Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Berbeda Tapi Tetap Saudara, Kisah Persahabatan Sunni dan Khawarij

Avatar photo
62
×

Berbeda Tapi Tetap Saudara, Kisah Persahabatan Sunni dan Khawarij

Share this article

Muharib bin Ditsar, seorang ulama Ahlus sunnah, sementara temannya Imran bin Hiththan seorang Khawarij. Keduanya adalah sahabat dekat, ketika haji berangkat bersama-sama, dan tak pernah saling mencela.

Abdurrahman bin Abi Laila adalah seorang Alawi. Ia berpandangan bahwa Ali lebih berhak jadi Khalifah ketimbang Utsman bin Affan. Sebaliknya, Abdullah bin ‘Ukaim adalah seorang Utsmani. ia menganggap Utsman bin Affan lebih berhak sebagai Khalifah dibanding Ali bin Abi Thalib. Namun Abdurrahman dan Abdullah adalah sahabat karib dan tak pernah saling mencela. Bahkan, ketika ibunda Abdurrahman meninggal dunia, Abdullah bin ‘Ukaim memimpin sholat jenazahnya.

Begitupun Thalhah bin Musharrif dan Zubaid al-Iyami. Thalhah seorang Utsmani, sedang Zubaid seorang Alawi. Keduanya juga sering berbeda pendapat. Menurut Thalhah, air perasan anggur itu haram diminum, sementara Zubaid berpendapat halal. Namun keduanya adalah sahabat setia dan tak pernah saling mencela.

Keduanya sholat di masjid yang sama. Bahkan menjelang wafat, Thalhah sempat berwasiat untuk Zubaid. Dalam kitabnya Al-Kâmil, Ibn ‘Uday mencatat: Tidak ada dua orang yang lebih akrab dan saling mencintai di kota Kufah melebihi akrabnya Thalhah dan Zubaid.

Baca juga: Kisah 7 Kaum Muda Wahabi Tobat di Hadapan Ulama Mekkah

Hal serupa juga terjadi pada Abdullah bin Idris al-‘Audi yang merupakan seorang Utsmani, sedangkan ‘Abtsar bin Qasim seorang Alawi.

Abdullah mengharamkan air perasan anggur, sedangkan ‘Abtsar menganggapnya halal dan meminumnya. Namun keduanya tetap saling bersahabat layaknya saudara kandung. Bahkan ketika ‘Abtsar meninggal dunia, Idris membayarkan seluruh hutangnya.

Dâwûd bin Abi Hind adalah seorang Imam Ahlussunnah, sedangkan sahabatnya yang bernama Musa bin Sayyar adalah seorang ulama Qadariyah. Dalam kurun 50 tahun keduanya bersahabat, namun tidak pernah saling mencela.

Sulaiman al-Taimi juga seorang Imam Ahlus Sunnah, sedangkan sahabatnya al-Fadhl al-Ruqasyi seorang Imam Muktazilah. Namun Sulaiman dan al-Fadhl adalah sahabat karib sampai mati. Kedekatan keduanya tak tersekat, bahkan Sulaiman pun menikahi putri al-Fadhl.

Inilah salaf.

Baca juga: Perbedaan Pendapat dan Pentingnya Persatuan: Perspektif Ibnu Taimiyah

Kontributor

  • Armansyah

    Alumnis Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Fakultas Syariah Islamiyah