Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kisah Ibnu Arabi Menjadi Murid Nabi Khidir

Avatar photo
44
×

Kisah Ibnu Arabi Menjadi Murid Nabi Khidir

Share this article

Suatu ketika Ibnu Arabi
naik kapal besar untuk menyeberangi lautan, tiba-tiba di tengah laut terjadi
badai dan gelombang yang sangat besar. Semua penumpang panik dan berlarian
menuju sang Syaikhul Akbar.

“Wahai Syaikh, Anda kan
seorang sufi besar, berdoalah agar kapal ini tidak tenggelam dihantam badai dan
gelombang besar,” pinta salah seorang dari mereka.

“Baiklah,” jawab Ibnu
Arabi seraya bangkit dari zikirnya.

Semua mata tertuju pada
sufi besar asal Andalusia tersebut.

Ibnu Arabi segera naik
ke ujung tiang kapal itu dan berkata, “Wahai lautan kecil, tunduklah pada
lautan yang besar. Aku adalah laut yang besar dan kamu adalah laut yang kecil!”

Setelah mendengar
ucapan Ibnu Arabi, lautan pun menjadi tenang kembali.

Peristiwa ini merupakan
manifestasi dari teori Mikrokosmos-Makrokosmos; di mana manusia—khalifah—yang meskipun
bertubuh kecil (mikrokosmos: jagat kecil) sejatinya adalah makrokosmos (jagat
besar), sedangkan alam semesta yang meskipun luas (makrokosmos) sebenarnya
merupakan mikrokosmos-nya manusia.

Lalu muncullah ikan
raksasa dari dalam laut yang dapat berbicara. Ikan raksasa itu berkata, “Wahai Ibnu
Arabi, laut telah engkau taklukkan. Akan tetapi, kapalmu tidak akan aman
sebelum engkau bisa menjawab dua pertanyaanku.”

Ibnu Arabi menjawab
dengan tenang, “Baiklah. Aku akan menjawab pertanyaanmu.”

“Pertanyaan pertama,
berapa lama masa idah seorang perempuan yang suaminya jadi kera? Dan yang kedua,
berapa lama masa idahn seorang perempuan yang suaminya jadi batu?”

Ternyata pertanyaan
ikan raksasa itu adalah pertanyaan khas fikih, rumit. Namun, karena Syaikhul
Akbar asal Andalusia itu adalah seorang sufi besar yang menguasai fikih, ilmu kalam,
dan tasawuf, tentu ia matang dalam ushul fikih.

Ushul fikih adalah ilmu
hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori, dan
sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang
diambil dari sumber-sumber tersebut.

Ibnu Arabi menjawab, “Perempuan
yang suaminya jadi kera, masa idahnya adalah seperti idah perempuan yang
dicerai hidup oleh suaminya. Sedangkan masa idah perempuan yang suaminya jadi batu
adalah sama seperti idah perempuan yang ditinggal mati suaminya.”

“Kamu benar, Ibnu Arabi!”
seru ikan raksasa, kemudian ikan itu berubah menjadi Nabi Khidir. “Ikutlah
bersamaku,” ajaknya.

Dalam pertanyaan di
atas, kera adalah simbolisasi (siloka) makhluk yang masih hidup, sedangkan batu
ialah representasi makhluk yang telah mati.

Ibnu Arabi pun
mengikuti Nabi Khidir dan menjadi muridnya.

***

Suatu hari Ibnu Arabi
lewat di tengah kerumunan orang-orang kaya, politisi, dan pejabat yang sedang
menggelar pesta pora.

Salah seorang dari
mereka berkata, “Wahai Syeikh, Anda kan sufi besar, tolong jawab pertanyaan
kami.”

Ibnu Arabi berhenti, menoleh,
lalu menjawab, “Apa pertanyaan kalian?”

“Tuhan itu ada di mana,
sih?” sambung orang itu.

“Tuhan yang kalian
sembah-sembah itu, sekarang ada di bawah telapak kakiku,” sahut Ibnu Arabi
tegas.

Orang-orang itu murka. “Kurang
ajar kamu! Dasar murtad! Kafir!”

Ibnu Arabi diam saja.
Orang-orang itu menghambur ke arahnya. Mereka memukuli sang syeikh
beramai-ramai sampai babak-belur. Setelah kejadian itu, Ibnu Arabi jatuh sakit
dan akhirnya wafat.

Setelah kematiannya,
salah seorang yang menganiaya Ibnu Arabi merasa penasaran atas ucapan
kontroversialnya. Ia bersama para orang kaya, politisi, dan pejabat menggali
tanah yang pernah dipijak oleh Ibnu Arabi. Mereka ingin membuktikan ucapan Ibnu
Arabi bahwa Tuhan ada di bawah telapak kakinya itu keliru.

Setelah digali, mereka
semua terperenyak. Ternyata di bawah tanah itu ada sebuah peti besar yang
berisi emas, perhiasan, dan uang yang sangat banyak.

Sontak saja semua orang itu meraung-raung serta menjerit-menjerit.
Mereka baru menyadari bahwa ucapan Ibnu Arabi adalah sindiran. Betapa jiwa-jiwa
mereka selama ini telah membuang Allah dan menggantinya dengan
sesembahan-sesembahan yang lain, yaitu: harta, pangkat, jabatan, dan kekuasaan.

Kontributor