Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Mengungkap jaringan Ulama Banyumas (4): Suryaning Majapahit-Suryaning Giri Amparan Jati

Avatar photo
35
×

Mengungkap jaringan Ulama Banyumas (4): Suryaning Majapahit-Suryaning Giri Amparan Jati

Share this article

Fa’ti bi maa anfaan naasa, Falainsa lil ghanisi bakhilun, Dawaa ud diini, Falaysa lil insaani nisyaanudz dzikri, Khuliqo lisab’ati asyyaa-a, Fa’ti bi maa umirta, Ud’u lillahi ‘ala jami’annasi bittaqwa, Qolbul khosi’i mabruurun.

Kiriman doa Fatihah buat penganggit kitab, Kiai Muhammad Nuh Kebumen bin Al Haj Muhammad Salim, juga untuk gurunya Kiai Muhammad Nuh, gurunya guru Kiai Muhammad Nuh, gurunya guru dari gurunya Kiai Muhammad Nuh, juga kagem guru-gurunya dari guru-gurunya Kiai Muhammad Nuh bin Al Haj Muhammad Salim. Juga untuk para keluarganya, para leluhurnya hingga Kanjeng Nabi Adam wa Siti Hawa. Al Fatihah. Aamiin.

Membincang ulama kiai dalam kajian keilmuan, selalu menarik untuk terus ditelisik. Membincang ulama kiai sebagai kajian keilmuan, selalu menyegarkan dan memberi kesejukan. Membincang dan menuliskan ulama kiai sebagai kajian keilmuan, memberi dorongan semangat dan optimisme. Dorongan yang terus memompa denyut dada, dorongan yang terus mendesirkan kemirig jiwa. Membincang ulama kiai, selalu ada keindahan-keindahan dan keindahan-keindahan.

Islam masuk ke Banyumas (sebelumnya kerap disebut Wirasaba, Kejawar, Selarong) tentu tidak lepas dari peran para pemuka agama (Islam), tepatnya disebut kiai ulama. Perbincangan tentang kiai ulama akan menghidupkan sejarah bagi kelanjutan generasi. Kiai ulama akan selalu menjadi suluh bagi terangnya peradaban, kini dan nanti.

Banyumas (versi temuan 1571 M) memiliki keterkaitan dengan Pajang, Mataram, Solo. Masyhur, bahwa Pajang, Mataram, Solo/ Surakarta adalah Kerajaan/ Kesultanan/ Kraton dengan corak Islam. Masa kejayaan Mataram setelah berdirinya Banyumas, saat itu ± tahun 1613 – 1645 M. Kejayaan Mataram Islam terjadi pada era Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma (1593 – 1645).

Perlu menjadi informasi, Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma (Raden Mas Rangsang) adalah wayah/ cucu dari pendiri Kerajaan/ Kesultanan Mataram, yaitu Panembahan Senopati. Sepeninggal Panembahan Senopati, Kesultanan Mataram dikomando oleh putranya, yaitu Kanjeng Prabu Hanyakrawati. Setelah Kanjeng Prabu Hanyakrawati, Mataram diteruskan oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma. Perlu sebagai informasi, bahwa Kesultanan Mataram dideklarasikan oleh Panembahan Senopati pada 1584 M. Deklarasi tersebut selisih dua tahun dengan berdirinya Banyumas versi lama (1582 M) dan selisih 13 tahun dengan berdirinya Banyumas versi baru (1571 M).

Wilayah Kesultanan Mataram tergolong luas, termasuk Banyumas di dalamnya. Dalam catatan sejarah, Mataram memasuki wilayah Banyumas ± tahun 1619 M. Islam mengalami kejayaan saat dipimpin oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma. Kejayaan Mataram tentu memberi sumbangan peradaban bagi kehidupan. Sumbangan peradaban tersebut, sangat mungkin dalam hal, beberapa di antaranya adalah transmisi pengetahuan/ transmisi keilmuan, transmisi kebudayaan dan syiar agama Islam yang sesuai dengan jiwa kebatinan orang Jawa.

Kurun waktu ± 1619 M, Mataram melakukan safari menuju Banyumas. Adapun pada tahun itu, menurut wacana masyhur, Kabupaten Banyumas dipimpin oleh Raden Ngabehi Merta Sura II (Raden Ngabehi Kalidetuk). Saat Mataram masuk ke Banyumas, ada rentang waktu 48 tahun versi berdiri 1571 M. Tentu, menjadi lebih muda ketika versi 1582 M, yaitu rentang waktunya 37 tahun. Sebelum Kesultanan Mataram, Kesultanan Pajang, Demak, Cirebon sudah lebih dahulu melakukan pengaruh kepada Banyumas.

Wacana umum didapati, bahwa Kesultanan Pajang berlangsung tidak terlalu lama, yaitu selama tahun 1568 – 1587 M. Kesultanan Pajang tumbang sebab beragam konflik, yang kemudian digantikan oleh Kesultanan Mataram. Pajang lahir dari rahim Solo, kemudian Mataram lahir dari rahim Jogja. Melihat tenger tahun keruntuhan dan berdirinya Kesultanan Pajang dan Mataram, tentu saja, lahirnya Banyumas berada pada masa-masa tersebut.

Berdirinya Banyumas saat itu ketika berlangsungnya Kesultanan Pajang, juga Kesultanan Cirebon. Saat terbentuknya Banyumas, Kesultanan Pajang dalam kepemimpinan Raden Adiwijaya/ Raden Jaka Tingkir. Kesultanan Pajang berdiri sebagai kelanjutan Kesultanan Demak (± 1475/ 1478 – 1554/ 1568 M). Berdirinya Kesultanan Demak dipimpin oleh Sultan Fatah, pemimpin pertama Kesultanan Demak pada tahun ± 1478 – 1504/ 1518 M. Saat itu Kerajaan/ Kesultanan Demak juga melakukan safari ke Banyumas, namun, belum lahir Kabupaten Banyumas.

Masyhur dalam cerita tutur Raden Fatah mengutus Patih Hedin, Patih Husein dan Syaikh Makhdum Wali untuk safari ke Banyumas (saat itu masih Kadipaten Pasirluhur). Masih dalam cerita tutur, saat Kesultanan Demak masuk Kadipaten Pasirluhur, sedang dipimpin oleh Raden Kanjeng Banyak Blanak. Raden Kanjeng Banyak Blanak memimpin Kadipaten Pasirluhur yaitu ± 1469 – 1522 M. Raden Kanjeng Banyak Blanak inilah yang kemudian disebut Pangeran Senopati Mangkubumi I, gelar yang diberi oleh Kanjeng Sultan Fatah, Raja Demak pertama. Merujuk hal tersebut, Islam telah menyebar jauh sebelum lahirnya Banyumas, antara rentang waktu satu abad sebelum berdirinya Banyumas. Dalam kurun waktu satu abad tersebut, tentu saja penyebaran Islam di Banyumas dipengaruhi dari Demak, Pajang dan Cirebon.

Selain pengaruh dari Demak dan Pajang, penyebaran Islam di Banyumas, dipengaruhi juga oleh Cirebon. Pengaruh Kesultanan Cirebon diasumsikan setelah berdirinya Banyumas, baik versi 1571 M ataupun 1582 M. Asumsi awal, pengaruh penyebaran Islam melalui Kesultanan Cirebon dilakukan anatara tahun ± 1596/ 1598 M, dengan sosoknya yaitu Syaikh Abdus Shomad. Akan tetapi, sangat mungkin, ini juga masih dugaan awal, pengaruh penyabaran Islam yang dilakukan oleh Cirebon telah jauh terjadi, dengan tokoh utamanya yaitu Syaikh Abdul Jalil. Syaikh Abdul Jalil, sebagaimana diketahui menjadi anggota Walisongo periode pertama. Syaikh Abdul Jalil memiliki guru ruhani yaitu Syaikh Nurjati atau Syaikh Datuk Kahfi.

Banyumas dengan beragam kronik sejarahnya, terus menawarkan magnet bagi pengkajinya. Temuan-temuan akan selalu berkembang seiring kajian-kajian yang terus dilakukan. Tulisan tersebut bukan simpulan, namun bisa menjadi pegangan bagi kesejarahan. Tulisan ini bukan akhiran, masih mungkin ada kelanjutan-kelanjutan.

Wallahua’lam bisshowab

Baca juga:

Mengungkap jaringan Ulama Banyumas (1): Berpijak dari manuskrip Kitab Tafsir Surat Fatihah karya Abi Haiban

Mengungkap jaringan Ulama Banyumas (2): Mengintip dari manuskrip Kitab Lubabuzzad karya Kiai Samiun Parakanonje

Mengungkap jaringan Ulama Banyumas (3): Manuskrip Pegon Jalur Kraton

Kontributor

  • Wahyu Choerul Cahyadi

    Mahasiswa Pascasarjana IAINU Kebumen, Ketua Tim Riset Manuskrip dan Jaringan Ulama Banyumas.