Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Senyum adalah Ibadah (Ghair Mahdhah)

Avatar photo
33
×

Senyum adalah Ibadah (Ghair Mahdhah)

Share this article

Ibadah
itu ada ibadah mahdhah dan ibadah ghair mahdhah
. Istilah
ini pertama kali saya temukan di
dalam
kitab
Bidayatul
Mujtahid
.
Ibadah Mahdhah itu
adalah ibadah yang butuh niat. Kalau kita perhatikan aturannya memang rigid; ada rukun dan syarat yang harus kita penuhi. Wudhu, shalat, puasa, haji
masuk ke
dalam jenis ibadah ini.

Sedangkan
ibadah ghair mahdhah itu tak perlu niat, dan jika kita perhatikan aturannya
sangat
fleksibel
.
Tidak
ada syarat
atau rukun yang rigid yang harus kita ikuti. Membaca al
-Quran, shalawat dan zikir masuk ke dalam
kategori ibadah
ini.

Untuk
ibadah jenis pertama, mau tidak mau kita harus ikut aturan. Dalam kondisi
normal dan ikhtiyar, kita tidak boleh shalat Subuh ketika terbenam matahari,
atau menghadap selain ke arah kiblat, atau menambah jumlah rukuk dan sujud biar
lebih afdhal.
Alasannya jelas. Pertama, kau akan
berurusan dengan pemberi syariat karena telah melakukan bid’ah
. Dan kedua, jika ketahuan, maka kamu akan dipukuli massa.

Sedangkan
ibadah jenis kedua
, memang memiliki aturan yang fleksibel. Kita bisa membaca Al-Qur’an yang mana saja,
mengulang
-ulang sampai bosan, dan membacanya kapan saja
di mana saja. Itu boleh karena memang tidak ada aturannya. Aturan yang ada
dalam membaca Al-Qur’an hanya tartil dan tidak junub, selain itu paling tinggal
adab membaca Al-Qur’an seperti dalam kondisi suci dari hadas kecil, menghadap
kiblat, pakaian sopan agar lebih khidmat, duduk yang sopan, dan sebagainya.
Begitu juga dengan zikir dan shalawat.

Ada
satu kaidah tentang ibadah, yaitu hukum asal ibadah adalah haram hingga ada
dalil yang memerintahkannya
. Kaidah ini perlu dipahami dengan benar agar
tidak salah dalam penerapannya.
Senyum itu ibadah kan?
Apakah kasir Indomaret harus nunggu dalil dulu untuk bisa senyum kepada setiap
orang yang masuk? Jelas tidak kan? Karena senyum adalah ibadah ghair mahdhah.

Atas
dasar ini, kaidah di atas tidak bisa dimaksudkan menjadi pelarangan terhadap
tambahan haiat (tata cara) dalam ibadah ghair mahdhah karena memang aturan
dalam ibadah ghair mahdhah itu sangat fleksibel. Maka kita tidak perlu
mempertanyakan ketika ada orang terbiasa membaca suatu zikir atau kombinasi zikir
dan ayat Al-Qur’an khusus pada suatu kondisi tertentu seperti zikir-zikir di
sela-sela shalat Tarawih.
Karena memang hal itu dibolehkan.

Anda
akan heran jika ternyata Ibnu Taimiyah mempunyai wirid sendiri dan mengajarkan
muridnya yang bernama Ibnul Qayyim untuk membiasakan membaca 40 kali: “Ya
Hayyu Ya Qayyum La Ilaha Illa Anta Birahmatika Astaghits.”

Ibnu Taimiyah
berkata
bahwa barang siapa membiasakan membaca kalimat zikir di atas tadi sebanyak 40 kali antara sunnah fajar dan shalat
fajar maka ia akan diberkahi hati yang hidup. (Lihat Madarij Salikin  karya Ibnul Qayyim)

Maka
alangkah baiknya sebelum kita mempertanyakan bahkan mengingkari suatu haiat
tertentu dalam ibadah ghair mahdhah, kita harus (1) husnuzhan bahwa yang
melakukan itu memiliki argumentasinya, (2) dialog dengan baik tanpa menghukumi
dan memaksakan pendapat kepada orang lain, dan (3) menghormati pendapat orang
lain ketika kita sudah berdiskusi dan tidak memiliki titik temu.

Kontributor

  • Fahmi Hasan

    Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Sekarang menjadi dosen di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Meminati kajian fikih dan hukum Islam kontemporer.