Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tradisi Nyadran; Momen Mengambil Pelajaran dari “Empat Istri” Kita

Avatar photo
22
×

Tradisi Nyadran; Momen Mengambil Pelajaran dari “Empat Istri” Kita

Share this article

Pelaksanaan Nyadran
tahun 2021 ini mungkin tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, agak sepi
peminat. Realitanya pandemi Covid-19 benar-benar ‘menggerogoti’ sendi-sendi
tradisi keagamaan yang telah mengakar kuat pada masyarakat Indonesia. Salah
satunya adalah Nyadran, tradisi menziarahi kubur leluhur yang dilaksanakan
menjelang Ramadhan.

Saya tidak mau ambil pusing mikirin bisa
Nyadran
ataukah tidak, saya santai saja sambil membaca buku-buku ringan. Terutama buku
yang mengandung hikmah kehidupan. Salah satunya buku yang berjudul Hikmah
dari Seberang
yang berisi tentang kisah-kisah sarat dengan hikmah.

Di antara kisah-kisah tersebut, ada satu
kisah menarik yang dapat kita ambil pelajarannya berkenaan dengan momen Nyadran
di Indonesia. Kisah tersebut tentang seorang pedagang kaya raya yang memiliki ‘empat
istri’.

Istri ke-4 adalah istri
yang paling dicintai si pedagang. Ia memberinya berbagai perhiasan yang mahal
dan mempelakukannya dengan lemah lembut. Ia merawatnya dan tidak memberinya
sesuatu kecuali yang terbaik.

Si pedagang juga sangat mencintai istri
ke-3. Ia merasa bangga padanya dan selalu memamerkannya pada teman-temannya.
Meskipun demikian, ia selalu khawatir kalau sewaktu-waktu sang istri lari
dengan pria lain.

Ia juga mencintai istri ke-2 karena
penuh perhatian, berwatak sabar dan merupakan istri kepercayaannya. Kapan pun
ia menghadapi masalah, istrinya ini selalu menolongnya. Begitu pula dalam
menghadapi masa-masa sulit.

Adapun istri pertamanya, ia sangat
setia. Di samping itu, ia berjasa dalam mengurus kekayaan, bisnis dan rumah
tangganya. Meskipun demikian, si pedagang tidak mencintai istri pertamanya ini.
Walaupun sang istri sangat mencintainya, si pedagang hampir tidak pernah
memperhatikannya.

Suatu hari, si pedagang jatuh sakit dan
menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia mengenang kehidupannya yang mewah
selama ini. Lalu berkata pada dirinya sendiri
, “Aku
mempunyai 4 istri, tapi sewaktu mati nanti, aku akan sendiri. Alangkah
kesepiannya aku nanti! ”

Ia lantas memanggil ke-4 istrinya. Ia mulai
bertanya pada istrinya yang ke-4
, “Istriku,
engkau yang paling kucintai. Aku telah memberimu berbagai pakaian yang baik dan
mencurahkan banyak perhatian kepadamu. Sekarang ajalku telah dekat, maukah kau
nanti mengikutiku dan menemaniku di kubur? ”

“Sama sekali tidak!” jawab istri ke-4
sembari berjalan meninggalkannya. Jawaban itu sangat menyakitkan, seakan pisau
tajam yang menghujam tepat di jantungnya.

Pedagang yang sedih itu lalu bertanya
pada istrinya yang ke-3, “Selama hidupku, aku sangat mencintaimu. Sekarang
ajalku telah dekat, maukah kau nanti mengikutiku dan menemaniku dalam kubur?”

“Tidak!” kehidupan di sini sangat indah.
Aku akan kawin lagi bila engkau telah tiada. Sang pedagang merasa sedihnya
semakin bertambah.

Ia kemudian bertanya pada istrinya yang
ke-2, “Aku selalu memohon pertolonganmu dan kau selalu membantuku. Sekarang aku
butuh pertolonganmu lagi. Bila aku mati nanti, maukah kau mengikutiku dan
menemaniku di kubur?”

“Maafkan aku, aku tidak dapat menolongmu
kali ini,” Jawabnya. “Paling-paling aku hanya bisa mengantarmu sampai ke
kubur.” Jawaban itu datang bagaikan halilintar di siang hari. Si
pedagang seakan binasa saat itu juga.

Namun tiba-tiba terdengar suara, “Aku
akan berangkat bersamamu. Aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi.”

Si pedagang mendongakkan kepalanya dan
melihat ke istri pertamanya. Tubuhnya kurus kering, seakan kekurangan gizi.
Dengan penuh penyesalan, ia berkata
, “Seharusnya
aku dahulu lebih memperhatikanmu.”

Ketahuilah, sebenarnya kita semua
mempunyai empat istri di dalam kehidupan ini.

Istri ke-4 adalah tubuh kita. Berapapun
banyak waktu dan usaha untuk membuatnya cantik, ia tetap akan meninggalkan kita
bila kita telah mati.

Istri ke-3 adalah kekayaan, jabatan dan
status sosial kita. Bila kita mati, semuanya akan menjadi milik orang lain.

Istri ke-2 adalah keluarga dan teman.
Seberapapun dekatnya mereka dengan kita, mereka juga tidak akan mau menemani
kita dalam kubur. Paling jauh mereka hanya bisa mengantarkan kita ke tempat
peristirahatan terakhir.

Sedangkan istri pertama kita adalah amal
kita
. Sering kali kita tidak peduli sewaktu kita mencari kekayaan dan
mempertuhankan hawa nafsu. Padahal nantinya ia yang akan mengikuti kemanapun
kita pergi. Bahkan sampai kita mati.

Kisah ini memiliki benang merah dengan tradisi
Nyadran. Keduanya mengingatkan kita akan datangnya kematian. Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Mulk ayat 2: “Allahlah yang menjadikan mati dan
hidup supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya
.

Juga sabda
Nabi
: “Sungguh aku pernah melarang kalian berziarah kubur. Namun sekarang,
berziarahlah! Sebab berziarah kubur mengingatkan kita pada kematian dan kehidupan
akhirat.

Dari momen Nyadran kali ini,
setidaknya kita belajar bahwa ‘empat istri’ kita tidak benar-benar mencintai
kita. Hanya ‘istri pertama’ saja yang cintanya tulus dan siap berkorban hingga
menemani kita di alam kubur. Karena sejatinya memang ‘istri pertama’ saja yang
memberikan kebahagiaan kita sampai nanti di akhirat. Wallâhu A’lam Bisshawâb
.

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.