Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Qarawiyyin, Universitas Tertua yang Didirikan Seorang Wanita

Avatar photo
27
×

Qarawiyyin, Universitas Tertua yang Didirikan Seorang Wanita

Share this article

Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan. Saking pentingnya ilmu, ayat pertama kali turun kepada baginda Nabi saw adalah perintah membaca atau belajar.

Ini merupakan deklarasi dari Rabb azza wajalla bahwa agama yang hendak disampaikan Nabi adalah agama yang menomorsatukan ilmu.

Dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Meski dalam kenyataannya, laki-laki tetap lebih dominan dalam hal keilmuan. Hal ini bukan karena perempuan tidak diberi kesempatan, akan tetapi fakta di lapangan bahwa laki-laki lebih banyak yang berkesempatan mengambilnya. Baik kesempatan dalam arti waktu atau perjalanan hidupnya.

Meski demikian, bukan halangan bagi seorang Fatimah al-Fihriyah untuk ikut andil dalam kesempatan ini. Fatimah adalah wanita dari keluarga kaya raya asal kota Qairuwan, salah satu kota utama yang kini masuk negara Tunisia.

Fatimah bersama keluarganya hijrah dari kota Qairuwan menuju Fes pada awal abad 9 Masehi. Bersama ayahnya beserta rombongan keluarga yang lain, Fatimah kemudian menetap mukim di kota Fes Maroko.

Dalam buku Raudhu al-Qirthas, sejarawan Ibnu Abi Zare’ al-Fasi menuliskan bahwa Fatimah merupakan tokoh sentral di balik pembangunan Masjid Qarawiyyin. Dengan sangat hati-hati Fatimah memastikan semua dana dan bahan yang digunakan untuk membangun masjid ini benar-benar halalan thayiban dan jauh dari syubhat.

Fatimah berharap agar masjid ini benar-benar bermanfaat dan menjadi amal shaleh mendiang ayah dan keluarganya. Hal ini karena harta yang beliau gunakan adalah warisan sang ayah, Muhammad bin Abdillah al-Fihri yang baru saja wafat. Bersama saudarinya, Maryam al-Fihriyah, Fatimah sepakat untuk menggunakan harta warisan tersebut di jalan Allah swt.

Pembangunan yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat ini pun segera terselesaikan. Shalat Jumat yang tadinya dilaksanakan di masjid lain segera dipindahkan ke Qarawiyin yang lebih besar dan memadai.

Nama Qarawiyyin sendiri berarti orang-orang Qairuwan. Dinamakan demikian karena masjid ini didirikan dan dibangun oleh mereka.

Lembaga Pendidikan Berbasis Masjid

Fatimah tak berhenti pada pembangunan masjid. Ia menggagas agar selain untuk shalat, masjid ini juga digunakan untuk pusat pendidikan. Ide ini diamini oleh para ulama dan pemerintah saat itu. Sehingga tak lama kemudian Qarawiyyin pun menjadi tempat belajar berbagai macam disiplin ilmu. Tidak hanya ilmu syariat, ilmu matematika, filsafat, kedokteran dan ilmu umum lain juga diajarkan di sana.

Dengan berjalannya waktu dan pergantian penguasa setempat, Qarawiyyin senantiasa menjadi pusat perhatian. Terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Sehingga pada akhirnya, Qarawiyyin menjadi tempat pendidikan yang berkelas dalam berbagai bidang. Tidak hanya didatangi warga setempat, para pelajar datang dari berbagai penjuru daerah bahkan luar negeri.

Sejarah Qarawiyyin dari awal berdirinya telah melahirkan begitu banyak ulama dan pakar pada masanya. Tercatat sebagai alumni Qarawiyyin masa awal di antaranya adalah Ibnu Khaldun datang dari Tunisia (w: 1406 M), Ibnu Bajah dari Andalusia Spanyol (w: 1138 M), Ibnu Al-Khatib dari Andalusia ( w: 1374 M), sang zahid Ibnu Harazem ( w: 1163 M) dan lain sebaginya.

Berdiri pada tahun 859 M, Qarawiyyin tercatat UNESCO sebagi universitas tertua yang hingga kini masih aktif keberadaanya. Ia terbilang lebih awal dibanding Al-Azhar yang berdiri 1 abad kemudian.

Qarawiyyin sebagai pusat pendidikan maju bahkan semenjak Eropa masih dalam masa kegelapanya. Lebih dari itu ia juga dinilai sebagai pemberi sumbangsih besar pada kebangkitan Eropa di kemudian hari.

Ketulusan niat Fatimah al-Fihriyah adalah kunci. Mimpinya tergapai. Cita-citanya terpenuhi. Qarawiyyin hingga saat ini masih gagah berdiri. Ribuan ulama telah lahir dari perutnya. Jutaan ilmu telah didapat darinya. Manfaatnya mendunia dan tak habis dimakan masa.

Kontributor

  • Muhammad Makhludi

    Tinggal di Cilacap Jawa Tengah Block 60. Seorang khadam kampung. Pernah nyantri di Leler dan Universitas Cady Ayyad Maroko.