Dalam sejarah, kita sudah mengetahui bahwa Khalid ibn Said al-Ash adalah sahabat Nabi dari suku Quraisy, keturunan Bani Umawi. Ia termasuk sahabat yang masuk Islam di masa-masa awal (al-sabiqun al-awwalun). Ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan ada pula yang mengatakan ia orang keempat atau kelima.
Putrinya, Ummu Khalid binti Khalid ibn Said ibn al-Ash, mengatakan, “Ayahku adalah orang kelima yang memeluk Islam.” Ketika ditanya, “Siapakah sebelum dia?” Ia menjawab, “Ali ibn Abu Thalib, Abu Bakr, Zaid ibn Haritsah, dan Sa’d ibn Abu Waqash.” Lalu bagaimana sebenarnya kisah Khalid menemukan jalan Islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad saw.?
Syahdan, Ibn al-Atsir menuturkan bahwa, suatu ketika Khalid bermimpi dirinya berada di pinggiran tepi jurang api. Dalam mimpinya, ia melihat ayahnya mendorongnya ke dalam jurang api, sedangkan Rasulullah menariknya dengan surbannya sehingga ia tidak terjerumus ke dalamnya. Ia pun kaget dan bangun dari tidurnya masih dalam keadaan bingung. Ia berucap, “Aku bersumpah bahwa mimpi itu adalah mimpi yang benar.”
Keesokan harinya ia menemui Abu Bakr dan menceritakan mimpinya. Mendengar cerita tersebut, sontak Abu Bakr berkata, “Aku memang akan menyampaikan kabar baik kepadamu. Muhammad adalah utusan Allah Swt. Ikutilah dia! Engkau harus memeluk Islam yang akan menjagamu dari terjerumus ke dalam api neraka, sedangkan ayahmu akan memasukinya.”
Akhirnya, Khalid dan Abu Bakr menemui Rasulullah Saw., dan saat mereka berhadapan, Khalid bertanya, “Wahai Muhammad, kepada siapa kau mengajak?” Nabi saw. menjawab, “Aku mengajak kepada jalan Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, sedangkan Muhammad adalah hamba dan pesuruh-Nya. Dan engkau akan melepas apa yang selama ini kaulakukan, yaitu menyembah batu yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, tidak dapat memberi manfaat atau mendatangkan bahaya, dan tidak dapat mengenal siapa yang menyembah dan siapa yang tidak menyembahnya.”
Mendengar jawaban sabda Rasulullah Saw., Khalid pun berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Tentu saja, Rasulullah Saw. berbahagia mendengar kesaksian yang dinyatakan oleh Khalid.
Rupa-rupanya, setelah memeluk Islam, Khalid pulang ke rumahnya. Tetapi, kabar tentang keislamannya telah sampai di telinga ayahnya sebelum ia tiba di rumahnya. Ayahnya menyuruh anak-anaknya yang lain untuk mencari Khalid. Mereka berhasil menemukan Khalid dan membawanya ke hadapan ayah mereka. Saat keduanya bertemu, ayahnya langsung memarahi dan mencaci-maki Khalid.
Tidak hanya itu, sang ayah juga memukuli kepala Khalid dengan tongkat. Saking kerasnya pukulan sang ayah, akhirnya tongkat itu patah menjadi dua. Dengan penuh amarah Said, ayah Khalid, berkata, “Apakah kau telah mengikuti Muhammad itu, sedangkan kaumnya sendiri menentangnya? Karena ia telah menentang tuhan-tuhan mereka dan mencela leluhur mereka. ”
“Demi Allah, aku memang telah mengikuti ajaran yang dibawanya.” Jawab Khalid. Mendengar jawaban anaknya, Said semakin murka dan mengusir anaknya, “Pergilah kemana pun kau suka, hai manusia hina! Sungguh aku tidak suka melihatmu lagi. Pergilah dan jangan bawa apa pun dari rumah ini.”
Sang ayah marah, namun Khalid tidak tinggal diam. Ia menjawab, “Ayah memang tidak mau memberikan apa pun maka sesungguhnya Allah maha memberi rezeki.” Kemudian Said berkata kepada anak-anaknya yang lain, “Jangan ada seorang pun di antara kalian yang berbicara kepadanya, kecuali jika mau kuperlakukan seperti Khalid.”
Waktu berjalan, akhirnya Khalid pergi menemui Rasulullah Saw. dan membaktikan hidupnya kepada beliau. Khalid terus menemani Rasulullah Saw. menyeru penduduk Makkah kepada ajaran Islam hingga tiba perintah dari Rasulullah Saw. kepada kaum muslim untuk hijrah ke Abisinia.
Ternyata, Khalid juga ikut serta dalam rombongan Muhajirin itu dalam gelombang hijrah kedua. Dan semenjak itu, Khalid menjadi pengikut setia Rasulullah Saw., sementara ayahnya bersikukuh dalam kemusyrikan dan menjadi pemuka kaum musyrik yang memusuhi dan sangat membenci Rasulullah Saw.
Sialnya, menjelang kepergian Khalid ke Abisinia, ayahnya jatuh sakit, dan dalam keadaan sakit ia berkata, “Seandainya ia mengangkat penyakitku, niscaya tuhan Ibn Abu Kabsyah di Makkah tidak akan disembah lagi.” Mendengar perkataan sang ayah demikian, Khalid berdoa, “Ya Allah, jangan Kau angkat penyakitnya.” Allah Swt. ternyata mengabulkan doa Khalid sehingga ayahnya itu meninggal dalam keadaan musyrik.
Khalid ikut serta hijrah ke Abisinia ditemani istrinya, Umaymah bint Khalid al-Khuza’iyah. Dari perkawinannya, ia dikaruniai seorang putra, yaitu Said ibn Khalid dan seorang putri yang bernama Amah, atau sering juga disebut Ummu Khalid. Dan, di antara saudaranya ada yang ikut serta dalam rombongan hijrah, yaitu Amru ibn Said.
Suatu saat, ketika Khalid ibn Said tinggal di Abisinia, Ubaidillah ibn Jahsy, suami Habibah bint Abu Sufyan, meninggal dunia setelah pindah keyakinan menjadi seorang Nasrani. la mati karena terlalu banyak minum arak.
Ketika masa iddah Habibah habis, Rasulullah Saw. mengirimkan surat kepada Raja Najasi untuk mewakili beliau menikahi Habibah bint Abi Sufyan, sedangkan Khalid ibn Said bertindak sebagai wakil keluarga Habibah. Setelah turun perintah dari Rasulullah kepada kaum Muhajirin untuk pulang dari Abisinia, Khalid memboyong seluruh keluarganya kembali ke tanah Hijaz.
Memilih jalan Allah
Khalid ternyata lebih memilih jalan Allah Swt. dari pada kemuliaan dan kehormatan dunia. la sangat meyakini janji Allah Swt. Ia yakin, apapun yang dijanjikan oleh Allah pasti akan mendatangkan kebaikan abadi. la tidak mau mengikuti jalan ayahnya yang hanya mementingkan kemulian dan kehormatan dunia.
Akal pikiran telah menuntun Khalid mencapai kebenaran sejati ketika keluarga dan kaumnya lebih memilih mengikuti hawa nafsu. Lalu, siapakah yang lebih sesat dari orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya. Tentu saja, keadaan Khalid jauh lebih mulia dan lebih istimewa dibanding keluarga dan kaumnya yang memilih kemewahan dan kehormatan dunia.
Dan, ketika rombongan Muhajirin Abisinia tiba di Madinah, mereka mendengar kabar bahwa Rasulullah Saw. sedang berada di Khaibar. Maka, tanpa beristirahat lagi mereka bergegas menyusul Rasulullah yang tengah berperang melawan kaum Yahudi Khaibar yang mengkhianati kaum muslim dengan membantu kaum musyrik Quraisy dalam Perang Khandaq.
Setibanya di Khaibar, mereka semuanya mendapat sambutan hangat dan mengharukan dari Rasulullah dan kaum muslim. Selain itu, mereka juga mendapatkan harta rampasan yang tidak sedikit.
Khalid sendiri memiliki kedudukan tersendiri di sisi Rasulullah. la telah mengalami tekanan dan siksaan karena memilih jalan Allah dan lebih mengutamakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Sejak menyatakan keislaman di hadapan Rasulullah, ia menyerahkan dan membaktikan hidupnya untuk Allah dan Rasul-Nya.
la juga ikut serta bersama pasukan kaum muslim ketika menaklukkan Makkah dan mendapatkan kemenangan yang gemilang. la menyaksikan sendiri ketika berhalaberhala di Makkah jatuh tersungkur dihancurkan oleh kebenaran. Itulah momen yang sangat penting dan membahagiakan Khalid beserta seluruh kaum muslim lain.
Bahkan, ia juga ikut serta dalam pasukan kaum muslim ketika berperang melawan kaum musyrik di Hunain. Kaum muslim mendapatkan kemenangan yang gemilang dalam peperangan itu meskipun pada awalnya mereka sempat terdesak oleh pasukan musyrik. Khalid juga ikut serta dalam ekspedisi ke Taif, dan juga ke Tabuk.
Karena itu, tak diragukan lagi, Khalid merupakan sahabat yang termasuk kelompok Muslim yang paling awal menyatakan keislaman, kemudian hijrah ke Abisinia, lalu ke Madinah. la juga termasuk sahabat yang paling gigih berjuang bersama Rasulullah menegakkan kalimat tauhid dan memerangi kebatilan. la tidak pernah absen dari berbagai peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah. Baginya, tidak ada lagi yang lebih penting dalam hidupnya kecuali harapan memperoleh rida Allah Swt.
Menariknya, ketika turun perintah kepada kaum muslim untuk mengeluarkan zakat, Rasulullah Saw. mengangkat Khalid sebagai petugas penarik zakat untuk penduduk Yaman (sebagian perawi mengatakan bahwa ia ditugaskan untuk wilayah Madzhaj dan Shana’a). Sementara, saudaranya, Amru, diangkat sebagai petugas zakat untuk wilayah Tayma dan Khaibar, dan Aban bertugas di wilayah Bahrain.
Penting dicatat juga, bahwa Khalid dan Aban adalah orang terakhir yang membaiat khalifah Abu Bakr. Setelah semua keluarga Bani Hasyim membaiatnya, mereka berdua datang dan berbaiat. Kemudian ketiga orang bersaudara ini meminta kepada Khalifah Abu Bakr untuk membebastugaskan mereka dari tugas. Mereka berkata, “Kami anak-anak Bani Uhaihah tidak bekerja kepada siapa pun setelah Rasulullah wafat.”
Ada juga yang menceritakan, bahwa setelah mengajukan permohonan kepada Khalifah, Khalid pergi berperang di Marjashafar dan terbunuh di sana. Ada juga yang mengatakan bahwa Khalid dan kedua saudaranya gugur sebagai syahid pada Perang Ajnadin. Wallahu a’lam bisshawaab.