Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Pesan Abu Musa Al-Asy’ari Menjelang Ajal (Bagian II)

Avatar photo
34
×

Pesan Abu Musa Al-Asy’ari Menjelang Ajal (Bagian II)

Share this article

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Abu Musa Al-Asy’ari masih sempat bercerita kepada putra-putranya tentang kisah pemilik roti yang juga ahli ibadah.

Abu Nu’aim Al-Ashfahani menceritakan dalam kitab yang sama namun dengan periwayat yang berbeda, yaitu Abu Burdah.

Ia berkata, “Ketika Abu Musa al-Asy’ari datang tanda-tanda kematiannya, dia berkata: Wahai putra-putraku, tahukah kalian kisah tentang seorang pemilik roti?

Abu Musa lantas melanjutkan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang rajin ibadah di sebuah tempat selama tujuh puluh tahun. Ia tidak turun dari tempat ibadah itu kecuali dalam satu hari. Saat ia turun, ia bertemu dengan setan yang menjelma dalam wujud seorang perempuan. Laki-laki itu membersamainya dalam beribadah selama tujuh hari tujuh malam.

Setelah itu, terbongkarlah samaran setan yang membuat laki-laki itu keluar dari rumah ibadahnya dengan bertaubat. Setiap melangkah, satu langkahnya ia hentikan untuk melaksanakan shalat dan sujud.

Dalam perjalanannya, malam yang gelap membawanya ke sebuah pondokan yang di dalamnya terdapat dua belas orang miskin. Sang lelaki itu kelelahan sehingga ia terkapar di hadapan dua orang dari mereka.

Di tempat itu juga ada seorang pendeta yang diutus kepada mereka untuk membawa beberapa potong roti. Roti-roti itu akan dibagikan kepada setiap orang dengan porsi satu roti perorangnya.

Saat pendeta itu melewati lakilaki tadi, ia mengiranya sebagai seorang miskin. Sehingga ia memberinya sepotong roti seperti yang lain. Akhirnya rotinya kurang. Lalu berkatalah orang yang tidak mendapatkan bagian rotinya kepada pendeta, “Mengapa engkau tidak memberikan rotiku? Apakah engkau membutuhkannya?”

Sang pendeta tadi membalas dengan balik bertanya, “Apakah engkau melihatku menahannya? Tanyakan apakah ada di antara kalian yang aku beri dua roti?  Mereka serentak menjawab, “Tidak.”

Seakan belum puas, pendeta menambahkan, “Apa engkau melihatku menahannya darimu? Demi Allah, apakah aku tidak memberimu apa- apa pada malam ini?

Tiba-tiba laki-laki yang bertaubat berdiri seraya membawa roti yang diberikan pendeta kepadanya. Kemudian ia memberikan rotinya kepada orang yang tidak mendapatkan bagian roti tersebut.

Namun tidak disangka, pada keesokan harinya laki-laki pemberi roti itu dipanggil ke haribaan Allah.

Abu Musa Al-Asy’ari melanjutkan ceritanya, “Kemudian ditimbanglah amalan tujuh puluh tahun laki-laki itu dengan amalan tujuh harinya (dengan setan yang menjelma menjadi perempuan), dan ternyata amalan tujuh harinya lebih berat timbangannya.

Kemudian amalan tujuh hari tersebut ditimbang dengan amalan membagikan sepotong roti. Dan ternyata amalannya itu lebih berat dari amalan tujuh harinya.

Abu Musa Al-Asy’ari menekankan lagi kepada anak-anaknya, “Ingat-ingatlah oleh kalian kisah seorang pemilik roti tersebut.”

Tidak lama setelah itu, Abu Musa menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 42 H. Ada yang mengatakan pada tahun 52 H. Ia dikebumikan di tempat bernama Tsawiyah yang jaraknya sekitar 2 mil dari kota Kufah.       

Dari kisah tersebut dapat kita pahami bahwa amal ibadah sosial ada kalanya lebih utama dari amal individual. Walaupun ibadah sosial tersebut kelihatannya hanya sedikit dilakukan, tetapi timbangannya lebih berat dari pada amal individual yang dilakukan selama puluhan tahun lamanya.

Di samping itu, Abu Musa menunjukkan jiwa sosialnya kepada putra-putranya. Bahwa menjadi hamba yang peduli terhadap sesama memiliki derajat yang lebih tinggi di sisi Allah dibandingkan dengan hamba yang individualis.

Namun derajat seorang muslim akan lebih sempurna jika menjadi seorang ahli ibadah sekaligus dengan kepekaan sosial yang tinggi. Sehingga pesan-pesan Abu Musa menjelang ajalnya juga bisa kita amalkan dengan semaksimal mungkin. Wallahu ta’ala A’lam.

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.