Di
zaman Nabi, ada dua orang bersaudara yang salah satunya bekerja
mencari penghasilan dan satunya lagi tidak. Yang tidak bekerja menyibukkan
dirinya mengikuti majelis Nabi, mendengarkan hadis dan menuntut
ilmu.
Karena
merasa saudaranya tidak membantunya bekerja, ia pun datang menemui Nabi mengeluhkan saudaranya yang tidak ikut bekerja bersamanya, berharap
supaya Nabi menegur saudaranya mungkin. Mendengar keluhan tersebut ternyata Nabi tidak menyalahkan saudaranya yang tidak bekerja, malah beliau menjawab:
لعلك تُرزق به
“Boleh
jadi kamu diberi
rezeki karena saudaramu itu.”
Iya,
boleh jadi karena ketulusan niat dalam belajar dan keberkahan ilmu saudaramulah
yang menyebabkanmu memperoleh rezeki, bukan karena usahamu semata.
Diriwayatkan
oleh Imam at-Tirmidzi dengan sanad yang sahih.
Hadis
ini merupakan salah satu dari sekian banyak dalil yang menunjukkan bahwa asbab
turunnya rezeki itu tidak terbatas pada asbab hissi (inderawi) saja,
tetapi juga ada asbab rezeki yang ma’nawi, yaitu asbab yang secara zahir
tidak tampak kaitannya dengan kelapangan rezeki, tapi syara’ menegaskan ia
merupakan salah satu faktor turunnya rezeki.
Adanya
anggota keluarga yang tulus menuntut ilmu, siapa yang sangka ternyata ia
merupakan salah satu sebab dibukakannya pintu
rezeki bagi anggota keluarganya lainnya yang bekerja? Namun begitulah syara’
menjamin dan memastikan
Dalam
ikhtiar mencari
rezeki, seorang mukmin sepatutnya menghimpun kedua macam asbab ini, asbab
hissi dan ma’nawi, dan tidak merasa cukup dengan satu macam asbab
saja. Meyakini sepenuh hati bahwa asbab ma’nawi juga akan mendatangkan
rezeki sebagaimana asbab hissi merupakan tanda kesempurnaan iman.