Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Deretan Gadis Pegiat Lingkungan Hidup

Avatar photo
27
×

Deretan Gadis Pegiat Lingkungan Hidup

Share this article

Dalam hal ekologi, seseorang tidak seharusnya melulu menjadi makmum dari figur-figur Muslim. Namun baiklah, sebagai mukadimah akhirnya saya terdorong melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan role model dengan latar belakang keimanan yang sama.

Walhasil tidak sedikit yang saya temukan. Yang pertama adalah Faithfully Sustainable (FS) yang didirikan oleh Kadjahtou Balde dan Zainab Koli di New York. Konsepnya adalah menyelaraskan antara keimanan Islam dan kelestarian lingkungan yang dikemas apik dalam bingkai pendidikan, pergerakan, dan kewirausahaan. FS terlibat dalam komunitas-komunitas dunia maya dan kini berhasil memperoleh lebih dari 4500 pengikut.

Dalam ruang-ruang diskusi dan unggahan-unggahan media sosial, FS mendorong anggotanya memahami dan menyelaraskan keimanan dan kelestarian di setiap lingkungan masing-masing.

Dalam aktivitas hijaunya, Balde dan Koli banyak merujuk buku Ibrahim Abdul-Matin yang berjudul Green Deen: What Islam Teaches about Protecting the Planet sebagai acuan filosofis dalam keberlanjutan dan keadilan lingkungan. Terinspirasi oleh buku itu mereka menjadikan Islam sebagai inti dari semua aktivitas FS.

“Jika saya harus memilih satu kata untuk menggambarkan keberlanjutan alam (sustainability),” kata Balde, “Kata yang akan saya pilih adalah ‘Islam’”.

Baca juga:

Lain kisah dengan Ndeye Aida Marie Ndieguene, insinyur sipil sekaligus pengusaha muda asal Senegal yang membentuk EcoBuilders. Perempuan berusia 25 tahun ini menggunakan ban bekas, botol, dan bahan-bahan alami untuk meletakkan tanaman yang dapat dilakukan siapa saja dengan mudah sekaligus mencegah gagal panen dan teruji memaksimalkan ketahanan pangan.

Prestasi lainnya adalah bahwa Ndieguene berhasil mempelajari laterit, tanah kemerah-merahan menyerupai tanah liat yang merupakan sumber daya alam yang dahulu kala digunakan sebagai bahan bangunan masyarakat setempat, ia perkenalkan kembali sebagai metode pribumi yang nyaris ditelan sejarah itu bukan hanya lebih ekonomis, namun juga tahan lama dan yang paling penting ramah lingkungan.

Tidak kalah menarik, Mishka Banuri belum genap duapuluh tahun ketika bersama kawan-kawannya mendirikan Utah Youth Environmental Solutions (UYES). Kumpulan berbasis di Utah ini memberdayakan kaum muda untuk menekan pemerintah supaya lebih maksimal memerangi krisis iklim. Pada tahun 2018, Banuri memimpin upaya pelolosan resolusi di legislatif Utah guna mengakui validitas dan ancaman eksistensial akibat perubahan iklim.

Menyadari statusnya sebagai muslimah berlatar Pakistan-Amerika, Banuri mengatakan, “Ketika kita mencemari lingkungan, pada dasarnya kita tengah mencemari diri kita sendiri.” Ia kerap menjelaskan bagaimana kisah-kisah dalam Al-Qur’an menggambarkan hubungan antara manusia dengan lingkungan di sekitarnya.

Tidak hanya keberanian yang menjadi pendorong kuat sejumlah aktivis hijau di atas, namu keimanan mendalam serta pemahaman terhadap agama juga menjadi motivasi utama mereka.

Menjaga dan melestarikan lingkungan adalah puncak penghambaan manusia kepada Tuhan yang telah menciptakan dan memenuhi seluruh kebutuhan. Bagi mereka, melestarikan lingkungan secara aktif tidak lain adalah ibadah penting sehari-hari.

Sejak dini setiap Muslim diajarkan bahwa menyingkirkan duri dari tengah jalan adalah amalan mulia, sudah sepatutnya narasi tersebut dikaitkan pula dengan perubahan iklim, derita akibat sampah plastik, eksploitasi sumber daya alam, desertifikasi, dan perusakan-perusakan lainnya yang harus disingkirkan lantaran mencederai telapak kaki peradaban. 

Kontributor

  • Walang Gustiyala

    Penulis pernah nyantri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Al-Hikmah Purwoasri, Walisongo Sragen, Al-Ishlah Bandar Kidul, Al-Azhar Kairo, dan PTIQ Jakarta. Saat ini mengabdi di Pesantren Tahfizh Al-Quran Daarul ‘Uluum Lido, Bogor.