Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Silakan Berdakwah Tapi Jangan Memotivasi Umat dengan Hadis Palsu

Avatar photo
24
×

Silakan Berdakwah Tapi Jangan Memotivasi Umat dengan Hadis Palsu

Share this article

Menjadi rutinitas tahunan bagi para khatib atau ustaz dalam khutbah dan pidatonya di bulan Rajab untuk mengingatkan umat tentang keutamaan bulan mulia ini. Bahkan di era sekarang, medsos-medsos juga berlomba menampilkan juga pesan-pesan kebaikan itu.

Tidak dipungkiri bahwa Rajab termasuk salah satu empat bulan mulia.. Para mufassir semisal at-Tabrani dan Ibnu Katsir menuturkan dan menjelaskan QS. at-Tawbah :36di mana Nabi saw. bersabda kala Haji Wada’:

الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السماوات والأرض، السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مُضَر، الذي بين جمادى وشعبان

Artinya: “Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan Langit dan Bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (suci), yang tiga bulan itu berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab (-nya Kabilah Mudhar), yaitu bulan di antara bulan Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam beberapa riwayat sejarah diceritakan bahwa kabilah-kabilah Arab gemar mengubah-ubah aturan kalander bulan sekehendak mereka, namun hanya Kabilah Mudhar saja yang senantiasa teratur dalam kalandernya. Hadis di atas tidak hanya menuturkan tentang informasi empat bulan mulia namun juga memberikan pelajaran yang benar tentang bagaimana kalander bulan harus dijalankan.

Baca juga: Para Nabi Datang Menyambangi Ibunda Rasulullah

Berkenaan dengan Rajab, sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Besar Al-Azhar di zamannya: Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Tabyīn al-‘Ajab bimā Warada fī Shahri Rajab, telah banyak bertebaran hadis dhaif bahkan maudhu’ (palsu) memaparkan keutamaannya.

Tercatat dalam kitab Imam Ibnu Hajar tersebut, disampaikan ada 11 hadis dhaif dan 21 hadits maudhu’ tentang Rajab. Sebelum menyampaikan hadis dhaif dan maudhu’ tersebut, beliau mengingatkan bahwa tidak ada riwayat yang sahih tentang keutamaan bulan Rajab, baik tentang keutamaan puasanya, shalat malam di dalamnya dan seterusnya. Hal ini sebagaimana yang beliau riwayatkan dan pastikan dari al-Hafiz Abu Ismail al-Harawi.

Oleh karena itu, Imam Ibnu Hajar mewanti-wanti orang-orang yang menyampaikan hadis-hadis dhaif dan maudhu’ itu agar tidak menyesatkan yang lain dengan hadis:

من حدث عني بحديث يُرى أنه كذب، فهو أحد الكَاذِبِيْنَ

Artinya: “Barangsiapa meriwayatkan hadis dariku dengan hadis yang telah dipandang bahwa sesungguhnya itu palsu (kabar bohong), maka dia tergolong para pembohong.

Memang benar adanya bahwa jumhur ulama masih mentolerir hadis dhaif disampaikan untuk fadhailul a’mal selagi kedhaifannya tidak sangat, dengan syarat yang bersangkutan tetap meyakini bahwa: (1) hadis tersebut dhaif, dan (2) tidak mempopulerkan, kuatir orang lain mengamalkan dan meyakini sahih. Jika tidak maka akan ada suatu pensyariatan yang tidak disyariatkan. Namun jika hadis itu terbilang maudhu’ (palsu), mutlak tidak boleh diamalkan dan haram disebarkan.

Dengan demikian, jika ada ceramah, khutbah atau pesan-pesan di medsos yang menuturkan sebuah hadis tentang keutamaan Rajab, misal bahwa Rajab itu bulannya Allah, atau di surga ada sungai atau istana untuk yang gemar puasa Rajab, atau keutamaan puasa satu, dua atau sekian harinya Rajab akan dapat pahala sekian tahun, atau shalat sunnah 12 atau sekian rakaat di bulan Rajab akan terkabul doanya dan lain sebagainya, bisa dicek dan dipastikan bahwa itu dhaif bahkan maudhu’ (palsu) yang tidak patut (haram) disebarkan jika tidak dijelaskan kedudukan Hadisnya.

Umat memang baik untuk didakwahi atau dimotivasi agar beramal baik di bulan Rajab, tapi tidak perlu menampilkan hadis-hadis dhaif atau bahkan yang maudhu’. Baiknya cukup diceritakan semisal tentang bagaimana sebagian Tabi’in seperti Hasan Basri, Abu Ishaq as-Sabi’i,  atau ats-Tsauri gemar puasa di bulan Rajab mengingat bahwa Rajab itu salah satu dari empat bulan yang dispesialkan yang tentu beramal baik di situ akan tercatat spesial.

Baca juga: Hukum Puasa dan Keutamaan Bulan Rajab

Penghormatan para sahabat untuk beramal lebih pada bulan Rajab pun tersampaikan secara eksplisit dalam hadis sahih/hasan yang menceritakan tentang Baginda Nabi saw yang ditanya kenapa gemar puasa di bulan Sya’ban, beliau saw bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ

Artinya: “Sya’ban itu bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang.” (HR. an-Nasa’i)

Juga hadis sahih, dari Abu Bahilah ra. yang merasa kuat fisiknya, meminta wasiat kepada baginda saw. di mana beliau saw bersabda:

صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحرُم وَاترُكْ، صُمْ مِنَ الحرُمِ وَاتْرُكُ وقالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاثِ فَضَمَّهَا، ثُمَّ أَرْسَلَهَا

Artinya: “Berpuasalah bulan-bulan mulia (yaitu Rajab, Dzulqa’dah, DDzul-Hijjah dan Muharram) dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah.” Beliau s.a.w. bersabda demikian dengan menunjukkan tiga buah jari-jarinya lalu mengumpulkannya dan kemudian membukanya (maksudnya tiga hari puasa lalu tiga hari tidak dan demikian seterusnya.)” (HR. Abu Dawud)

Jadi, pada dasarnya puasa sunnah, shalat sunnah, berbuat kesalehan lainnya di bulan Rajab itu disyariatkan seperti halnya puasa-puasa sunnah, shalat sunnah dan perbuatan saleh lainnya di bulan biasa yang lain, hanya memang perlu disadari bahwa keutamaan Rajab dan bulan-bulan mulia lainnya itu terpilih dan ternilai spesial sebagaimana ayat dan hadis sahih di atas, beramal di dalamnya boleh kita yakini akan ternilai spesial sebagaimana at-Tabrani menjelaskan dalam tafsiran QS. at-Taubah :36. Namun tidak usah umat ini dimotivasi dengan iming-iming pahala yang tergambarkan dalam hadis-hadis dhaif atau bahkan maudhu’ (palsu). Wa Allāh A’lam.

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.