Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Imam As-Sanusi, Pengarang Umm Al-Barahin

Avatar photo
26
×

Imam As-Sanusi, Pengarang Umm Al-Barahin

Share this article

Rangkaian
episode akhir ilmu kalam Asy’ari seakan ditutup oleh karya-karya
Imam AsSanusi. Tak ada karya
ilmu kalam mazhab Asy’ari yang mendapat apresiasi seramai karya Imam As
Sanusi. Karyanya dibaca
di timur dan barat islam.

Penulisan
Imam
As-Sanusi terkenal padat, argumentasinya kokoh, dan berupa intisari dari semua
karya mutakallimin terdahulu. Menurut Prof Abdul Fattah Barakah, keberhasilan
karya As-Sanusi dalam mewarnai ilmu kalam adalah karena orisinalitas ide dan keberhasilannya
keluar dari gaya penulisan ulama di masanya yang bersifat repetisi, dan mendaur
ulang logika dan pola ulama sebelumnya.

Pesantren-pesantren
tradisional Indonesia hingga detik ini masih sangat akrab dengan Aqidah
Sughra
beserta syarahnya dan
Umm AlBarahin yang dibubuhi catatan
pinggir (hasyiyah) Imam Ad-Dasuki. Sementara karya lainnya seperti Aqidah
Kubra, Al-Manhaj As-Sadid, Al-Muqaddimat
hampir tak tersentuh di Indonesia.
Puncak ilmu kalam dalam kurikulum pesantren adalah Umm Al
Barahin.

Barangkali
ulama
Yaman yang masih berkomitmen untuk menjauhi karya-karya Imam As
Sanusi karena ada pesan
langsung dari
Imam
Al-Haddad
seperti terekam dalam Al-Manhaj As-Sawi milik Habib Zein
bin Smith. Masih kentalnya aroma mantiq dalam karya-karya As Sanusi menjadi
alasan utama ulama Yaman.

Benar,
jika Aqidah Sughra dan Umm Al
Barahin dikuasai secara baik
maka sudah cukup untuk memantapkan keyakinan santri. Sayangnya di beberapa
pesantren tradisional kedua karya ini hanya dibaca dan dimaknai pegon saja.
Beberapa usta
dz
yang mengajar mengeluhkan betapa sulitnya memahami (atau memahamkan muridnya) kedua
kitab tersebut.

Kenyataan
ini kembali pada penguasaan ilmu mantiq dan balag
hah yang masih rendah. Selain
itu
,
karena minimnya diskusi ilmu kalam; santri lebih suka bahtsul masa’il fiqhiyah.
Alasannya karena ilmu kalam berkaitan dengan iman dan kufr “Jangan
terlalu mendalami ilmu tauhid. Kuatir kafir
,” Suatu ungkapan yang
menyesatkan.

Petualangan
Ilmiah Imam As-Sanusi

Menurut
penuturan seorang
kawan yang menyelesaikan magisternya di Univ. Al-Azhar dengan meneliti
karya-karya Imam As-Sanusi
,  Imam
As-Sanusi termasuk ulama yang belum pernah mendongakkan kepalanya ke langit
karena takut dan malu pada Allah.” Suatu ekspresi yang mengindikasikan
keulamaan, kewara’an dan kekhusyukan beliau.

Di
usianya yang masih 19 tahun, beliau sudah menulis Al-Muqarrab Al-Mustawfi Fi
Syarhi Fara’id Al-Hufi
, yang atas arahan gurunya batal dipublikasikan. “
Saya berharap agar kamu
bersabar untuk mempublikasikan karya ini hingga berumur 30
an,kata
gurunya.
Dengan
mata hatinya, sang guru hendak menjaga potensi sifat ujub (bangga) yang akan
timbul karena popularitas yang akan diterimanya. Ini mengindikasikan bahwa
karya perdananya ini bukan karya sembarangan.

Mula-mula
As-Sanusi belajar pada ayahnya, Yusuf As-Sanusi, semua ilmu dasar keislaman.
Ayahnya adalah seorang pengajar di kuttab (madrasah untuk anak kecil) yang
mengajar Al
Qur’an.
Belajar qiraat (seni baca Al-Qur’an) pada Abu Al-Hajjaj Yusuf bin Abu Al-Abbas Ahmad
As-Syarif Al-Hasani. Mendapat ijazah qiraat sab’ah dari banyak ulama: Abu
Al-Abbas Al-Yarnasi, Al-Laja’i, Nasr Az-Zawawi.
Bisa dibilang bahwa As-Sanusi
sudah melengkapi dirinya sesuai kualifikasi ulama di zamannya.

Sebagaimana
ulama klasik, As-Sanusi tak malu untuk belajar pada saudara tirinya seibu, Abu
Al-Husein Ali bin Muhammad At-Taluti Al-Anshari dalam kitab Ar-Risalah, dan
membaca Al-Irsyad karya Imam Al-Haramain pada seorang imam yang tekenal wara
nan shaleh Abu Al Qasim Al-Kanabisyi. Deretan nama-nama guru
Imam AsSanusi memang asing
bagi kita, yang sering mendengar nama-nama ulama timur, utamanya Mesir.

Jalan
Sufi As-Sanusi

Menurut
editor Syarah Shugra, Anas Muhammad Adna As
Syarqawi, jalan
kesufian As
Sanusi
dilalui dengan bimbingan seorang wali agung Ibrahim bin Muhammad At
Tazi. Itu artinya dia
seperguruan dengan Syeikh Ahmad Zarruq yang masyhur itu. Meski seperti diakui sendiri
oleh Zarruq dalam autobiografinya, Imam Zarruq masih berguru pada Imam As
Sanusi.

AsSanusi juga memiliki
hubungan istimewa dengan seorang wali qutub masa itu: Al
Hasan bin Makhluf AlMazili yang terkenal
dengan sebutan Abarkan. Setiap masuk
ke dalam
maj
elis,
Abarkan selalu memandang As
Sanusi
dengan senyum seraya berucap
,
Semoga
Allah menjadikanmu bagian dari imam yang bertakwa
.

As
Sanusi, Ulama Anti Pemerintah

Saat
Syeikh Abarkan wafat, dia diminta menggantikan posisinya di majelis. Tapi Imam
As
Sanusi
menolak dengan lembut. Meski dipaksa dia tetap bergeming dan memilih berkirim
surat pada perwakilan pemerintah setempat berisi permintaan maafnya.

Seorang
muridnya, Al
Malali,
bercerita dalam bukunya Nailu Al
Ibtihaj: Suatu ketika saya
mendampingi guru di gurun sahara. Tiba-tiba kami melihat karavan dengan pakaian
serba mewah. As Sanusi bertanya
,
Siapa
mereka?”

Kami
menjawab
,Para pembesar sultan.

Kami
mendengar
dia membaca
taawwudz (perlindungan pada Allah) kemudian mencari jalan lain.

Dia
juga menolak semua hadiah yang dikirim
sultan
atau bawahannya. Tapi tak pernah menolak hadiah dari sahabat dan santrinya
karena menerima hadiah adalah warisan Rasulullah.

Namun
saat ada rakyat kecil yang meminta tolong agar mendapat keringanan (syafaat) atau
pembebasan hukuman dari penguasa
, maka
dia akan berkirim surat untuk hal itu. Di akhir surat dia akan mencatat
,Ini musibah yang menimpa
saya.” Seketika permohonan As
Sanusi
akan didengar dan dikabulkan. Ini menjadi bukti kekuatan diplomasinya di
hadapan penguasa.

As-Sanusi
di Majelisnya

Al-Malali
bercerita bahwa isi ceramah dan nasehat Imam As-Sanusi di majelisnya adalah
pesan tentang khauf (takut pada Allah) dan muraqabah (merasa
diawasi oleh Allah) serta mengingat akhirat.

Nasehatnya
tak terbatas hanya di mulut tapi sudah menjadi amaliyah yang melekat pada
dirinya. Dominasi sifat khauf terpancar dari dadanya yang bergemuruh
ketakutan pada Allah.   

Abu
Jakfar Al-Balwi Al-Wadi bercerita:
Saya
menghadiri dan berjumpa dengannya dalam majelisnya yang dipenuhi
santri-santrinya sekaligus juga peserta awam. Saya menghadiri kuliahnya tentang
tafsir Al-Fatihah dan awal surat Al-Baqarah dan kitab lainnya seperti Shahih
Al-Bukhari
.

Setiap
selesai shalat Ashar, para santrinya membaca secara berjemaah kitab
Aqidah Shugra yang dikarangnya. Dia
terkenal murah senyum pada siapapun. Anak-anak kecil berebut mencium tangannya.

As-Sanusi
yang Penyayang

As-Sanusi
menentang budaya memukul anak kecil di pengajian Al-Qur’an (kuttab) kawasan
Barat Islam
.
Sesungguhnya
Allah memiliki 100 rahmat yang tak akan diberikan kecuali kepada orang yang
memiliki sifat itu
, kata
beliau.

Dia
terkenal sangat pemurah; tak pernah menyimpan kelebihan rejeki. Dia berwasiat
,Siapa yang ingin masuk
surga maka hendaknya memperbanyak sedekah, utamanya saat paceklik
.

Pakaiannya
sama dengan apa yang dipakai masyarakat sekitarnya. As
Sanusi berpuasa seperti
puasa Nabi Daud: sehari puasa, sehari berbuka. Namun dia tak pernah menanyakan
menu buka puasanya; jika dihidangkan maka akan dimakan. Jika tidak maka tak
akan meminta.

Keseharian
Imam As-Sanusi

AlMalali, muridnya,
bercerita:

AsSanusi amat membenci
obrolan setelah Subuh dan Ashar. Setiap selesai Subuh,
beliau membaca wiridnya kemudian
mengajar hingga waktu sarapan. Lantas masuk rumah untuk shalat Dhuha dengan
membaca sekitar 10 hizib Al
Qur’an.
Kemudian menyibukkan diri dengan mengulangi pelajaran (mutala’ah) atau jika ada
maka menghadiri undangan, selain undangan elemen pemerintah. Jika yang
mengundang pejabat maka dia menolak hadir.

Selepas
Dzuhur, As
Sanusi
akan masuk ruang khalwatnya (menyepi) atau memilih duduk dengan santrinya
hingga Ashar.

As-Sanusi
akan kembali membuka majelisnya setiap selesai Isya’. Lantas pulang untuk tidur
sebentar. Saat terbangun dia akan menyibukkan diri dengan menulis atau mengedit
karya-karyanya, kemudian shalat hingga menjelang Subuh.

Karya-karya
As-Sanusi

Selain
trilogi akidah (Aqidah Sughra, Wustha, Kubra) dan Umm Al-Barahin
yang terkenal itu, As-Sanusi juga menulis karya Fara’id (Al-Muqarrab
Al-Mustawfi Fi Syarh Fara’id Al-Hufi
), Tafsir Asma Al-Husna, komentar
atas Shahih Al-Bukhari (tidak sampai selesai), ilmu Mantiq berupa
komentar atas Isaghuji, kitab fikih Maliki berupa komentar atas kitab Al-Mudawwanah.
Seluruh karyanya sekitar 40
an
judul.

Imam AsSanusi wafat di
Tilmisan dalam keadaan memegang tasbih pada hari Ahad, 18 Jumada Al-Akhirah 895
H dalam usia 56 tahun. Sementara tahun kelahirannya masih diperselisihkan.  

Kontributor

  • Abdul Munim Cholil

    Kiai muda asal Madura. Mengkaji sejumlah karya Mbah Kholil Bangkalan. Lulusan Al-Azhar, Mesir. Katib Mahad Aly Nurul Cholil Bangkalan dan dosen tasawuf STAI Al Fithrah Surabaya