Kisah
Menilik Tradisi Azan Pitu Warisan Sunan Gunung Jati Cirebon
Kota Cirebon merupakan salah satu kota yang terkenal dengan tradisi keislamannya. Kota ini juga menyimpan banyak sekali peninggalan sejarah. Di antara masjid peninggalan Sunan Gunung Jati, sekaligus juga salah satu dari masjid tertua di Indonesia adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1480 Masehi, bertepatan dengan zaman dakwah Wali Songo di bumi Nusantara. Saat itu Sunan Kalijaga dan Raden Sepat ditugaskan menjadi arsitek pembangunan masjid.
Yang unik dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini adalah Azan Pitu yang senantiasa dikumandangkan saat Shalat Jumat. Pitu berarti tujuh, dalam artian azan shalat Jumat dikumandangkan oleh 7 muadzin secara bersamaan.
Masyarakat Cirebon sudah tidak asing dengan tradisi azan pitu di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Tradisi Azan Pitu sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati dan memiliki nilai spiritual yang mendalam. Yang mengumandangkan Azan Pitu adalah petugas kaum di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, tidak sembarang orang dapat mengumandangkan azan pitu di masjid ini.
Azan Pitu sendiri juga dipercaya dapat menolak bala dan wabah. Kisah Azan Pitu sebenarnya dimulai dari mewabahnya suatu penyakit mematikan di zaman Sunan Gunung Jati.
Alkisah, pada zaman Sunan Gunung Jati, terdapat sebuah wabah penyakit mematikan yang menewaskan salah satu Istri Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Pakungwati.
Wabah itu diyakini adalah kiriman dari seorang pendekar ilmu hitam, Menjangan Wulung yang tidak suka dengan syiar Islam di Cirebon. Menjangan Wulung juga sering berdiam diri di momolo (kubah) Masjid. Azan pitu kemudian menjadi petunjuk dari Sunan Gunung Jati untuk menghentikan wabah mematikan tersebut.
Dalam salah satu versi, Sunan Gunung Jati menyuruh tujuh orang untuk mengumandangkan azan secara bersamaan ketika waktu Subuh, lalu suara ledakan yang sangat dahsyat terdengar dari kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Ledakan itu membuat Menjangan Wulung terpental dan tewas. Sementara kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa terpental hingga ke Banten serta menumpuk pada kubah Masjid Agung Serang Banten. Saat ini, Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak memiliki Kubah dan Masjid Agung Serang Banten memiliki dua kubah.
Azan Pitu hanya menggunakan satu nada saja, tidak memiliki irama seperti azan lain pada umumnya. Kini, azan pitu dilakukan saat azan pertama Salat Jumat, dan untuk azan kedua hanya satu orang.
Setelah azan pertama, jamaah melakukan Shalat sunah seperti biasa lalu muazin yang berjumlah satu orang mengumandangkan azan kedua lalu khatib berkhotbah di mimbar. Disebutkan bahwa mimbar Khotib yang berada di Masjid Agung Sang Cipta Rasa telah berusia ratusan tahun.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dapat menjadi penguat kebersamaan, toleransi, juga perlawanan terhadap wabah. Masjid yang berada di kawasan Komplek keraton Kasepuhan ini sekarang menjadi Masjid tertua di Cirebon.
Para muazin kini menggunakan jubah hijau, kadang ketujuhnya mengenakan jubah putih.
Menurut sebuah riwayat, azan pitu awalnya dikumandang pada setiap 5 waktu shalat, namun kini hanya dikumandangkan pada saat azan pertama Shalat Jumat. Sampai hari ini, azan pitu tetap dilestarikan.
Selain itu, di Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga terdapat “Sumur Zam Zam” atau “Banyu Cis Sang Cipta Rasa” yang ramai dikunjungi banyak orang, terutama pada bulan Ramadhan. Sumur yang terdiri dari dua kolam ini diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang.
Baca Juga
Kisah patah hati Sayidah Khadijah
18 Oct 2024
Kasih sayang KH. Hasyim Asy’ari terhadap anjing
19 Aug 2024