Rajab merupakan salah satu dari bulan empat yang dimuliakan, atau yang dikenal dengan Al-Asyhur Al-Hurum.
Di antara peristiwa besar yang terjadi pada bulan ini adalah Isra Mikraj Rasulullah SAW, menurut pendapat yang masyhur. Meskipun ada pula yang mengatakan bahwa Isra Mikraj terjadi pada bulan Ramadhan, dan ada pula yang mengatakan pada bulan Rabi’ul Awwal.
Para ulama sepakat bahwa Isra Mikraj terjadi pasca kenabian secara ruh sekaligus jasad dalam keadaan tersadar, bukan dalam mimpi. Hal ini berdasarkan ayat:
سبحان الذي أسرى بعبده
Artiny, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya di suatu malam,” (Al-Isra: 1)
Hakekat lafal Al-‘Abd adalah ruh dan jasad, yakni Nabi Muhammad SAW. Deskripsi penghambaan pada Allah SWT merupakan kedudukan paling mulia dan paling sempurna bagi seorang yang beriman.
Selain itu juga berdasarkan ayat:
ما زاغ البصر وما طغى
Artinya, “Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya dan tidak pula melampauinya.” (An-Najm: 17)
Penyandaran penglihatan pada lafal Al-Bashar mengandung makna bahwa hal itu terjadi secara fisik dan dalam kondisi sadar.
Mendapat Perintah Shalat
Salah satu pelajaran terbesar yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah perihal kewajiban shalat lima waktu.
Mikrajnya Nabi SAW dengan jasad dan ruhnya ke langit adalah sebuah kemukjizatan. Sementara kita sebagai umat beliau, setiap hari lima kali bermikraj secara ruh dan qalbu menghadap Allah SWT, membuang hawa nafsu dan syahwat, serta bersaksi akan keagungan, kekuasaan, dan keesaan-Nya, dengan cara mulia yang penuh kebaikan karena diawali dengan menyucikan diri.
Allah SWT mewajibkan hamba-hamba-Nya shalat lima waktu agar menjadi sebuah jalinan mereka dengan-Nya, pengingat akan keagungan-Nya, dan wujud syukur atas segala nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya. Oleh karena itu, shalat merupakan pangkal keberuntungan dan kebahagiaan dunia akhirat. Rasulullah SAW bersabda:
أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة, فإن صلحت صلح سائر عمله, وإن فسدت فسد سائر عمله
Artinya, “Pertama kali yang akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka amalnya yang lain juga baik, jika shalatnya rusak, maka amalnya yang lain juga rusak.” (HR. Ath-Thabarani, dalam kitab Al-Ausath)
Seorang hamba yang menjaga dan merawat shalatnya secara sempurna, ia tidak akan lupa bahwa Allah senantiasa mengawasinya, sehingga ia sibuk dengan dengan amal shalih dalam hidup. Namun sebaliknya, jika ia tidak merawatnya dengan baik, maka ia terhalang nikmat keberkahan umur dan pertolongan untuk berbuat kebaikan di dunia, wajahnya tidak bercahaya pada hari kiamat, dan tentunya mendapatkan siksa neraka serta dihinakan.
Jangan karena cuaca dingin atau panas, sibuk kerja, dan lain sebagainya menjadikanmu lupa untuk menjaga shalat.
Sumber: Kitab Al-Anwar Al-Bahiyyah min Isra` wa Mikraj Khair Al-Bariyyah, karya As-Sayyid Muhammad ‘Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Makki Al-Hasani.