Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., menyatakan bahwa para siswa dan pelajar tidak boleh mendapatkan pendidikan agama yang mengajarkan kebencian kepada penganut agama lain.
“Kementerian Agama saat ini sedang mengembangkan Kurikulum Cinta, di mana anak-anak Indonesia akan mendapatkan pendidikan keagamaan yang berbasis mawaddah dan kasih sayang,” Ujar Menag Nasaruddin Umar dalam acara Dialog Lintas Agama, di aula Masjid Istiqlal pada Jumat, 7 Februari 2025.
Dialog Lintas Agama yang diselenggarakan oleh Sanad Media itu menghadirkan pelbagai tokoh dari pelbagai agama, sekaligus pelajar dan mahasiswa. Acara ini turut mengundang Syekh Muhammad Abdus Shamad Muhanna, Direktur Pusat Bayt Mohammadi Mesir sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Al-Azhar; Romo Antonius Suyadi dari Keuskupan Agung Jakarta; Dr. Martin Lukito Sinaga, Pendeta Kristen Protestan sekaligus Dusen Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta; dan Dr. TGB. KH. Muhammad Zainul Majdi, MA., selaku Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia.
Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengingatkan perbedaan agama tidak boleh menjadikan pemeluknya berjarak dan menutup komunikasi dengan umat agama lain di Indonesia.
Lebih lanjut, beliau mengingatkan bahwa soal agama dan kepercayaan biarlah menjadi keyakinan masing-masing pemeluknya. Yang terpenting, menurut beliau adalah menumbuhkan kerukunan dan sikap toleransi dalam kehidupan bernegara di Republik Indonesia.
Dalam konteks internasional, Menag Nasaruddin menegaskan bahwa diplomasi agama dapat berperan andil dalam menyelesaikan masalah-masalah global. Pendekatan religius bisa menjadi kunci dalam membuka komunikasi dan dialog.
“Bahasa-bahasa agama memiliki kekuatan yang tidak ada pada bahasa diplomasi politik yang cenderung formal,” ungkap beliau.
Tantangan Global Dialog Lintas Agama

Sejalan dengan itu, Syekh Muhammad Muhanna mengingatkan bahwa dialog lintas agama saat ini menghadapi tantangan besar mulai dari krisis kemanusian seperti kelaparan dan peperangan sebagaimana yang terjadi di Gaza, hingga arogansi dari kekuatan politik global yang ingin menghegemoni dan menguasai dunia.
Di hadapan utusan lintas agama yang hadir di Masjid Istiqlal, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Al-Azhar itu menekankan arti penting Piagam Persaudaraan Kemanusiaan yang ditandatangani Imam Akbar Al-Azhar Syekh Ahmad At-Tayeb dan Paus Fransiskus dari Vatikan di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2019 lalu.
Sementara itu, Dr. TGB. KH. Muhammad Zainul Majdi, MA. menekankan bahwa penggunaan istilah mayoritas dan minoritas tidaklah tepat dalam kehidupan bernegara. Penggunaan istilah mayoritas-minoritas cenderung akan menyakiti perasaan kelompok tertentu.
“Perdebatan-perdebatan teologis, menurut saya, sebenarnya tidak penting dalam konteks hidup bersama sebagai warga negara. Biarlah itu menjadi bahan diskusi internal untuk saling memperkuat keimanan masing-masing,” tegas Tuan Guru Bajang, Ketua OIAA Cabang Indonesia itu.
Please login to comment