Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Make This World GRETA Again

Avatar photo
32
×

Make This World GRETA Again

Share this article

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa 2020 lalu akan menjadi tahun penting bagaimana warga dunia mengambil aksi terkait perubahan iklim. Ia mengatakannya hanya beberapa minggu sebelum jaga jarak dan karantina digalakkan di banyak negara lantaran pandemi Covid-19.

Salah satu program Guterres adalah menurunkan target emisi dari 196 negara. Namun sayang jamuan internasional yang sudah jauh hari direncanakan itu ditunda karena pandemi.

Dalam World Leaders Forum Guterres bahkan berujar: “Sekarang adalah waktunya mengubah pola hubungan manusia dengan alam. Kita musti melakukannya bersama-sama.” Betul, tidak ada yang istimewa dengan ucapannya, namun mengingat sebagian hadirin adalah figur-figur muslim terkemuka, apa jadinya bila kemudian mereka lebih serius menindaklanjutinya?

Berbicara tentang perubahan iklim, sosok yang muncul dalam benak banyak orang adalah Greta Thunberg, perempuan kelahiran 2003 yang hanya memiliki empat bahan untuk ia presentasikan di ‘majelis-majelis taklim’ dan mimbar-mimbar besar di berbagai negara:

Pertama, umat manusia tengah menghadapi krisis global secara kritis yang disebabkan perubahan iklim.

Kedua, seluruh generasi muda zaman now suka-tidak-suka harus memiliki tanggung jawab tentang ini.

Ketiga, krisis ini akan berimbas pada ketidak-seimbangan kehidupan umat manusia sekarang dan mendatang.

Keempat, sejauh ini upaya yang sudah dilakukan masih teramat sedikit.

Baca juga:

Sebagai tambahan, bocah kelahiran Stockholm Swedia ini menekankan bahwa pemerintah dan para pemangku kebijakan hukumnya fardlu ‘ain untuk menyimak dan menindaklanjuti apa kata para ulama bidang lingkungan dan isu-isu cuaca.

Tentu bukan tanpa alasan di penghujung 2019 lalu majalah TIME mengukuhkan Greta sebagai figur terdepan (person of the year) yang mengeliminasi puluhan tokoh lainnya. Hal ini lantaran ijtihadnya yang gigih selama beberapa tahun terakhir dalam menyuarakan rintihan sekarat ibunya, ibu anda, ibu saya, ibu kita semua. Ibu yang selama ini kita sebut-sebut sebagai bumi pertiwi.

Mengukuhkannya berarti memberinya label atau menokohkannya, yakni turut menyambungkan suara dan kekhawatiran-kekhawatirannya. Cara Greta bertakbir boleh jadi berbeda dengan masing-masing kita, namun bukan dari situ seharusnya kita memberikan penilaian. Bila dikaji dan diresapi sedikit lebih mendalam, sejatinya ia tidak menyuarakan apa-apa kecuali yang paling saat ini dunia butuhkan, yakni kasih sayang dan kepedulian.

Greta sudah berlari seribu hasta mendahului kita, bukan lantaran kepopuleran dan penghargaan-penghargaan yang diterimanya, namun langkah yang diambilnya sungguh paling berpresisi. Sangat tepat dan akurat.

Banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi, tapi apakah yang sebenarnya paling dibutuhkan manusia dari lingkungannya saat ini? Jawabannya adalah apa yang diperjuangkan Greta beberapa tahun terakhir, bukan ujaran-ujaran kebencian, bukan kepandaian dalam meramu hoax, bukan pula caci maki dari mulut para sosok yang dianggap pemegang kunci surga. Bahkan sangat mungkin dunia sama sekali tidak membutuhkan informasi tentang seberapa panjang ukuran celana dan rambut pada dagu laki-laki.

Di kelas-kelas, ketika saya menggugah kesadaran anak didik terhadap lingkungan sekitarnya, sempat saya sampaikan kisah Greta di atas. Namun mereka tampak risih lantaran Greta bukan role model yang tepat bagi mereka. Alasannya sederhana, ia seorang nonmuslim, meskipun dalam penjelasannya saya menggunakan kosakata-kosakata seperti “takbir” dan “ijtihad”.

Kontributor

  • Walang Gustiyala

    Penulis pernah nyantri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Al-Hikmah Purwoasri, Walisongo Sragen, Al-Ishlah Bandar Kidul, Al-Azhar Kairo, dan PTIQ Jakarta. Saat ini mengabdi di Pesantren Tahfizh Al-Quran Daarul ‘Uluum Lido, Bogor.