Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi surat al-Baqarah 221, larangan menikahi wanita musyrik

Avatar photo
23
×

Tafsir Syekh Sya’rawi surat al-Baqarah 221, larangan menikahi wanita musyrik

Share this article

Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, tentang pernikahan seseorang yang berbeda agama. Misalnya, calon pasangan suami muslim sedangkan calon istri non-muslim, atau sebaliknya.

Perihal pernikahan, pada dasarnya Al-Quran telah memberikan tuntunan terbaik perihal memilih pasangan yang harus dilakukan oleh pemeluknya. Tuntunan itu di antaranya harus sama-sama muslim agar tercipta tujuan pokok dari adanya nikah, yaitu mawaddah wa rahmah—kasih sayang”.

Selain itu, secara tersirat Al-Quran melarang pernikahan yang dilakukan oleh dua calon suami istri yang beda dalam beragama. Hal itu sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

وَلاَ تَنْكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنْكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَائِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُواْ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 221).

Tafsir Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab Tafsir wa Khawathiru Al-Quran al-Karim mengatakan, ayat ini menjadi bukti bahwa pernikahan merupakan salah satu momentum yang sangat sakral. Dengan menikah, seseorang sedang memulai langkah awalnya untuk membangun sebuah rumah tangga dan membangun masyarakat.

Oleh karenanya, kedua pasangan harus sama-sama beragama Islam. Jika tidak, bagaimana mungkin bisa membangun rumah tangga yang tenteram dengan latar belakang keyakinan yang berbeda?

Larangan menikahi wanita nonmuslim

Menurut Syekh Mutawalli, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ayat di atas, Allah melarang laki-laki muslim untuk menikahi wanita musyrik. Hal itu tidak lain karena sosok seorang ibu akan menjadi wanita pertama yang mendidik dan mengawasi anaknya dalam jangka waktu yang sangat panjang. Ia bisa dengan gampang mengajarkan apa yang telah diyakininya, sehingga bisa mempengaruhi perkembangan anaknya, pertumbuhan moral dan spiritualnya.

Oleh karenanya, pakar tafsir kontemporer asal Al-Azhar Mesir itu berpesan agar berhati-hati agar jangan sampai menikah dengan wanita musyrik. Sebab, selain akan mengganggu waktu ibadah suami, lebih dari itu ia juga berpotensi merusak rumah tangga dengan keyakinannya yang menyimpang.

Selain itu, sosok anak akan memiliki watak dan karakter yang lebih condong kepada seorang ibu. Jika ibunya musyrik, bisa dipastikan perkembangan anaknya juga tidak tumbuh menjadi anak yang baik pula. Oleh karenanya, pada ayat di atas dengan tegas Allah melarang menikahi wanita musyrik hingga dia beriman.

Menikahi wanita musyrik atas dasar apa?

Selain pembahasan di atas, ulama yang bergelar Imam ad-Du’ah itu juga menjelaskan bahwa menikahi wanita musyrik atas dasar kecantikan, perawakan, mata yang indah dan semacamnya, tidak bisa dijadikan pedoman untuk pernikahan yang sifatnya sangat panjang, bahkan hingga akhir hayat.

Seorang laki-laki muslim yang heran atau terlena akan keindahan memandang wanita musyrik, pada hakikatnya menjadi keheranan yang sangat sebentar. Sebab, menurutnya, ketika sudah menikah, waktu menikmati keindahan seorang wanita jika disimpulkan momen-momennya tidak akan melebihi tempo waktu satu bulan dari waktu pernikahan yang panjang.

Setiap hari, minggu, bulan hingga tahun selalu hidup bersama dengannya. Lambat laun, kecantikan yang pada mulanya membuat hatinya terlena akan layu dan hilang. Sebab, ketika wanita sudah menikah, ia akan hamil dan kecemasan akan mendatangisnya. Hal ini tentu mempengaruhi kecantikannya secara perlahan hingga akan hilang pada masanya, yang tersisa hanyalah agama musyriknya.

Iman adalah prioritas dalam mahligai pernikahan

Jika melihat teks ayat Al-Quran dengan lebih jelas dan lebih cermat, akan kita temukan bahwa larangan Allah agar jangan menikahi wanita musyrik, itu sepanjang dia masih dalam agamanya yang sesat. Jika ia sudah beriman kepada Allah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka larangan itu akan hilang, dan boleh bagi laki-laki muslim untuk menikahinya.

Menurut pakar tafsir asal Azhar Mesir abad 20 itu, pada larangan di atas sebenarnya Allah hendak memberikan peringatan bagi laki-laki muslim untuk tidak mengabaikan standar abadi (iman) dan mengambil standar usang dan cepat berlalu (kecantikan, misalnya).

Prioritas dalam pernikahan adalah keimanan. Sebab, ketika semuanya hilang, mulai dari perawakan, kecantikan, kekayaan, dan semacamnya hilang, yang masih tersisa dalam diri seseorang hanya keimanannya. Sngat tidak layak jika sekiranya seseorang tidak acuh pada standar abadi kemudian lebih memprioritaskan standar yang memiliki tempo waktu sangat sebentar. Wallahu a’lam bisshawab.

Baca tulisan menarik lainnya tentang tafsir Syekh Sya’rawi di sini.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.