Artikel

Tendang Sesajen, Cermin Sikap Intoleran dalam Beragama

10 Jan 2022 08:12 WIB
1168
.
Tendang Sesajen, Cermin Sikap Intoleran dalam Beragama Viral seorang pria menendang sesajen di gunung Semeru. Aksinya menunai banyak kritik.

Hari ini di medsos sedang geger karena ada orang yang gegabah “merusak” sesajen di Gunung Semeru. Masalahnya masih sama seperti dulu-dulu, yakni intoleransi. Saya lebih condong untuk mempersoalkan masalah intoleransi di Indonesia daripada hukum sesajen itu sendiri.

Pada intinya, intoleransi terjadi ketika pikiran tidak dibuka seluas-luasnya. Islam yang kita kenal sebetulnya sangat luas ajarannya; tidak melulu soal “halal-haram” dan “kafir-mengkafirkan”.

Jika dikalkulasikan menurut penelitian Syaikh Ali Jum’ah dalam al-Fatawa al-‘Ashriyyah (hlm. 171-172), isi al-Quran dan hadits sangatlah kaya dengan komposisi nilai-nilai akidah dan akhlak sebanyak 95%, sementara 5% lainnya merupakan penjelasan tentang hukum perbuatan manusia (hukum fikih).

Dari 5% isi al-Quran dan hadits ini, para ulama mampu membahas sekitar 1.200.000 pembahasan yang ada di kitab fikih. Dari jumlah yang begitu besar tersebut, ada sekitar 100 permasalahan yang masyhur dan sering menjadi bahan perbedaan pendapat dan kefanatikan.

Seratusan permasalahan fikih tersebut antara lain tentang masalah hukum bernyanyi, bermain musik, mencukur jenggot, bersiwak, memendekkan pakaian di atas mata kaki, dan lain-lain. Sementara sisa pembahasan fikih yang 1.200.000 ini tidak lagi atau kurang begitu diperhatikan.

Hal ini tanpa disadari bahwa perbedaan ini hanyalah sekitar 1% dari 1.200.000 pembahasan yang ada. Dan sebenarnya, 1.200.000 pembahasan ini merupakan 5% saja dari Islam, yang mana 95% lainnya mendidik kita untuk menjadi manusia seutuhnya yang bisa memanusiakan manusia, sebagai anak Adam yang telah Tuhan muliakan. (Postingan ini pernah dimuat di FB Syaikh Ali Jum’ah).

Lalu di mana sisa ajaran Islam yang 95% itu? Ajaran keseluruhannya direduksi dan tertimbun oleh pola pikir bahwa “Islam adalah fikih atau hukum.” Titik. Padahal selain pembahasan hukum, Islam juga membahas panjang lebar soal membangun akidah, cara pandang, karakter dan akhlak seorang muslim. Juga tentang hakikat kehidupan dunia ini, tujuan kita hidup, bagaimana cara kita hidup, bagaimana cara berinteraksi, dan cara menuju Allah.

Jadi, belajarlah dulu yang lengkap, dan benar, sebelum gagah-gagahan soal hukum dan seterusnya agar tidak berakhir pada intoleransi dan ekstrimisme.

Cara Melihat Keragaman Mazhab dan Pemikiran

Menyoal kondisi zaman, pernah suatu ketika ada seorang murid bertanya kepada Syaikh Ali Jum’ah, "Ya Maulana, sekarang ini banyak sekali perbedaan antar kelompok-kelompok, pemikiran-pemikiran, berbagi macam mazhab dan kecenderungan, bagaimanakah cara saya keluar dari kebingungan ini?"

Beliau menjawab, "Pilihlah yang mempunyai orientasi suhulah, yaitu tata cara beragama yang mudah.”

Apa yang disampaikan Syaikh Ali Jum’ah di sini hampir mirip dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Abdullah bin Bayyah meskipun dengan bahasa yang lain. Ia pernah mengatakan:

“Beberapa orang, jika kamu berbeda pemikiran dengan adat yang biasa mereka lakukan, menyangka bahwa kamu telah menyalahi hukum Allah Swt dan Rasul-Nya. Persepsi seperti ini tidaklah benar. Karena ilmu itu ada banyak sekali, tersimpan dalam lembaran-lembaran, dan tersebar. Sedangkan Anda, wahai saudaraku, belum berusaha mempelajari semua literatur itu secara lengkap.”

Syaikh Abdullah bin Bayyah juga pernah mengatakan:

"Banyak dari para penuntut ilmu tidak mengindahkan adanya hukum makruh. Hukum makruh dalam pandangan mereka dianggap tidak ada, yang ada hanya haram dan haram. Haram! Kalau tidak begitu akan dikatakan syirik!"

Begitu juga dengan pendapat guruku Syaikh Hasan Jabr ketika mengaji tafsir al-Bahr al-Madid. Kurang lebih beliau juga menyampaikan hal yang sama, "Sumber carut marut sekarang ini karena ekstrimisme, sifat ghuluw (berlebihan) dan menafsirkan nash tanpa kaidah ilmiah.”

Kesimpulannya, "ngunu yo ngunu tapi yo ojo ngunu..."

Bumi Sepuh Hafidzahullah
Bumi Sepuh Hafidzahullah / 11 Artikel

Nama aslinya Syamsudin Asyrofi, aktifis Lakpesdam NU, mahasiswa S2 di Universitas Al-Azhar Mesir jurusan Tafsir dan Ulumul Quran dengan konsentrasi tesis bertemakan tafsir sufistik dalam bingkai sosial.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: