Di Indonesia, Islam diajarkan dengan penuh suka cita, damai, harmoni dan teramat melekat di masyarakatnya. Tiada kekerasan maupun peperangan yang melatarbelakangi perkembangannya. Para sufi yang membawa Islam ke Nusantara tak ceroboh dengan asal melakukan ekspansi dan pemaksaan terhadap ajaran Islam. Alih-alih demikian, mereka menyebarkan Islam dengan mengharmonisasikan antara syariat dan budaya.
Kita menyebutnya dengan istilah Islam Nusantara. Sebuah tipologi yang sering orang anggap itu adalah mazhab, aliran, maupun sekte baru. Padahal, Islam Nusantara hanyalah sebuah kekhasan masyarakat Nusantara (Indonesia) dalam mengamalkan Islam di negerinya. Islam Nusantara mulai terkenal tatkala dijadikan sebagai tema Muktamar NU ke-33 di Jombang tahun 2015.
Banyak kaum sinisme yang bermunculan setelahnya untuk menggoyahkan ciri khas Islam Nusantara tersebut. Banyak anggapan-anggapan miring soal tercetusnya istilah Islam Nusantara. Hal ini berbeda saat kemunculan istilah Islam Nusantara dalam belantika intelektualisme Islam di Indonesia sekitar tahun 2000-an. Seperti contoh, buku “Nalar Islam Nusantara” yang diterbitkan oleh Kementrian Agama tahun 2007 silam, yang berisi tentang hasil penelitian kompetitif tentang corak keislaman NU, Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad.
Saat belum dijadikan tema dalam muktamar NU ke-33 di Jombang tahun 2015 silam, Islam Nusantara tak banyak yang meributkan. Kelompok-kelompok di luar NU baru melayangkan tuduhan-tuduhan negatif terhadap Islam Nusantara saat mengetahui bahwa NU yang menggaungkannya ke khalayak publik.
NU dan Simbolisme Kelenturan Islam terhadap Tradisi Lokal
Setelah NU menerima banyak cemoohan atas tuduhan-tuduhan buruk yang diterimanya, PBNU kala itu tetap mengepakkan sayapnya agar terus bertahan dengan meruwat tradisi Islam Nusantara.
Berkali-kali Kiai Said Aqil Sirodj menegaskan bahwa Islam Nusantara adalah sebuah tipologi “khashaish,” yang bukanlah mazhab baru seperti yang selama ini mereka perdebatkan. Hanya orang-orang yang memang sejak awal tidak menyukai cara pandang dan amalan warga Nahdhliyin-lah yang bersikukuh menentang Islam Nusantara. Karena kelompok ini secara prinsipal masih mempersoalkan Pancasila dan NKRI.
Cara pandang kelompok-kelompok puritan yang berujung pada sikap takfir dan menganggap dirinya paling benar hingga munculnya kelompok radikal-teroris menjadikan Islam sebagai legitimasi tindak kekerasan. Rumadi Ahmad merespon terhadap tantangan-tantangan semacam ini dengan bukunya yang berjudul “Keberagamaan Islam Nusantara; Respon Atas Isu-isu Kontemporer.”
Baca juga: Bagaimana Cara Islam Masuk ke Nusantara Tanpa Darah?
Buku yang diterbitkan oleh Alif.id satu tahun yang lalu ini mengurai bagaimana Islam yang berkembang di Nusantara merawat harmoni dan toleransi yang menjadi ciri khasnya. Pergumulan implementasi ajaran Islam dengan kesadaran waqi’iyyah (realitas) yang terjadi tidak berarti menutup mata dengan keadaan yang ada. Ajaran Islam dengan kesadaran waqi’iyyah bukan merendahkan Islam itu, namun menunjukkan bahwa ajaran Islam dapat hidup dalam aneka ragam budaya masyarakat.
Ulama NU tidak membenturkan antara Islam dan nasionalisme. Sebaliknya mengintegrasikan karena keduanya saling memperkuat dan melengkapi. Islam tanpa nasionalisme tidak akan mampu menyatukan bangsa yang beraneka ragam, baik agama, suku, ras maupun budaya. Sebaliknya, nasionalisme tanpa diberi spirit Islam hanya akan menjadi bangunan hampa, jasad tanpa ruh. (hlm. 16-17).
Islam Nusantara memiliki titik tekan pada sisi etika atau akhlak dalam beragama. Titik tekan inilah yang bisa kita promosikan ke kancah global. Saat orang-orang seperti halnya Islamophobia menganggap Islam dan muslim sebagai ancaman, kita perlu meyakinkan mereka bahwa ekspresi kultural semacam Islam Nusantara ini dapat membawa arah angin kebaikan.
Bukankah orang lain melihat Islam dari muslimnya. Bila kita menyaksikan konflik berkepanjangan di berbagai di wilayah Timur Tengah atau bahkan sebagian besar muslim. Kita tak bisa terus-menerus dihinggapi rasa cemas bila suatu saat gejala semacam ini bisa merembes ke Indonesia.
Apalagi ketika Arab spring muncul secara tak terduga. Timur Tengah yang dicanangkan sebagai kiblat dunia Islam tak mampu lagi dipercaya, lantaran masih saja bergejolak antara perorangan padahal satu suku, bahkan satu agama, saling berperang dan saling membunuh. Arab Spring tak relevan lagi, ternyata tidak sepenuhnya mampu membawa perubahan yang mencerahkan.
Secara identitas, Islam Nusantara memiliki watak yang kosmopolitan, yang terbuka, menyerap, dan menyaring peradaban lain yang akhirnya membentuk identitas sendiri. Rumadi menyampaikan, bahwa landasan moderatisme Islam Nusantara adalah jelas berdasarkan doktrin paham Ahlus Sunnah wal Jamaah. Membedakan antara tujuan (ghayyah) dan perantara (washilah). Keteguhan pada ghayyah dan lentur dalam menentukan washilah menjadi salah satu modal kearifan yang menuntun sikap tawassuth (moderat).
Baca juga: 9 Syarah Safinatun Najah Karya Ulama Yaman yang Wafat di Indonesia
Kekhasan lain dari Islam Nusantara adalah sikap toleransi, harmoni, dialog, dan perdamaian yang menonjol. Dialektika antara ajara Islam (baik dari al-Quran, hadist, maupun ijma’ dan qiyas) dengan realitas masyarakat Islam di Nusantara.
Tema-tema pokok kajian keislaman dibahas begitu apik oleh Rumadi Ahmad dalam bukunya ini. Dari berbagai perspektif, pakem-pakem keislaman diulasnya begitu matang.
Penguat yang membuat Rumadi Ahmad bukanlah orang yang remeh di hadapan khalayak luas adalah kompetisi dan komitmennya atas nilai-nilai hidup bersama. Kapasitasnya dalam bidang hukum, lebih-lebih fikih membuat elemen muda NU ini memiliki perhatian besar terhadap isu-isu keberagamaan.
Selain menyoroti berbagai topik yang bertema sensitif, seperti halnya diskriminasi kata ‘kafir’, perbuatan riddah (keluar dari Islam), hukum-hukum Islam hingga konstitusi, juga membahas tema perempuan yang diulasnya secara baik.
Identitas Buku
Judul : Keberagamaan Islam Nusantara; Respon atas Isu-isu Kontemporer
Penulis : Rumadi Ahmad
Tebal : xx+ 380 halaman
Terbit : Cetakan pertama, Februari 2021
Penerbit : Alif.id
ISBN : 978-623-94916-4-2