukan utama bagi para ulama pakar Hadis, baik yang sezaman dengannya maupun setelahnya.

Beliau hafal Al-Qur’an sebelum usianya enam belas tahun. Menginfakkan hartanya 500 dirham setiap bulan untuk mencari ilmu. Daerah tempatnya untuk mencari ilmu yaitu Makkah, Madinah, Syam, Khurasan, Bashrah, Kufah, Baghdad dan Mesir.

Beliau pernah berkata, “Saya menulis Hadis dari seribu syaikh atau bahkan lebih. Tidak ada bagiku Hadis kecuali ada sanadnya. Saya tidak meriwayatkan Hadis dari sahabat atau tabiin, kecuali tahu tempat tinggal, kelahiran dan wafatnya. Dan saya tidak meriwayatkan Hadis dari sahabat atau tabiin, kecuali tahu asal-usul. Saya hafal seratus ribu Hadis shahaih dan dua ratus ribu Hadis tidak shahih.”

Ibn ‘Asakir (w. 581 H), di dalam Tarikh Dimasqy mengutip pendapat Hasyid ibn Isma’il yang mengatakan bahwa dulu ketika Abu Abdillah al-Bukhari masih muda yang belajar pada ulama Bashrah. Memiliki kebiasaan yang berbeda dengan para temannya, karena beliau tidak menulis.

Kebiasaannya ini berlangsung sangat lama, sehingga membuat teman-temanya bertanya kepada al-Bukhari, “Sesungguhnya engkau tidak seperti kami dan engkau tidak menulis. Lalu, apa yang engkau lakukan ?”

Mendengar pertanyaan dari dua temannya ini, al-Bukhari tidak langsung menjawab, selang enam belas hari baru dijawab, beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalian berdua telah banyak membicarakanku dan sangat memaksaku untuk menjawabnya. Sekarang, tunjukkanlah kepadaku apa yang sudah kalian tulis!”

Lalu dua temannya ini menunjukkan apa yang selama ini mereka tulis. Melihat hasil tulisan temannya ini, al-Bukhari justru menambahkan lima belas ribu Hadis lainnya, kemudian beliau membacakan semuanya itu hanya dengan hafalannya. Dua temannya ini lalu membenarkan tulisannya dari hafalan al-Bukhari.

Lantas beliau berkata, “Apakah kalian mengira aku menyelisihi kalian dan membuang-membuang waktu?” Akhirnya dua temannya ini sadar bahwa tidak ada yang bisa menandingi kuatnya hafalan al-Bukhari.

Ketika Al-Bukhari diuji hafalannya

Kuatnya hafalan al-Bukhari membuat para ulama dari berbagai negara ingin mengujinya. Diceritakan sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra yang ditulis oleh Tajuddin as-Subki (w. 771 H), pada suatu kesempatan al-Bukhari berkunjung ke Baghdad, di sana beliau diuji hafalannya dengan seratus Hadis yang sudah diubah atau ditukar matan maupun sanadnya. Matan satu sanad diubah dengan matan Hadis yang lain, dan sebaliknya. Setiap penguji memegang sepuluh Hadis yang nanti akan dilontarkan kepada al-Bukhari. Banyaknya penguji berjumlah sepuluh orang.

Penguji pertama menanyakan satu persatu Hadis yang telah dipegangnya kepada al-Bukhari. Setiap kali ditanya, al-Bukhari hanya menjawab, “Saya tahu dan mengenal hadis itu dengan sanad yang telah disebutkan.” Demikian jawaban beliau sampai pada Hadis kesepuluh dari penguji yang pertama.

Berikutnya gantian penguji kedua yang melontarkan sepuluh Hadis yang dipegangnya. Setiap kali mendengar satu persatu Hadis dari penguji kedua, al-Bukhari menjawab, “Aku tidak mengenalnya.” Hingga selesai sampai pada penguji yang terakhir. Sementara, jawaban al-Bukhari  tetap sama yaitu, “Aku tidak mengenalinya.”

Setelah penguji selesai menyampaikan Hadisnya, al-Bukhari menoleh kepada penguji pertama untuk membenarkan matan maupun sanad Hadis yang telah sengaja diubah untuk menguji al-Bukhari. Beliau mengatakan, “Hadis-mu yang pertama mestinya sanadnya demikian, yang kedua mestinya sanadnya demikian, yang ketiga mestinya sanadnya demikian.”

Al-Bukhari menjawab semua Hadis yang telah dilontarkan oleh sepuluh penguji kepadanya. Setiap Hadis telah beliau cocokan dengan masing-masing matanya dengan benar. Akhirnya, membuat orang-orang yang hadir mengakui kehebatan dan kuatnya hafalan al-Bukhari.

Menanggapi kisah tersebut, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) di dalam kitab karangannya, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, mengatakan bahwa hal yang menakjubkan dari beliau bukan pada kemampuannya membenarkan Hadis yang salah karena beliau memang seorang hafizh (penghafal) Hadis. Namun yang menakjubkan adalah kemampuannya menyebutkan kembali banyaknya Hadis yang telah diacak oleh penguji, lalu beliau urutkan secara tertib sanad maupun matannya dengan sekali mendengar.

Kisah diujinya hafalan al-Bukhari juga terjadi ketika beliau berkunjung ke Samarqand. Seperti yang sudah dituliskan di dalam kitab Siyar ‘Alam an-Nubala’, bahwa ada empat ratus ulama Hadis menguji hafalan Hadis al-Bukhari, yang mana sebelumnya telah dicampur-adukkan sanadnya.

Misalnya sanad penduduk Syam dimasukkan ke dalam sanad penduduk Irak. Sanad penduduk Yaman dimasukkan ke dalam sanad penduduk Haramain. Ketika para ulama ini membacakan hadis beserta sanadnya yang sudah dicampur-adukkan itu, al-Bukhari bisa mengoreksi semua Hadis dan sanad tersebut dengan baik dan benar. Para ulama penguji tidak menemukan kesalahan satu pun, baik itu dalam susunan sanad maupun matannya yang disampaikan oleh al-Bukhari.

Sumber Rujukan

Hanif Luthfi, Lc., MA., “Biografi Imam Bukhari”, Rumah Fiqih Publishing, Jakarta Selatan, 2020.

Ust. Cece Abdulwaly, “Rahasia di Balik Hafalan Para Ulama”, Laksana, Yogyakarta, 2019.

Khoirul Amru Harahap, Lc., MHI, Achmad Faozan, Lc., M.Ag., Terjemahan “Uzhamaa’u Al-Islam ‘Abra Arba’ah ‘Asyra Qarnan Min Az-Zamaan: Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah” karya Syaikh Muhammad Sa’id, Putaka al-Kautsar, Jakarta Timur, 2020.

Kontributor

  • Ni’amul Qohar

    Ni’amul Qohar, atau yang biasa disapa Ni’am merupakan santri Pondok Pesantren Kreatif Baitul Kilmah, asuhan Dr. KH. Aguk Irawan, MA. Ia di sana belajar tentang kepenulisan, terjemah dan ngaji kitab-kitab turost. Ia juga menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Selain beraktifitas ngaji, menulis dan kuliah, ia juga menjadi salah satu tim redaksi di media ulamanusantaracenter.com yang didirikan oleh Kiai Amirul Ulum. Kepada Kiai Amirul Ulum, ia mengaji ala pesantren salaf dengan kosentrasi kitab-kitab turost karya para ulama, khususnya ulama Nusantara.