Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Grand Syekh Al-Azhar 1: Imam al-Kharasyi yang Berjuluk Syeikhul Malikiyah

Avatar photo
43
×

Grand Syekh Al-Azhar 1: Imam al-Kharasyi yang Berjuluk Syeikhul Malikiyah

Share this article

Dalam catatan yang bisa diakses, ulama dan sejarawan tidak tahu kapan jabatan Grand Syekh Al-Azhar atau pemimpin tertinggi Al-Azhar dimulai, baik atas ulama atau dari segi administrasinya.

Bisa dikatakan semua penulis tentang posisi Syeikhul Azhar (yang biasa kita sebut dengan Grand Syeikh atau Grand Imam) merujuk ke catatan al-Jabarti dalam Ajabaibul Atsar.

Pada jilid pertama, al-Jabarti dengan jelas menyebut bahwa al-Kharasyi, tokoh yang akan kita bahas ini, menjabat sebagai Grand Syekh Al-Azhar tanpa menyebut apakah ia tokoh pertama yang menjabat, atau tidak. Oleh karenanya kapan jabatan prestisius yang selevel dengan jabatan Syaikhul Islam di Ottoman ini dimulai, masih misteri.

Profesor kajian timur tengah Universitas Los Angeles, Daniel Crecelius, sebagaimana dikonfirmasi oleh asy-Syinawi dalam Al-Azhar Jami’an wa Jami’atan, juga tak menemukan titik temu kendati ia telah serius dalam rentang waktu yang cukup lama mengorek catatan di lembaga pencatatan dan manuskrip di Mesir untuk mencari jawaban dalam hal ini

Sebagaimana yang lain, ia lalu menyebut bahwa tokoh pertama yang menduduki jabatan Grand Syekh Al-Azhar adalah al-Kharasyi, berdasarkan catatan al-Jabarti yang, sekali lagi, sebenarnya al-Jabarti juga tidak menyebut bahwa beliau adalah tokoh yang pertama menjabat. Tapi karena catatan al-Jabarti yang dirasa paling tua, maka ia dianggap sebagai laporan paling tua yang bisa diakses. Dan kini menjadi semacam ijmak bahwa al-Kharasyi adalah Grand Syekh Al-Azhar pertama.

Riwayat Hidup Al-Kharasyi

Lahir pada 1010 H dengan nama Muhammad bin Abdullah. Atau kalau disertakan dengan kuniyah dan laqab-nya menjadi Abu Abdillah Muhammad bin Jamaluddin Abdullah al-Kharasyi. Dikenal dengan al-Kharasyi, nisbat dari kampung halaman yang bernama Abu Kharasy, sebuah kampung subur yang dilewati sungai Nil bagian delta provinsi Buhairah.

Meneguk air pengetahuan di Al-Azhar, tentu banyak sekali guru al-Kharasyi. Tapi di antara yang pengaruhnya kuat adalah Khatimatul Muhadditsin Ibrahim al-Laqqani dan Khatimatul Fuqaha Ali al-Ajhuri. Kelak beliau juga menjadi pengajar di Al-Azhar dan punya pengaruh besar di sana.

Syekh al-Kharasyi lahir 37 tahun setelah wafatnya Imam Asy-Sya’rani. Jika era Imam Sya’rani adalah era di mana para soko guru khazanah Islam yang kesohor amat melimpah (sebut saja Syeikhul Islam Zakariya al-Anshari, Imam as-Suyuti, ar-Ramli al-Kabir dan ash-Shaghir, al-Munawi, dll), tentu saja era era Imam al-Kharasyi juga demikian.

Baca juga: Sejarah Jabatan Grand Syekh Al-Azhar

Kendati banyak menulis kitab bahkan kitab-kitabnya menjadi rujukan penting dalam khazanah Islam, dan beberapa darinya menjadi diktat atau bahan ajar di Al-Azhar, sosoknya tak begitu dikenal kecuali di surup umurnya dan menjabat sebagai Grand Syekh Al-Azhar hingga akhir hayatnya.

Hemat saya beliau sebagaimana seniornya, Syeikul Islam Zakaria al-Anshari, yang amat kesohor tapi tak banyak orang tahu detil profilnya. Kalau saja Syekh asy-Sya’rani tak menuliskan sosok Syeikhul Islam dalam ath-Thabaqat ash-Shughra niscaya profil beliau tertimbun oleh karya-karya dan anak murid beliau.

Al-Khurasyi atau al-Kharasyi?

Ada beberapa pembacaan atas nisbat beliau, tapi yang benar kha’nya dibaca fathah. Kharasyi. Lalu, kharaasyi pakai alif (الخراشي) atau kharasyi tanpa alif (الخرشي)? Banyak yang menulis dengan cara kedunya, akan tetapi Syekh Ali Ash-Sha’idi menyebut bahwa penulisannya adalah al-Kharasyi tanpa alif sebagaimana merujuk tulisan tangan  Syekh al-Kharasyi langsung.

Soko Guru Mazhab Maliki

Syeikhul Malikiyah Syekh Ali Ash-Sha’idi (1189 H) dalam pengantar hasyiyahnya atas syarah al-Kharasyi atas Mukhtashar al-Khalil dalam Fikih Maliki menyebut Imam al-Kharasyi dengan penuh kemegahan, “Syeikhul Malikiyah di barat dan timur. Panutan salikin Arab dan ajam”.

Beliau berumur panjang, kurang lebih 91 tahun. Saking besarnya pengaruh, di akhir umurnya, bisa dikatakan di Mesir tak ada pelajar dan ulama kecuali muridnya langsung atau murid dari muridnya.

Dalam Mazhab Malikiyah, beliau adalah pemegang otoritas penting dalam mentahrir mazhab. Tahrir adalah menyeleksi ijtihad para ulama mazhab agar legal dinisbatkan kepada mazhab. Kitab-kitab beliau sebagai umdah atau soko guru Malikiyah sampai sekarang. Khususnya syarah beliau atas Mukhtashar al-Khalil yang di era modern dicetak dalam 8 jilid besar. Pendapat-pendapat beliau menjadi representasi pandangan Malikiyah.

Baca juga: Mengenal Grand Syekh Al-Azhar dari Prespektif Mahasiswa

Majelis beliau selalu digelar di madrasah al-Aqbughawiyah yang kini masuk bagian Al-Azhar bagian barat, dan di dekat mimbar di Al-Azhar. Dan kajian beliau atas Mukhtashar al-Khalil dibagi menjadi dua waktu. Sebagian di Aqbughawiyah dan sebagian lagi dibaca selepas Zuhur di dekat mimbar.

Tabarukan dengan Syekh al-Kharasyi

Masyarakat amat menghormati Syekh al-Kharasyi, bahkan lebih dari itu. Jika beliau lewat di pasar dengan keledainya, masyarakat akan menghuyung berdesakan ambil bagian dalam peristiwa. Mereka berusaha menyambut dan mencium tangannya.

Bagi yang tak dapat bagian, mereka akan mengusap bagian tubuhnya (biasanya pundak dan punggung), bahkan kalau tak bisa juga meraih tubuhnya, sebagian mereka mengusap keledainya, lalu mengusapkan ke wajah mereka.

Ya Kharasyi!

Jika melihat pengaruh Al-Azhar lewat masyarakat bawah Mesir secara umum, kita bisa lihat dari teriakan lantang mereka dengan “Ya Kharasyi!” ketika tertimpa masalah, apalagi dengan urusan pemerintah setempat. 

Syekh al-Kharasyi bukan hanya tempat pelajar memecahkan masalah rumit dalam belajar, atau masalah ulama yang buntu tak mendapat jawaban yang tepat ketika ditanya hal faktual oleh masyarakat. Beliau juga arah masyarakat secara umum mengadukan masalahnya.

Beliau dikenal dengan qadhi hawaijin nas, yang mengurus dan menangani kebutuhan masyarakat. Beliau amat disegani dan dirasa paling pantas memutuskan masalah mereka. Dengan nama besar beliau, apalagi saat menjadi orang nomor satu di Al-Azhar, nama al-Kharasyi bisa menjadi tiket prioritas dan suara yang didengar oleh pemerintah.

Karamah Syekh Al-Kharasyi

Tak ada karamah yang lebih besar dari keistikamahan. Istikamah dalam beribadah, mengajar, berbakti, dan bersosial. Istikamahlah yang membedakan dengan karamah dalam makna sebenarnya, atau karamah yang berbuntuk istidraj dari Allah.

Sebab karamah yang familiar di masyarakat dalam bentuk khawariqul adat ada dua kemungkinan: Karamah yang dijalankan oleh Allah kepada orang yang saleh, juga karamah yang diberikan kepada orang fasik sebagai istidraj, sebagaimana dikatakan oleh Syekh Salamah Azami murid senior Syeikh Muhammad Amin al-Kurdi.

Hal itu merujuk pernyataan Imam Zarkasyi dari Ibnu Hajar al-Asqalani dari Ibnu Munayyar, “Sangat mustahil jika istikamah bukan inti dari karamah. Sebab karamah dalam bentuk khawariqul adat hanya satu dari dua kemungkinan: rahmat atau fitnah.”

Syeikh ash-Sha’idi menyatakan dalam pengatar hasyiahnya, “Jika saja beliau tak punya karamah kecuali diterima oleh segenap masyarakat dari berbagai negara, juga tersebar dan dikajinya kitab-kitab beliau, niscaya itu cukup sebagai bentuk karamah beliau.”

Karya Tulis Al-Kharasyi

Al-Afghani pernah ditanya, “Kenapa Anda tak melahirkan karya tulis?”

Ana u’alliful rijal! Saya melahirkan para tokoh!”

Sosok Syekh Al-Kharasyi, selain melahirkan puluhan tokoh penting, seperti Imam Ibrahim al-Fayyumi yang kelak menjadi Grand Syekh Al-Azhar, juga menuliskn beberapa karya penting.

Di antara kitab-kitab Syekh al-Kharasyi adalah:

  1. Asy-Syarh al-Kabir ala Mukhtashar al-Khalil.
  2. Asy-Syarh ash-Shaghir ala Mukhtashar al-Khalil.
  3. Syarah Nukhbatul Fikr Ibnu Hajar al-Asqalani.
  4. Syarah al-Ajurumiyah yang pernah menjadi diktat ajar di Al-Azhar.
  5. Syarah atas Muqaddimah as-Sanusiyah.

Wafat

Pagi hari di hari Ahad, 17 Zulhijah 1101 H, beliau mangkat ke Rabbnya. Dikebumikan dekat ayahanda di komplek pemakaman umum seberang kantor masyiakhah yang dikenal dengan Qarrafah al-Mujawirin (lil azhar).

Makam Syekh al-Kharasyi sepelemparan batu dari makam Imam Khatib asy-Syirbini. Sudah tiga setengah abad lalu beliau berpulang, tapi peran intelektual beliau masih bisa dirasakan hingga kini. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Alfan Khumaidi

    Alumni Blokagung yang kini berdomisili di Mesir. Meminati kajian keislaman dan aktif di PCI NU Mesir.