Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Mengupas Hukum Jual Beli Kucing dalam Islam

Avatar photo
40
×

Mengupas Hukum Jual Beli Kucing dalam Islam

Share this article

Setiap penyayang kucing yang lewat di depan Pet Shop dan melihat ada binatang lucu nan menggemaskan, pasti hatinya akan tergugah. Meski tidak disebutkan di dalam al-Qur’an, hewan mungil itu memiliki keistimewaan tersendiri dalam Islam.

Dikisahkan Rasulullah SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama Muezza. Saking sayangnya dengan gumpalan berbulu satu ini, Nabi sampai rela memotong lengan jubahnya yang dipakai alas tidur Muezza saat beliau hendak pergi ke masjid.

Nabi lebih memilih untuk memotong lengan jubahnya daripada membangunkan Muezza kucing kesayangannya itu.

Jual beli hewan ternak itu mubah. Kita bisa menemukan banyak dalil dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Ulama juga telah sepakat. Manusia bisa memanfaatkan hewan ternak untuk bercocok tanam, memakan daging dan meminum susunya.

Tetapi kucing adalah hewan peliharaan (rumahan). Berbeda dari anjing penjaga yang berfungsi menjaga rumah dan melacak bau, atau burung bersuara indah yang bisa menghibur manusia dengan kicauan merdunya, kucing seolah-olah tidak memiliki manfaat kecuali memang ras Feline terkenal sebagai predator ulung.

Aturan Syariat dalam Jual Beli Binatang

Beberapa ulama dari golongan tertentu mengatakan lebih baik beli hewan ternak daripada kucing, hewan ternak jelas bermanfaat, kucing tidak berguna. Lantas sebenarnya bagaimana hukum jual beli kucing dalam Islam?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, harus dikaji terlebih dahulu dari pelbagai aspek. Mulai dari hukum jual beli, syarat benda yang bisa diperjualbelikan, sifat kucing itu sendiri, kemudian membandingkan semua faktor. Setelah itu, kita bisa menarik kesimpulan.

Semua jual beli yang tidak berkaitan dengan riba hukumnya boleh. Seperti yang tertera dalam QS. Al-Baqarah ayat 275.

Hukum jual beli diperjelas kembali di dalam QS. An-Nisa ayat 29. Jual beli apapun selain yang berkaitan dengan riba dan tidak dilarang syariat, hukumnya boleh.

Dalam magnum opus-nya Al-Umm, ketika menjelaskan ayat 29 surat An-Nisa, Imam Asy-Syafi’i berkata, “Hukum asli jual beli itu boleh terutama jika pembeli dan penjual sama-sama sepakat, kecuali apa-apa yang telah dilarang oleh Rasulullah SAW dan yang semacamnya. Tetapi jika Rasulullah SAW tidak melarang dan membiarkan, maka tidak apa-apa.”

Baca juga: Hukum Mengucapkan Salam kepada Orang yang Membaca Al-Qur’an

Ada lima syarat barang yang boleh diperjualbelikan menurut syariat. Yaitu: barangnya berwujud, bersih atau suci, bermanfaat, barang adalah milik penjual dan memungkinkan penyerahan barang baik secara fisik atau tertulis dari penjual ke pembeli.

Jual beli sesuatu yang tidak bermanfaat, jelas tidak sah hukumnya. Seperti jual beli minuman keras atau togel.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

Sedangkan hukum jual beli bagi hewan yang bersih dan bermanfaat itu jelas mubah. Seperti yang tertulis dalam surat Luqman ayat 20 dan Al-Jatsiyah ayat 13.

Begitu juga jual beli hewan yang bersifat menghibur seperti burung, ikan hias, dll. Allah SWT menyinggung hal tersebut dua kali, dalam QS. Al-Nahl ayat 8 dan 14.

Imam Ar-Rafi’i menjelaskan dalam kitabnya Fathu al-Aziz, “Boleh melakukan jual beli hewan yang memiliki manfaat, seperti: kuda dan keledai yang bisa ditunggangi, atau burung pipit, merak, anak kucing dan monyet. Kita bisa terhibur bahkan kita bisa belajar dari mereka.”

Baca juga: Hukum Bunga Bank untuk Keperluan Konsumsi

Menurut mazhab Syafi’i, bulu dan air liur anjing najis hukumnya. Orang muslim yang menyentuh atau terkena jilatan anjing harus mencuci tujuh kali di mana salah satunya harus dengan mengusap debu.

Sedangkan kucing domestik alias kucing rumahan, bulu dan air liurnya tidak najis. Hal ini berdasarkan hadits hasan sahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ

Rasulullah SAW dengan tegas menyebut kucing tidak najis. Hal ini kemudian diikuti oleh mayoritas ulama dari golongan sahabat, tabi’in dan dilanjutkan oleh seluruh imam madzhab empat.

Kita juga pasti pernah mendengar hadits tentang seorang wanita yang masuk neraka gegara menyiksa kucing. Bukan berarti wanita tersebut masuk neraka lantaran memelihara kucing, karena memelihara burung dalam sangkar saja boleh hukumnya. Wanita itu dimasukkan ke neraka gara-gara dia memelihara kucing, kemudian mengurung dan tidak memberinya makan.

Ikhtilaf Ulama dalam Jual Beli Kucing

Sedangkan alasan beberapa ulama mengharamkan jual beli kucing berdasarkan hadits:

عن أبي الزبير رضي الله عنه قال: “سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ. قَالَ: زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ

Diriwayatkan dari Abu Zubair ra., dia bertanya kepada Jabir ra. tentang hukum jual beli anjing dan Sinnur. Jabir ra. menjawab, “Rasulullah SAW melarang keras jual beli untuk dua hal tersebut.”

As-Sinnur dalam hadits di atas bermakna kucing.

Salah satu pendapat mazhab Maliki menyatakan hukum jual beli kucing itu makruh berdasarkan hadits tersebut.

Kalangan Dzahiriyah malah menyatakan haram hukumnya jual beli kucing karena lafaz زجر adalah bentuk larangan paling keras.

Mayoritas ulama justru berpendapat sebaliknya. Lafaz as-Sinnur di atas itu bermakna kucing liar alias kucing hutan.

Berbeda dari Dzahiriyah yang memukul rata semua kucing baik kucing hutan atau kucing rumahan, sama haramnya untuk diperjualbelikan, mayoritas ulama berpendapat hanya kucing hutan atan kucing gunung saja yang tidak berguna untuk dipelihara. Sesuatu yang tidak bermanfaat tentu tidak sah diperjualbelikan secara syar’i.

Baca juga: Syekh Ali Jum’ah Terangkan Hukum Memelihara Anjing

Jumhur ulama juga berpendapat bahwa larangan dalam hadits di atas karena secara umum binatang buas itu najis, dan kucing hutan digolongkan sebagai الوحشي  alias binatang buas.

Di dalam Mughni al-Muhtaj disebutkan, meski jual beli kucing tidak dilarang secara mutlak, sangat dianjurkan untuk tidak menjual kucing tetapi memberikan kepada orang lain karena begitulah ‘urf (tradisi) yang berlaku.

Imam Asy-Syarbini, pengarang Al-Mughni menambahkan, larangan dalam hadits di atas jika kucing yang dimaksud bukan milik penjual atau tidak mendatangkan manfaat bagi pembeli.

Syeikh Ali Jum’ah pernah menjelaskan, apabila karena suatu hal kita tidak bisa membiarkan kucing di rumah dan tidak terlalu membutuhkan uang, maka lebih baik jika memberikan kucing tersebut kepada orang lain tanpa minta bayaran. Meski jual beli kucing secara syar’i diperbolehkan, lebih baik mengikuti tradisi yang ada.

Yang jelas, hukum jual beli kucing dalam Islam tidak dapat dikatakan haram dengan alasan keberadaannya yang tidak bermanfaat, dan lebih baik memelihara hewan ternak ketimbang kucing seperti perkataan beberapa ulama yang viral di YouTube. Kucing bisa digunakan untuk menjaga rumah dari serangan tikus.

Baca juga: Hukum Baca Al-Quran Lewat Gawai saat Haid

Selain itu, yang penting adalah bagaimana kita merawat hewan peliharaan dengan kasih sayang. Perasaan bahagia yang muncul atas tingkah laku gumpalan bulu yang menggemaskan itu adalah bukti syukur terhadap ciptaan Allah SWT.

ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ، الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ

“Sang Pencipta Yang Maha Agung ini Maha Mengetahui segala yang tidak diketahui makhluk dan tidak terlihat oleh mata, Dia Maha Perkasa dalam kerajaan-Nya dan Maha Pengasih terhadap makhluk-makhluk-Nya.” (QS. As-Sajdah [32]: 6-7)

Kontributor

  • Umar Abdulloh

    Santri Al-Azhar alumni Fakultas Hukum yang senang menertawakan dunia dan seisinya.