Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ngaji Tarikh (2): Khalifah Umar Pernah Mengangkat Gubernur Kuat tapi “Bejat”

Avatar photo
137
×

Ngaji Tarikh (2): Khalifah Umar Pernah Mengangkat Gubernur Kuat tapi “Bejat”

Share this article
Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin al-Khaththab beberapa kali didemo oleh penduduk Kufah.
Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin al-Khaththab beberapa kali didemo oleh penduduk Kufah.

Kita selalu membayangkan bahwa penyelenggaraan tata kelola pemerintahan pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun adalah periode keemasan yang sangat ideal dan jauh dari segala kekurangan. Bahkan tak jarang, periode awal tersebut tampak sakral bagi sebagian kalangan muslim yang sangat konservatif.

Sikap berlebihan semacam ini kerap kali memicu adrenalin bagi gerakan ekstremisme untuk mewujudkan sebuah tatanan dunia baru seperti yang mereka imajinasikan. Namun ironisnya, tatanan dunia baru yang mereka mimpikan tak lebih dari sekedar pemahaman kaku atas tafsir agama, terutama tafsir-tafsir yang menyangkut persoalan politik dan pengelolaan negara.

Dalam ruang publik, masyarakat kita gemar sekali memperdebatkan soal-soal kesalehan dan keimanan personal para pemimpin, alih-alih menyoroti soal kapasitas mereka dalam memimpin. Memang idealnya seorang pemimpin harus mencerminkan manusia “setengah dewa”, yang tak hanya memiliki sisi kesalehan, tetapi juga kecakapan untuk memikul segala tanggungjawab besar untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Hanya saja, pemimpin “setengah dewa” semacam itu nyaris tidak akan kita dapatkan di zaman ini. Di zaman ini, yang muncul adalah para pemimpin yang sibuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Lalu untuk memperkuat cengkeraman dan pengaruhnya, pemimpin-pemimpin serakah itu bersekongkol dengan kalangan pemegang otoritas keagamaan. Dari persekongkolan gelap inilah lahir kekacauan-kekacauan hebat; kemiskinan, korupsi, sewenang-wenang, mandulnya hukum, ketimpangan sosial, dan seterusnya.

Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin al-Khaththab beberapa kali didemo oleh penduduk Kufah. Penduduk Kufah memang sudah sejak zaman khalifah Umar gemar mendemo keputusan-keputusan pemimpinnya. Dan sebagai pemimpin yang bijak, tentu Umar mendengarkan dengan baik protes yang mereka sampaikan. Baru setelah itu dicarikan pemecahan terbaik untuk setiap masalah yang diadukan.

Baca juga: Ngaji Tarikh (1): Pragmatisme Akut Khalifah Ja’far al-Manshur

Pada suatu ketika, datanglah para penduduk Kufah kepada Umar. Kali ini mereka memprotes khalifah Umar. Sebab, mereka tidak puas pada kebijakan gubernur Umar di Kufah, Sa’ad bin Abi Waqash. Tentu khalifah Umar mengangkat Sa’ad bin Abi Waqash sebagai salah satu pembantunya di pemerintahan karena sosoknya yang saleh dan tidak neko-neko. Dengan diprotes oleh rakyatnya, Umar pun paham bahwa kesalehan Sa’ad tidak sepenuhnya bisa diandalkan untuk menangani masyarakat yang kritis dan suka memprotes.

Di hadapan penduduk Kufah yang mendatangi Madinah, Umar berkata, “Siapa penduduk Kufah yang bisa menerima setiap keputusanku? Jika aku angkat gubernur lemah, mereka akan mengendalikannya. Namun jika aku angkat gubernur yang kuat, mereka malah mengancamnya.”

Al-Mughirah bin Syu’bah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, seorang gubernur yang bertakwa tapi lemah, maka ketakwaannya kembali kepada dirinya sendiri dan kelemahannya menjadi tanggungjawabmu. Sedangkan seorang gubernur yang kuat tapi bejat, kebejatannya kembali kepada dirinya sendiri dan kekuatannya membantu pemerintahanmu.”

“Betul sekali,” kata Umar. “Kamu adalah orang kuat dan bejat, wahai al-Mughirah. Maka hari ini aku angkat dirimu menjadi gubernur Kufah!”

Sejak peristiwa protes penduduk Kufah kepada khalifah Umar, al-Mughirah resmi menjabat gubernur Kufah menggantikan Sa’ad bin Abi Waqash yang sangat saleh tapi lemah dalam kepemimpinan. Ternyata kebijakan khalifah Umar terbukti berhasil. Sebab, tidak hanya di masa khalifah Umar, bahkan di masa ‘Utsman hingga Mu’awiyah berkuasa, al-Mughirah bin Syu’bah terus menjabat sebagai gubernur Kufah sampai akhir hayatnya.

Disarikan dari I’lâm al-Nâs Bimâ Waqa’a li al-Barâmikah Ma’a Banî al-‘Abbâs karya Muhammad Diyab al-Itlidi.

Wallahua’lam.

Kontributor

  • Musyfiqur Rahman

    Penerjemah, peminat khazanah kebudayaan dan sastra Arab klasik, dan penulis buku Ulama Nahwu Garis Lucu. Twitter/IG: @syahdaka.