Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Transaksi Agama Era Digital

Avatar photo
25
×

Transaksi Agama Era Digital

Share this article

Teknologi memudahkan setiap orang untuk
melakukan segala hal. Setelah periode industri, teknologi berusaha untuk
memfasilitasi semua keinginan manusia yang tidak terbatas. Mulai dari bidang
pertanian, pendidikan, hingga agama sekalipun. 

Kemajuan teknologi akan memaksa manusia
lebih kreatif untuk bertahan hidup. Sebagian aktivitas yang biasa dikerjakan
seseorang sudah digantikan dengan peran teknologi. Selain mengurangi beban
biaya, teknologi juga menjamin kecepatan, ketepatan, dan keluwesan dalam
melakukan pekerjaan.

Proses adaptasi penggunaan teknologi
dilakukan secara masif dan berkala. Salah satu indikator kemajuan sebuah negara
dilihat dari seberapa banyak masyarakat yang mampu menjangkau akses informasi
digital. Internet menjadi kebutuhan utama manusia. Menghabiskan waktu
berjam-jam untuk memandang layar gadget dengan ribuan fantasi di dalamnya.

Peluang ini yang coba dimanfaatkan
untuk bertransaksi mengani segala hal. Mengingat Islam adalah agama basis di
Indonesia, sebagian oknum memanfaatkan gairah Islam milenial berkedok hijrah
untuk dijadikan pasar. Berbagai even dengan dalih demam hijrah, Indonesia tanpa
pacaran, totorial poligami, hingga jual-beli aksesoris keagamaan yang semuanya
ditata apik untuk menarik minat konsumen.

Para influencer atau artis yang
meninggalkan dunia panggung (berhijrah) juga aktif memanfaatkan ketenaran untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing. Demam beragama di Indonesia telah
membentuk pasar syariah dengan sikap fanatisme sebagian masyarakat yang
merindukan kejayaan khilafah.

Saking menyenangkannya, kadang aspek
transaksi agama (syariah) sering diabaikan demi menjaga kekuatan ekonomi
masing-masing oknum. Menawarkan dagangan dan mendapatkan keuntungan adalah hal
wajar bagi umat muslim. Apalagi berdagang merupakan sebuah kesunahan bagi
pemeluknya. Namun beberapa di antaranya rela menipu konsumen dengan dalih agama
agar mendapatkan keuntungan maksimal.

Tidak ada lagi prinsip beragama, selain
godaan duniawi (kekayaan). Menjadikan agama sebagai alat menawarkan barang
dagangan yang kadang menerapkan sistem konvensional dalam proses transaksinya. 

Pasar Muamalah

Ramai kasus pasar mualamah di jalan
tanah baru Depok, Jawa Barat digunakan sebagai kegiatan perdagangan telah
dilakukan sejak tahun 2014. Memiliki pedagang sekira 10-15 orang dengan menjual
makanan, minuman, sembako, hingga pakaian.

Transaksi yang digunakan menggunakan
mata uang dinar dan dirham yang dipesan dari PT Aneka Tambang atau Antam,
kesultanan Bintan, kesultanan Cirebon, kesultanan ternate, dengan harga sesuai
acuan PT Aneka Tambang. Sedangkan dirham perak didapat dari perajin Pulomas,
Jakarta, lebih murah dari acuan PT Aneka Tambang.

Saat ini pendiri pasar muamalah Zaim
Saidi dipersangkakan atas Pasal 9 UU No 1 tahun 1946 tentang hukum pidana, dan
pasal 33 UU nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Dengan ancaman hukuman 1
tahun penjara dan dendan 200 juta rupiah.

Kalau diamati, mata uang yang digunakan
bertulisakan amir yang berarti berarti pemimpin. Menuliskan kata “Amir Zaim
Saidi” dalam mata uang dirham berarti mengklaim diri sebagai seorang pemimpin
di “Amirat Nusantara” (Pemerintahan Nusantara). Dari penjabaran mata uang
dirham sudah bisa dikaitkan dengan tindakan makar dengan tidak meyakini
pemimpin pemerintah saat ini.

Selain cita-cita menerapkan kembali tradisi
Rasulullah, penerapan pasar muamalah dengan transaksi menggunakan mata uang
dinar dan dirham karena bisa berlaku di mana saja. Selain itu nilainya akan
terus merangkak naik. Nilai dari dinar akan disesuaikan dengan komoditi yang
dibeli. Penggunaan dinar juga akan membuat inflasi di suatu negara menjadi nol.

Sejauh ini mata uang dinar dan dirham
telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang
digunakan dalam dunia internasional. Bertransaksi menggunakan mata uang dinar
dan dirham bisa mengurangi biaya transaksi. Apabila digunakan sebagai mata uang
tunggal, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang
lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Penggunaan dinar dan dirham
akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik
dan kekuatan asing.

Pada tataran operasional, menyatunya
bank syariah di Indonesia tetap akan dianggap sukar membebaskan diri dari
praktek-praktek riba, gharar, dan gambling. Sementara itu, kebutuhan akan
adanya dinar emas dan dirham perak sebagai mata uang di Indonesia sangat
mungkin diterapkan, mengingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk
muslim terbesar di dunia.

Namun yang menjadi persoalan adalah
aplikasi dari penerapan sistem syariah suatu negara yang memungkinkan
terjadinya pasar muamalah dengan penggunaan mata uang Islam (dinar dan dirham).
Jika kesepakatan negara menjunjung pancasila sebagai dasar negara, maka praktek
pasar muamalah hanya akan menciptakan konflik baru di tengah masyarakat.

Apalagi tidak ada badan atau lembaga
yang memgatur kebijakan atas pendistribusian barang dan manajemen keuangan
dinar dan dirham yang dimungkinkan bisa menguntungkan pihak tertentu.
Pemungutan 2,5% dari penukaran mata uang rupiah ke dinar atau dirham adalah bentuk
transaksi pemanfaatan agama untuk memperoleh keuntungan pribadi. 

Di era digital yang memungkinkan
transaksi dari berbagai dunia internasional, pasar muamalah menjadi gambaran
tentang konservatifnya kelompok Islam tertentu di tengah kemajuan zaman. Ketika
sebagian negara sudah menggunakan bitcoin sebagai sarana transaksi, pasar
muamalah mencoba mengenang kejayaan Islam dengan transak
si menggunakan dinar dan dirham.

Kontributor

  • Joko Yuliyanto

    Penggagas Komunitas Seniman NU, Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif Menulis Opini di Media Daring.