Ketika kita berbicara tentang peran ilmiah wanita pertama di Islam, maka kita akan tertuju pada satu wanita mulia bernama Aisyah. Ulama wanita pertama yang menjadi tolok ukur ketika para sahabat dirundung suatu problema yang tak terpecahkan.
Setelah kewafatannya Rasulullah, Sayyidah Aisyah ra. menjadi tempat berkonsultasi guna meminta pandangan maupun ketetapan hukum. Tak jarang juga beliau didatangi mereka untuk berdiskusi selain tentang agama juga tentang urusan muamalah, dan bahkan persoalan domestik.
Namun ironisnya banyak yang menyayangkan tentang keistimewaan Sayyidah Aisyah ra. ini hanya karena termakan bualan kisah kabar dusta (haditsul ifki). Entah dari kaum orientalis maupun kaum muslimin yang berpemahaman dangkal, mereka mencemar nama Sayyidah Aisyah ra. yang dipandang sebelah mata.
Cerita miring tentangnya bermunculan di era ini. persepsi negatif diusung dengan sumber yang tak ditelisik lebih dalam. Menambah reputasi Sayyidah Aisyah ra. semakin meredup. Para penulis kontemporer menafsiri sosok Sayyidah Aisyah ra. sebagai pembangkan dan biang kericuhan. Bahwa jelas orang-orang seperti ini adalah mereka yang memiliki pendapat dan bahasa yang ngawur. Terkungkung dalam penjara keraguan nan kebimbangan.
Ulama kontemporer, Dr. Muhammad Said Romadhan al-Buthi mengungkap kenyataan bagaimana perjalan Ummul Mukminin Aisyah ra. dari sudut pandang yang jelas. Berdasarkan kenyataan sejarah dalam perjalannya Sayyidah Aisyah ra. hingga pengaruhnya terhadap perkembangan umat Islam.
Baca juga: Mengenang Kesabaran Sayyidah Aisyah dalam Peristiwa Hadits Ifk
Lewat karya bukunya berjudul Sayyidah Aisyah: Kisah Hidup Ibunda Orang Beriman dan Ulama Wanita Pertama. Kita dapat merenungi kondisi Sayyidah Aisyah ra. ketika dicaci orang-orang Madinah terkait kabar dusta yang selama ini diinformasikan kala itu. Juga dalam bukunya ini, al-Buthi membantah orang-orang yang berusaha menjelek-jelekkan Sayyidah Aisyah ra. dengan perspektif argumen-argumen yang dapat dipercaya.
Kabar Dusta Itu Bermula
Ketika kabar dusta itu benar-benar viral di komunitas Madinah, tampak jelas keresahan Baginda Nabi Saw. kala itu. Dibandingkan fitnah-fitnah sebelumnya, fitnah kabar dusta inilah yang paling membuat Baginda Nabi Saw. gundah dan terguncang jiwanya.
Kabar dusta yang bermuara dari salah satu pimpinan kaum munafikun bernama Abdullah bin Ubay bin Salul merebak menjadi wabah yang mengoyak kedamaian keluarga Nabi yang mulia. Ibnu salul yang telah lama menanti kesempatan untuk menyakiti banginda Nabi saw. dan kaum muslimin terbuahkan ketika mendengar kabar tentang Sayyidah Aisyah ra. terlibat dalam sekandal saat perpulangannya kaum muslimin ke Madinah dari peperang melawan Bani Musthaliq.
Sayyidah Aisyah ra. pergi dari sekedup untanya saat setelah menyadari kalungnya tertinggal di suatu tempat ketika buang hajat. Lama Sayyidah Aisyah ra. mencari akhirnya rombongan kaum muslimin meninggalkannya. Para sahabat yang memandu unta Sayyidah Aisyah ra. mengira bahwa di dalam sekedup untanya itu sudah ada Sayyidah Aisyah ra.
Sayyidah Aisyah ra. pun tertinggal di sana. Karena tak dapat mengejar rombongan, Sayyidah Aisyah ra. bersandar di suatu tempat seraya berharap para pengawalnya menyadari ketertinggalannya, lantas kembali untuk menjemputnya.
Harapannya tidak sesuai. Hingga fajar datang, Sayyidah Aisyah ra. tidak ada yang menjemputnya. Saat itulah Shafwan ibnu Mu’aththal menemui Sayyidah Aisyah ra. untuk diajak pulang. Shafwan bertugas sebagai petugas penyapu dan pengambil barang-barang kaum muslim yang tertinggal di perjalanan. Karena tugasnya itu, Shafwan dapat bertemu Sayyidah Aisyah ra. yang tidak sengaja tertinggal dengan rombongannya.
Di atas untanya Shafwan, Sayyidah Aisyah ra. tidak berbicara sepatah katapun dengannya. Shafwan pun tak mengucapkan apa-apa selain kalimat ‘inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Ini adalah istri Rasulullah Saw!’ Hingga bertemu dengan rombongan kaum muslimin yang hampir memasuki Madinah, Shafwan hanya membiarkan Sayyidah Aisyah ra. menunggangi hewannya sendirian. Sementara ia hanya menuntunnya dan berjalan kaki.
Baca juga: Urgensi Islam Nusantara di Pentas Dunia Global
Malapetaka itupun muncul, ketika Ibnu Salul menggoreng kabar dusta itu dan disebar luaskan ke seluruh penjuru Madinah. Mengabarkan Ummul Mukminin telah berselingkuh dengan Shafwan. Membuat warga Madinah resah akibat api fitnah yang sudah merembet kemana-mana. Sekalipun Rasulullah Saw. yakin bahwa Sayyidah Aisyah ra. tidak bersalah, tidak mungkin melakukan hal keji sedemikian itu, namun fitnah ini memang benar-benar menyentuh dan menyerang emosi kemanusiaan Nabi Saw.
Hingga masalah ini benar-benar selesai, setelah Allah Swt. menurunkan wahyu untuk membersihkan Sayyidah Aisyah ra. dari segala tuduhan keji sebulan setelahnya.
Hikmah Dibalik Kabar Dusta
Al-Buthi menerangkan bahwa hikmah dari kasus ini dibiarkan Allah Swt. berlarut-larut adalah agar tampak jelas musuh-musuh Islam yang selama ini bersembunyi. Selama satu bulan, kaum muslim warga Madinah diamuk dan diguncang kabar bohong ini. karena turunnya wahyu ini juga, selain agar membersihkan nama Aisyah juga agar semakin tampak siapa saja pihak yang memiliki niat dan hasrat besar untuk menyakiti kaum Muslimin.
Maka Rasulullah saw. seusai menerima wahyu itu langsung pergi ke masjid dan berdiri di atas mimbar. Membacakan ayat-ayat Allah Swt. yang telah diwahyukan kepadanya di hadapan kaum Muslimin. Lantas memerintahkan para sahabat untuk mencambuk orang-orang yang telah menyebarkan berita dusta ini. Termasuk diantara mereka adalah Ibnu Salul, Musthah ibnu Ustasah, Hamnah binti Jahsy, dan Abu Ahmad al-Dharir.
Sementara Nabi Muhammad Saw. tak lantas bisa menjawab segala tuduhan dan hanya bisa gelisah tanpa ada jawaban. Atau bahkan tak kuasa memprediksi wahyu yang turun ketika fitnah itu benar-benar memanas adalah agar tampak bahwa wahyu tidak dalam kendalinya.
Baca juga: Membaca Biografi Keluarga Nabi
Itu semua juga menunjukkan bahwa wahyu bukanlah berasal dari perkataan Nabi saw. bukan karena keinginan dari siapapun dan diturunkan bukan untuk direkayasa. Karena al-Quran atau wahyu sepenuhnya berasal dari Allah Swt.
Buku dengan judul asli Aisyah Ummul Mukminin bukanlah buku yang keterikatan dengan pengaruh pemikiran, prasangka, maupun fanatisme madzhab tertentu. Buku ini ditulis al-Buthi berdasarkan analisisnya secara objektif dan menempatkan Sayyidah Aisyah ra. sebagai objek kajian ilmiah.
Penulis semata-mata ingin membawa pembaca pada realitas peristiwa-peristiwa yang ada. Melepaskan belenggu kecenderungan paham yang membuat pembaca susah mendapatkan benang merah dari kejadiannya. Dari buku inilah, kita akan menarik pelajaran dari relitas yang ada di balik hakikat peristiwa yang melatarbelakanginya. Memberikan gambaran secara komprehensif fenomena sosial yang melibatkan aspek-aspek kehidupan manusia.
Identitas Buku
Judul : Sayyidah Aisyah, Kisah Hidup Ibunda Orang Beriman dan Ulama Wanita Pertama
Penulis : Dr. Muhammad Said Romadhan al-Buthi
Tebal : 227 halaman
Terbit : Cetakan kedua, April 2020
Penerbit : Qalam
ISBN : 978-602-53236-5-2