Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menjadi Kaya dan Dermawan Seperti Sahabat Abdurrahman Bin Auf

Avatar photo
30
×

Menjadi Kaya dan Dermawan Seperti Sahabat Abdurrahman Bin Auf

Share this article

Sahabat Abdurrahman bin Auf ra. diberkati oleh Allah swt. dengan keahliannya dalam perdagangan. Tidak ada satu pun barang yang beliau beli kecuali ia akan mendapatkan untung saat dijual. Hal demikian ini sampai membuat dirinya heran dan berkata tentang kondisinya ini:

لقد رأيتُني لو رفعتُ حجرًا، لوجدتُ تَحتَه فضَّة وذهبًا

 “Saya telah melihat diri saya di mana jika saya mengangkat sebuah batu pun, maka saya akan menemukan perak dan emas di bawahnya.”

Abdurrahman bin Auf ra. adalah saah satu sahabat yang paling terhormat dan berpengaruh. Beliau termasuk salah satu anggota Dewan Syura yang memutuskan dan berhak dipilih sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab ra.  Beliau juga termasuk di antara sepuluh sahabat yang dikabarkan masuk surga oleh Rasulullah saw.

Al-Hakim dalam al-Mustadrak, juga Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Awliyāmenceritakan bagaimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.memuji kedudukan beliau saat Dewan Syura rapat dan siap (ridha) mengikuti pendapat beliau dengan berkata:

فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَنْتَ أَمِينٌ فِي أَهْلِ الْأَرْضِ وَأَمِينٌ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ

“Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Anda adalah figur terpercaya di kalangan penduduk bumi dan langit.’”

Sahabat Abdurrahman bin Auf ra. adalah figur konglomerat kaya, rajin, ulet dalam bekerja dengan kekayaan melimpah. Saat hijrah ke Madinah, beliau meninggalkan semua kekayaannya di Makkah demi memenuhi perintah Rasulullah saw. agar umat Islam terhindar dari siksaan kaum musyrik.

Baca juga: Mereka yang Terakhir Wafat dari Kalangan Sahabat dan Tabi’in

Awal hadir di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan beliau yang fakir dengan sahabat Sa’ad bin al-Rabi’ al-Anshari ra. yang kaya. Sahabat Sa’ad menawarkan separuh kekayaan bahkan istrinya agar beliau dapat nyaman memulai hidup di Madinah. Namun beliau berkata:

بارك الله لك في أهلك ومالك ، ولكن دلني على السوق

“Semoga Allah swt. memberkahimu dalam keluarga dan kekayaanmu, namun (cukup) tunjukkan saya di mana pasar (Madinah).”

Sahabat Sa’ad pun menunjukkan pada beliau pasar Madinah. Pada hari itu beliau mulai membeli, menjual, dan akhirnya menghasilkan keuntungan. Aktifitas beliau semacam ini sampai menjadikannya salah satu muslim terkaya saat itu.

Kondisi yang dialaminya mengajarkan kita agar mau bekerja dan tidak bertumpu tangan menjadi beban orang lain, walaupun kondisi kita sangat membutuhkan dukungan finansial sekalipun.

Diriwayatkan dalam Hilyat al-Awliyā’, al-Zuhri berkata, “Sahabat Abdurrahman ra. memberikan separuh kekayaannya di masa Nabi saw. Kemudian beliau juga memberikan lagi 40.000 dinar, lalu 500 kuda untuk jihad fi sabilillah, juga 500 unta dan secara umum harta Abdurrahman didapat dari keuntungan perdagangan.”

Ja’far bin Burqan dalam Hilyat al-Awliyā juga menceritakan bahwa Abdurrahman telah membangun 30.000 rumah untuk kalangan yang membutuhkan.

Al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubalā meriwayatkan  bahwa suatu hari Abdurrahman bin Auf ra. pernah membeli sebidang tanah seharga 40.000 dinar Kemudian tanah itu dibagikan beliau untuk para keluarganya dari Bani Zuhra, juga untuk para istri Nabi saw.

Talhah bin Abdullah bin Auf ra. dalam Siyar A’lam al-Nubalājuga bercerita:

كان أهل المدينة عيالا على عبد الرحمن بن عوف : ثلث يقرضهم ماله ، وثلث يقضي دينهم ، ويصل ثلثا

“Penduduk Madinah ditanggung oleh Abdurrahman bin Auf ra.; sepertiga dari mereka diberi pinjaman oleh Abdurrahman dari hartanya, sepertiga yang lain dibayarkan hutang mereka olehnya dan sepertiganya disambung (disantuni) olehnya.”

Baca juga: Umar bin Khattab dan Kisah Islamnya Panglima Persia Hurmuzan

Imam At-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya juga bercerita bahwa putra Abdurrahman bin Auf, yaitu Abu Salmah bercerita bahwa sayyidah Aisyah ra. berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ إِنَّ أَمْرَكُنَّ مِمَّا يُهِمُّنِي بَعْدِي وَلَنْ يَصْبِرَ عَلَيْكُنَّ إِلَّا الصَّابِرُونَ قَالَ ثُمَّ تَقُولُ عَائِشَةُ فَسَقَى اللَّهُ أَبَاكَ مِنْ سَلْسَبِيلِ الْجَنَّةِ تُرِيدُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَكَانَ قَدْ وَصَلَ أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَالٍ يُقَالُ بِيعَتْ بِأَرْبَعِينَ أَلْفًا

“Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya urusan kalian (istri-istri Nabi) termasuk menjadi perhatianku setelahku. Dan tidak akan bersabar mengurusi kalian kecuali orang-orang yang bersabar.’ Kemudian sayyidah Aisyah ra. berkata, ‘Semoga Allah memberikan minuman untuk ayahmu dari mata air telaga Salsabīl di surga, yakni Abdurrahman bin Auf. Dia(Abdurrahman) telah menyantuni istri-istri Nabi saw. dengan harta yang dapat dijual senilai 40.000 dinar.’”

Khalid Muhammad dalam kitabnya Rijāl Hawla al-Rasūl menceritakan, suatu hari saat Abdurrahman bin Auf ra. akan makan bersama para koleganya dan masakan dihidangkan di meja dengan lengkap, tiba-tiba beliau diam dan menangis memandangi hidangan yang ada. Saat ditanya kenapa menangis, beliau menjawab:

لقد مات رسول الله صلى الله عليه وسلم، وما شبع هو وأهل بيته من خبز الشعير

“Rasulullah saw. telah tiada, dan beliau (dalam hidupnya) tidak pernah kenyang saat makan roti jelai (sekalipun), begitupula keluarga beliau.”

Dalam al-Mustadrak juga diceritakan bahwa Abdurrahman bin Auf ra. menjelang wafat telah berwasiat untuk para sahabat yang terlibat dalam perang Badar (Ahli Badar) agar mengambil dari harta wasiat beliau sebesar 400 dinar per orang. Saat itu jumlah Ahli Badar yang masih hidup ada 100 sahabat. Termasuk di antaranya adalah sahabat Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalibin. Sahabat Ali saat itu berkata:

اذهب يا ابن عوف فقد أدركت صفوها وسبقت زيفها

“Pergilah (dengan tenang) wahai putra Auf, engkau telah mendapatkan kemurniaan (kebaikan) dunia dan melewatkan kepalsuannya.”

Baca juga: Mengenal Ashabus Shuffah Sebagai Teladan Kaum Sufi

Semoga Allah swt. senantiasa meridhai sahabat agung Abdurrahman bin Auf, figur zuhud yang ulet bekerja namun tidak untuk kebutuhannya. Kekayaan duniawi datang kepadanya dengan mudah, namun beliau berhasil menolaknya masuk ke hati dan jiwa. Pikiran, hati dan jiwa beliau dalam bekerja telah bulat untuk melayani umat Nabi Muhammad saw.

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.