Pernah ada seorang mengaku nabi pada masa Khalifah Al-Makmun dari Dinasti Abbasiyah. Kabar kerasulannya tersebar hingga sampai ke telinga Khalifah. Al-Makmun memerintahkan agar “nabi” baru itu diundang hadir ke istana.
Sebagaimana kisah para rasul, hal pertama yang ditanyakan Al-Makmun adalah, “Apa tanda kenabianmu?”
Pengaku nabi itu menjawab, “Pengetahuanku tentang apa yang tersembunyi dalam dirimu.”
Khalifah Al-Makmun kian tertarik ingin tahu. “Memangnya apa yang saat ini ada dalam pikiranku?”
Pria itu berkata, “Pikiranmu mengatakan kalau aku ini pembohong.”
Tanya jawab berhenti. Pria yang mengaku nabi itu dijebloskan ke penjara.
Namun cerita belum berakhir. Keesokan hari, ia dihadirkan kembali ke depan al-Makmun.
Khalifah bertanya, “Sekarang, apakah ada wahyu yang turun kepadamu?”
“Tidak.”
“Mengapa?”
“Karena malaikat tidak bisa masuk ke penjara.”
Dibuikah nabi bodong itu? Tidak! Khalifah al-Makmun tertawa ngakak mendengar alasannya kemudian membiarkannya bebas.
Baca juga: Princess Fatma dan Tongkat Sihir
Khalifah al-Makmun juga pernah memerintahkan penahanan seseorang yang mengaku nabi. Karena tugas negara yang begitu banyak, khalifah sampai lupa untuk menyidangnya. Setelah kesibukan berkurang, persidangan pun diagendakan.
Khalifah al-Makmun bertanya, “Benarkah kamu mendaku sebagai nabi?”
Laki-laki pengaku nabi itu duduk dengan tenang ketika menjawab, “Benar.”
“Kepada siapa kamu diutus?”
Laki-laki itu balik bertanya, “Dan apakah engkau akan membiarkanku jika aku diutus kepada setiap orang? Kenyataannya, aku diutus di pagi hari kemudian ditangkap pada siang harinya.”
Khalifah al-Makmun belum kehabisan pertanyaan. “Kalau begitu, siapakah dirimu di antara nabi-nabi terdahulu?”
“Aku adalah Musa bin Imran.”
“Nabi Musa mempunya mukjizat yang menunjukkan kenabiannya.”
“Apa mukjizatnya?”
Khalifah al-Makmun mengatakan, “Jika Nabi Musa menempelkan telapak tangannya pada ketiaknya, maka tangannya akan berubah putih. Apabila dia pukulkan tongkatnya, niscaya akan berubah menjadi ular.”
“Betul sekali.” Kata nabi palsu itu dengan tenang sekali, “Semua itu karena lawannya, Fir’aun berkata: Akulah Tuhan kalian yang tertinggi.”
Kemudian ia berkata kepada Khalifah seperti hendak menembaknya, “Jika engkau ingin melihat mukjizat seperti itu, maka katakan terlebih dahulu apa yang tadi dikatakan oleh Fir’aun sehingga nanti akan tampak olehmu bukti-bukti kenabianku.”
Alih-alih marah, Al-Makmun justru tertawa mendengar jawaban laki-laki tersebut. Beliau membebaskannya dan membekalinya dengan uang sebagai hadiah.
Baca juga: Al-Iqtishār: Kitab Fikih Syi’ah yang Pernah Diajarkan di Al-Azhar
Khalifah Al-Makmun adalah khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, Irak. Dia berkuasa pada tahun 813 sampai 833 M. Dia meninggal pada usia 48 tahun.