Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Teladan Cucu dan Cicit Rasulullah: Keburukan Dibalas Kebaikan

Avatar photo
37
×

Teladan Cucu dan Cicit Rasulullah: Keburukan Dibalas Kebaikan

Share this article

Dikisahkan, Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib mendapati kabar ada seseorang yang melontarkan kata-kata yang tidak menyukainya. Mendengar itu, cucu Nabi tadi mengambil nampan yang sudah dipenuhi buah kurma, lalu membawanya sendiri ke rumah orang tersebut.

Sesampainya di sana, Sayyidina Husein mengetuk pintu rumahnya. Sontak orang itu terbangun dan membukakan pintu. Di hadapannya, ia melihat Sayyidina Husein membawa nampan yang penuh dengan kurma.

“Apa ini wahai Cucu Rasulullah?” tanya orang itu.

Sayyidina Husein menjawab, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan amal kebaikanmu kepadaku. Ambillah ini sebagai imbalannya!”

Begitulah akhlak Cucu Rasulullah Saw. ketika mendengar omongan buruk dari orang lain. Ia menganggap, kata-kata buruk yang dilontarkan kepadanya sebagai sedekah pahala kebaikan. Sehingga dengan itu, ia tidak segan memberikan hadiah sebagai imbalan kepada orang yang membencinya.

Baca juga: Sayyidina Hasan, Husein dan Muawiyah di Mata Syekh Yusri

Akhlak Sayyidina Husein ini juga menurun ke putranya, Imam Ali Zainal Abidin, cicit Rasulullah. Suatu ketika, Imam Ali Zainal Abidin pergi ke masjid, lalu ada seseorang yang mencelanya. Melihat itu, teman-temannya geram dengan orang itu dan bermaksud memukul dan menyakitinya. Akan tetapi Imam Ali Zainal Abidin melarang mereka, “Tahanlah! Jangan kalian sakiti dia!”

Imam Ali Zainal Abidin lalu menoleh ke arah orang itu seraya berkata, “Sesungguhnya aku lebih dari sekedar apa yang kamu katakan. Apa yang tidak kamu ketahui tentangku lebih banyak dari apa yang kamu ketahui. Kalau kamu masih ingin mengutarakannya, silakan!”

Begitulah akhlak cicit Rasulullah. Ia menghadapi celaan orang lain tanpa didasari rasa marah sedikit pun. Bahkan ia tidak segan memberikan uang seribu dirham (jumlah yang tidak sedikit di masa itu) kepada orang yang mencelanya.

Melihat sikap ini, seseorang yang mencela tadi merasa malu kepada Imam Ali Zainal Abidin. Lalu orang itu mengatakan, “Aku bersaksi bahwa pemuda ini adalah keturunan Rasulullah Saw.”

Kisah di atas disarikan dari kitab at-Tibr al-Masbuk fi Nasihatil Muluk karya Imam al-Ghazali.

Baca juga: Karomah Sayyidina Husein yang Dirasakan Syekh Sya’rawi

Betapa indahnya akhlak cucu dan cicit Rasulullah. Inilah sesungguhnya ajaran Islam; untuk tidak membalas keburukan dengan keburukan, melainkan keburukan dibalas dengan kebaikan.

Allah Swt. telah menegaskan ini dalam firman-Nya:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

Artinya, “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Fusshilat: 34)

Menurut tafsiran Ibnu Abbas, Allah Swt. melalui ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bersabar di kala dibuat marah, dan memaafkan di saat disakiti. Ketika hal ini dilakukan, maka Allah akan menjaganya dari bisikan setan. Musuh akan tunduk berbalik menjadi kawan.

Syekh Wahbah Zuhaili di dalam kitab tafsirnya, at-Tafsir al-Munir, menjelaskan bahwa kebaikan dan keburukan tidaklah sama. Perilaku baik akan mendapatkan ridha Allah Swt. sedangkan perilaku buruk adalah hal yang tidak disukai oleh-Nya.

Ketika ada orang yang berbuat buruk kepada kita, hadapilah dengan kata-kata yang baik, perbuatan buruk dibalas dengan muamalah yang baik. Semakin keburukan itu dihadapi dengan keburukan yang serupa, maka akan terjadi keburukan yang terus-menerus tiada hentinya.

Ketika kita bersabar atas keburukan orang lain, tidak membalasnya dengan kemarahan, dan tidak menyakitinya dengan keburukan yang serupa, maka orang itu akan merasa malu atas apa yang telah ia perbuat dan akan menghentikan perilaku buruknya. Dengan itu, tiadalah api permusuhan antara kita dengannya. Semuanya akan berbalik menjadi cinta. Ia akan menjadi teman yang baik bagi kita. (Lihat Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib).

Semoga kita semua bisa meneladani akhlak cucu dan cicit Rasulullah Saw., dan bisa mengamalkan ajaran al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Allahul Musta’an.

Kontributor

  • Hamim Maftuh Elmy

    Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo. Sekarang tengah melanjutkan studi di Universitas al-Azhar Kairo Mesir.