Kelahiran Nabi Muhammad menjadi rahmat untuk seluruh alam. Melalui cahayanya, kegelapan sirna oleh cahaya hidayah. Kezaliman hancur dengan cahaya rahmah.
Tak berlebihan sekiranya umat muslim berbahagia atas kelahiran Nabi Muhammad. Bahkan hal ini menjadi sebuah anjuran.
Allah dalam al-Qur’an memerintahkan kita untuk berbahagia atas anugerah rahmat dan karunia Nya. Dalam surat Yunus (10) ayat 58, Allah berfirman :
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’”
Syekh Wahbah Zuhaili saat menafsirkan ayat tersebut dalam Tafsir Al Munir, mengutip keterangan dari Ibnu Mardawiyah dan Abu Syaikh bin Hibban al Anshari yang meriwayatkan dari Anas secara marfu’: karunia Allah SWT adalah Al-Qur’an dan rahmat-Nya adalah dengan menjadikan kalian sebagai pengikutnya.
Hasan al-Bashri, ad-Dhahhak, dan Qatadah serta Mujahid berkata, “Karunia Allah adalah iman dan rahmat-Nya adalah Al-Qur’an.”
Kemudian, bukankah risalah Tuhan itu diturunkan sampai kepada kita melalui lisan sang nabi, bukankah keimanan itu kita temukan melalu dakwah sang baginda nabi?!
Dalam kitab Hujjah an-nahdhatil ‘Ulama dijelaskan bahwa berbahagia atas kelahiran Nabi secara tidak langsung berarti kita sedang berbahagia atas rahmat dan karunia Allah. Karena melalui beliau lah, Al-Qur’an dan keimanan tersampaikan. Dan secara tidak langsung beliau pun adalah rahmat yang Allah ciptakan di antara kita.
Atas dasar seperti diatas, mayoritas umat islam di dunia merayakan kelahiran Baginda Nabi sebagai bentuk kebahagian yang sebagaimana di atas dituturkan.
Bagi wanita muslimah, perayaan Maulid Nabi tidak hanya sebagai bentuk kebahagian semata tetapi harus dengan menumbuhkan rasa cinta dan bentuk syukur atas kelahirannya.
Bila ditanyakan kenapa seorang muslimah mesti bersyukur atas kelahiran Nabi, maka akan ditemukan jawaban yang variatif.
Di antaranya sesuai dengan tema dan dalam bingkai muslimah, jawabannya bisa kita lihat sejarah sebelum Islam datang ke muka bumi.
Kita akan melihat bahwa lahirnya Islam di negeri Arab sama seperti cahaya mentari yang terbit di ufuk timur. Mentari yang membawa cahaya dan menghapus seluruh kenistaan dan kejahiliahan umat pada masa pra-Islam.
Dalam kitabnya yang berjudul Fiqhul Mar’ah Al–Islami, Syekh Muhammad Mutawali As-Sya’rawi menggambarkan bagaimana keadaan wanita sebelum Islam datang. Dalam awal awal kitab, beliau menulis sebuah bab yang berjudul: المرأة قبل الإسلام (Wanita sebelum Islam).
Beliau menjelaskan keadaan miris dan perlakuan yang tidak manusiawi terjadi pada kaum wanita pada masa itu.
Dalam kitab nya Syekh Mutawali Asya’rowi menuturkan ;
لقد كانت المرأة قبل الاسلا في عالم العرب وغير العرب، محرومة عن حقوقها، حتى وصل في اليونان، لقد كانت المرأة تذخل ضمن متملكات ولي امرها
Keadaan wanita pra islam, sebelum Al Qur’an diturunkan, terhalang dari mendapatkan hak-hak mereka. Bahkan di Yunani, wanita pada masa itu berada di bawah kuasa walinya.
Maksudnya, seorang wanita tidak memiliki kebebasan, hak mereka terkekang, semua urusannya berada di bawah walinya.
Setelah menikah, kekuasaan atas diri mereka berpindah kepada suami. Wanita tidak bisa berbuat atas kehendaknya. Semuanya dibawah kehendak dan kendali walinya. Bahkan pada masa itu, wanita bebas di per jualbeli kan oleh pemilik kekuasaan nya.
أما في قانون الروماني فقد كانت المرأت تعامل مثل الاطفال والمجانين ليس لها اهلية ولا شخصية
Adapun dalam undang undang Romawi, kaum wanita disamakan seperti anak-anak dan orang gila. Di Romawi pada masa itu seorang wanita tidak memiliki keahlian, dan tidak memiliki status sosial. Wanita dijualbelikan, sebagaimana barang dagangan, seorang kepala keluarga dengan bebas menjual salah satu angota keluarganya yang perempuan.
Syekh Muh. Mutawali asy-Sya’rawi melanjutkan:
ليس للمرأة قيمة في قانون الصين ويجيب ان تسند اليهن هناك اخقر اعمال
Dalam perundang undang China, seorang wanita tidak memiliki nilai dalam kehidupan sosial, mereka mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang rendah.
و في القوانين الهندية ليس من حق المرأة ان تريد او ترغب فهي تابعة في طفولتها لوالدها
Dalam perundang-undangan India pada masa itu, wanita tidak memiliki hak dan kebebasan untuk mencintai dan dicintai. Wanita di bawah kekuasaan orang tuanya dan seorang anak perempuan dari sejak kecil sampai usia dewasa berada di bawah kehendak ayah-ibunya. Tidak memiliki kebebasan untuk mencintai dan memilih pasangan hidupnya.
و تعتبر المرأة عند اليهود في منزلة الخادم، و تحرم من الميراث اذا كان للميت ذكر
Dalam komunitas Yahudi, kaum wanita ditempatkan sebagai seorang pembantu. Mereka memperlakukan istri dan anggota keluarga perempuan layaknya pembantu. Ketika mayit memiliki keturunan laki laki, maka wanita tidak memiliki hak waris sama sekali.
Bahkan dalam kebiasaan Yahudi, ketika seorang wanita haid, dia akan didiskirminasi, dengan menjauhinya tidak diperbolehkan makan bersama, wanita haid benar benar dikucilkan.
Bahkan apa yang dilakukan kaum Jahiliah arab terhadap wanita yang sedang haid lebih parah lagi. Mereka mengusirnya dari rumah.
Hal ini sebagaimana yg dijelaskan oleh Ibnu Jarir at -Thabari dalam kitabnya Tafsir Thabari ketika menafsiri surah Al-Baqarah ayat 222. Melengkapi asbab nuzul ayat, beliau mengutip hadist yang diriwayatkan oleh Qatadah Ra.
حدثنا بشر بن معاذ قال، حدثنا يزيد قال، حدثنا سعيد، عن قتادة قوله:” ويسألونك عن المحيض” حتى بلغ:” حتى يطهرن” فكان أهلُ الجاهلية لا تساكنهم حائضٌ في بيت، ولا تؤاكلهم في إناءٍ، فأنزل الله تعالى ذكره في ذلك.
Begitulah sedikit gambaran kehidupan dan keadaan kaum wanita sebelum Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sudah cukup bagi umat Islam khususnya wanita muslimah bahwa gambaran tadi menjadi alasan untuk bersyukur atas kelahiran Nabi. Setelah Islam datang, keadaan miris yang sebelumnya terjadi kepada kaum perempuan berbalik 180 derajat.
المرأة بعد الاسلام حين جاء الاسلام الى العالم رفع من مكانة المرأة واعطاها حريتها وكرامتها وشخصيتها المستقلة، وساوى بينها وبين الرجل في الحقوق والواجبات .
Keadaan kaum wanita masa pasca Islam sangat berbeda dengan pra-Islam. Pada masa pasca Islam, kaum wanita diangkat dari derajat sebelumnya yang terdiskriminasi. Islam memberi mereka kemerdekaan dan kemuliaan, serta statusnya yang bersifat individu.
Tidak lagi wanita dianggap pembantu sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi, tidak lagi disetarakan dengan anak-anak atau orang gila sebagaimana perundang-undangan yang berlaku di Romawi. Islam memberi mereka status sosial yang jelas dan individual.
Islam menyamakan perempuan dan laki-laki dalam hak dan kewajiban. Jika dalam agama Yahudi wanita tidak mendapatkan hak waris, dalam islam wanita diberikan hak itu. Jika dalam perundangan-undangan India kuno, wanita tak punya legalitas untuk mencintai dan dicintai, maka dalam islam wanita diberi kebebasan untuk mencintai dan dicintai.
Bahkan Islam melarang seoarang wali menikahkan putrinya dengan pasangan yang tidak kufu’. Hal ini dapat kita lihat dari diskursus fikih dimana dijelaskan mengenai hal kufu’.
Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan bahwa perempuan memiliki derajat sebagaimana laki laki. Allah berfirman, “Sesungguhnya kami (Allah) menciptakan kalian dari laki laki dan perempuan.” (QS. Al Hujurat [49] : 13)
Ayat ini menegaskan bahwa Islam mengajarkan untuk memanusiakan manusia, memperlakukan perempuan secara manusiawi, sebagaimana perlakuan yang didapatkan laki laki.
Tak ada hal yang membuat laki-laki lebih tinggi derajatnya, selain ketakwaan kepada Allah. Islam memberikan hak waris kepada kaum perempuan. Sebagaimana dalam Al Qur’an surat al-Maidah secara tegas dijelaskan bagian-bagian waris yang didapatkan mereka.
Masih banyak ayat Al-Quran yang bermakna sebagai bentuk memuliakan kaum perempuan. Seperti perintah berbuat baik kepada orang tua.
Dari semua ini patutlah untuk kita bersyukur atas sempurnanya risalah yang telah datang kepada kita melalu Baginda Nabi. Kemudian apa yang harus dilakukan oleh kita terkhusus kaum perempuan dalam tema ini sebagai bentuk syukur itu?
Definisi syukur menurut syekh Al-Jurjani dalam kitab At–ta’rifat yaitu:
صرف العبد جميع ما خلق الله عليه من السمع والبصر وغير ذلك لاجل ما خلق اليه
Artinya: Tindakan seorang hamba atas segala nikmat yang diciptakan untuknya sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Mensyukuri segala rahmat adalah dengan melaksanakan syariat yang telah Allah sampaikan melalui rasul-Nya. Dan memperingati Maulid Nabi adalah salah satu bentuk lain kita bersyukur atas rahmat Allah, kedatangan Nabi yang membawa agama ini.