Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ciri-ciri Ulama Gadungan Menurut Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad

Avatar photo
46
×

Ciri-ciri Ulama Gadungan Menurut Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad

Share this article

Di antara sekian macam ulama, Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad menerangkan bahwa ada segolongan ulama yang menyimpang dari kebenaran.

Ulama semacam itu bak aktor yang membintangi sebuah film, bersikap sempurna di hadapan khalayak, namun malah kebalikannya jika berada di belakang layar.

Mereka tetap bersikukuh dengan apa yang dilakukannya adalah benar, dan beranggapan bahwa selainnya adalah salah. Tentunya orang seperti ini sudah tidak bisa menyerap petuah nasihat.

Menurut Imam Haddad, seekor hewan lebih baik daripada seorang ulama gadungan. Dengan alasan, hewan yang mati akan berbaur menjadi tanah, dan selesai sampai situ. Sedangkan ulama yang berperangai buruk, ia berkhianat terhadap ilmu yang diembannya, dan ketika ia mati, hanya nerakalah yang bersedia menampung dirinya, siksaan dan cobaan yang amat pedih telah menantinya di sana.

Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam bersabda,

أشدُّ الناس عذاباً يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه. (رواه الطبراني في الصغير وابن عدي في الكامل والبيهقي في شعب الإيمان عن أبي هريرة)

“Paling pedihnya adzab seseorang di hari kiamat ialah seorang Alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.

من ازداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا. (في الجامع الصغير: رواه الديلمي في مسند الفردوس عن علي)

“Barangsiapa yang bertambah ilmunya sedangkan tidak bertambah hidayah kepadanya, maka tidaklah bertambah kepada dia melainkan dijauhkan dari (rahmat) Allah.”

Julukan ulama identik dinisbatkan kepada seseorang yang menguasai suatu disiplin ilmu. Notabenenya gelar ulama digunakan untuk mereka yang memahami ilmu syariat agama. Ilmu yang mereka dapatkan bisa menjadi penolong kelak di akhirat, dan bisa juga menjadi sebab yang akan menjerumuskan mereka kepada siksaan Allat swt, tergantung bagaimana sikap yang ditunjukan.

Ulama gadungan, biasanya akan menjadikan ilmu yang dimilikinya sebagai mediator dirinya meraih kenikmatan dunia. Orang seperti ini telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, dengan sebutan sebagai penjual agama dengan harga murah. Ketika niat mulai tersirat, maka dari situlah ia rela menjadikan dirinya sebagai mahluk yang hina di sisi Allah dan Rasul-Nya, bahkan lebih hina dari seekor anjing.

Baca juga: Kisah Para Ulama Menghormati Kepakaran Satu Sama Lain

Mengutip ucapan sang Hujjatul Islam ke-5 Imam al-Ghazali, “Ulama (gadungan) yang berperangai buruk, mampu mencelakakan dirinya dan juga orang lain, hal itu termasuk perbuatan orang-orang bodoh, tidak ada celah harapan agar dirinya kembali kepada Allah, karena ia merasa, bahwa dialah yang paling benar, hal ini sejalur dengan apa yang diucapkan oleh Rasullullah Shallahu Alaihi Wasallam,

(أنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال) قيل: فما هو يا رسول الله؟ قال: (العلماء السوء) انتهى.

“Ada hal yang paling Aku takutkan dari kalian selain perihal Dajjal.” Kemudian mereka bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah Saw?” “Merekalah ulama yang buruk.”jawab-Nya.

Dalam konteks hadits lain disebutkan,

من طلب علما مما يبتغي به وجه الله لا يطلبه إلا لينال به عرضا من الدنيا لم يجد عرفا من الجنة يوم القيامة) وعرف الجنة: ريحها؛ وهو كما في الحديث:(يوجد من مسيرة خمسمائة عام).

“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hal itu menjadi sebab teraihnya keridhoan (rahmat) Allah (kepadanya), namun ia malah berniat agar bisa mendapatkan kenikmatan dunia. Maka dia tidak akan pernah mencium harum surga di hari kiamat.”

Tanda-tanda Ulama Gadungan

Imam Abdullah Al-Haddad juga menyebutkan poin-poin lain yang menjadi ciri-ciri ulama gadungan, yaitu mereka sekelompok orang yang suka menyibukkan diri dengan ilmu-ilmu yang dapat menghasilkan keduniaan, bukan ilmu-ilmu yang mengajak kepada Allah dan kepada jalan-Nya.

Ulama gadungan ini selalu menganggap dirinya alim dan menganggap orang lain yang bukan seperti dirinya sebagai orang bodoh. Yang demikian itu terjadi seperti orang-orang yang keilmuannya berorientasi mendalam kepada ilmu kalam (filsafat) dan terjebak di dalamnya.

Seorang ulama yang tak mengamalkan ilmunya, atau mengamalkannya namun karena faktor lain bukan karena Allah semata, mendapat kecaman keras dari Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya itu, melainkan dia telah layak untuk menjadi penghuni neraka.

Dari sebagian macam-macam ulama, ada ulama yang enggan untuk memberikan manfaat terhadap orang lain, entah itu karena pelit, atau memang sengaja menyembunyikannya dari orang lain. Kalangan seperti ini mendapat dosa, juga celaan dan murka dari Allah swt.

Beda halnya jika sebab tidak memberikan manfaat terhadap orang lain berlandaskan karena kesibukan dirinya akan ibadah dan muhasabah diri, atau memang sudah ada orang lain yang lebih pantas dalam mengajarkan ilmu, maka orang seperti ini tidak berdosa ataupun tercela.

Ada pula seorang ulama yang tidak mengamalkan ilmunya terhadap diri sendiri, namun ia malah menyeru orang lain pada kebaikan, yang demikian itu bermaksud agar dirinya mendapat kedudukan di mata manusia. Ulama seperti ini, laksana lilin yang menerangi kawasan sekitarnya, namun ia malah membakar dirinya sendiri.

Baca juga: Belajar Mencintai Negara dari Syekh Adnan Al-Afyuni

Allah swt berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ. (الصف: 2)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ. (البقرة: 44)

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

Kategori ulama gadungan selanjutnya ialah ulama yang menguasai disiplin ilmu, namun ia tidak mengamalkan ilmunya juga tidak mengajarkannya terhadap orang lain. Entah itu karena malas, ataupun terlalu disibukan dengan perkara duniawi. Imam Haddad mengumpakan, bahwa ulama seperti ini bagaikan batu besar yang menghalangi hilir sungai, menghentikan alirannya hingga membentuk bendungan, batu tersebut tidak meminum airnya, pula tidak membiarkan hilir setelahnya terbasahi air.

Sepintas, Imam Haddad beropini, bahwa ada golongan ulama terburuk di antara yang lain. Mereka sama seperti golongan sebelumnya, namun yang menjadi pembeda ialah mereka selalu menyeru umat muslim lainnya kepada keburukan dan kesesatan. Perspektif mereka terhadap syariat bertolak belakang dengan apa yang termaktub di dalam kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.

Kegiatan ulama semacam ini adalah memprovokasi umat Islam agar terpecah belah, menimbulkan kerusuhan, melahirkan kebencian satu sama lain. Tidak sampai situ, bahkan pengkafiran antar sesama pun terkadang menjadi ajang tontonan bagi mereka. Yang kesemuanya itu, karena seruan dakwah yang mereka teriakkan, telah dikamuflase dengan perkara yang haq.

Semoga Allah menjaga hati kita agar tidak menyimpang dari jalan-Nya dan senantiasa berada dalam naungan serta rahmat-Nya. Sebagai penutup, penulis mewakilkan perasaannya dengan mengutip sebuah qasidah syair Imam Bushiri yaitu,

أستغفر الله من قول بــــلا عــــمــــل         لقد نسبت لذي به نسل لذي عقم

“Kumohon pengampunan kepada Allah, atas ucapan yang tanpa mengamalkan. Sungguh, hal itu laksana orang mandul tak berketurunan.”

آمرتك الخير لكن ما ائتمرت بـه    وما استقمت فما قول لك استقــــــــــم

“Engkau ku perintah lakukan amal kebaikan, namun aku sendiri enggan mengerjakan Maka tiada berguna ucapanku agar kau berlaku benar, sedangkan diriku sendiri dalam kelalaian.”

ولا تــــــــزودت قبل الموت نــــــافلـــــــــة    ولـــــــــم أصـــــــــــــــل فرض ولـــــــــــــم أصـــــــــــــم

“Dan diriku tiada menambah amal kebaikan dalam kesunahan, sebelum kematian datang Dan tiada aku shalat dan puasa, kecuali hanya ibadah yang wajibkan.”

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.