Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Tiga Qasidah Burdah Fenomenal dalam Kesusastraan Arab

Avatar photo
49
×

Tiga Qasidah Burdah Fenomenal dalam Kesusastraan Arab

Share this article

Dalam sejarah kesusastraan Arab, ada tiga istilah Qasidah Burdah yang sangat fenomenal. Qasidah tersebut berisikan syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW.

Pertama, qasidah burdah (Banat Su’ad) yang dilantunkan oleh Sayyidina Ka’ab bin Zuhair. Kedua, burdah madih yang ditulis oleh Imam Syarofuddin Al-Bushiri. Ketiga, Nahjul Burdah milik Imam Ahmad Syauqi.

Ketiga-tiganya ini dikenal dengan Qasidah Burdah. Lahir di era yang berbeda-beda. Akan tetapi yang paling populer dan banyak tersebar, dilantunkan di berbagai belahan dunia yaitu Burdahnya Imam Bushiri. Karena di dalamnya mengandung untaian kata dan bait-bait puisi yang memiliki nilai sastra dan spiritual yang sangat mendalam, sehingga dapat menggugah jiwa pembacanya, mengantarkannya untuk bisa sampai dan bersambung dengan Rasulullah SAW.

Qasidah Burdah Banat Su’ad

Sekilas tentang kisah Burdah Sayyidina Ka’ab bin Zuhair di masa Rasulullah Saw. Ka’ab bin Zuhair bin Abi Sulma lahir dari keluarga besar yang ahli bersya’ir di masanya. Ayah dan kakeknya merupakan penyair yang sangat terkenal di masa jahiliyah, begitupun saudaranya  Bujair bin Zuhair bin Abi Sulma.

Sebelum memeluk Islam, Ka’ab bin Zuhair sudah menjadi pujangga besar yang sangat terkenal di Arab. Dia memiliki kedudukan yang tinggi di dalam kabilahnya.

Yang disayangkan, ia menggunakan keterampilan dan kedudukannya untuk memusuhi dan menentang islam dengan membuat syair-syair yang berisikan hinaan, celaan terhadap baginda Rasulullah dan kaum muslimin.

Ketika ia melantunkan sebuah syair, maka syair tersebut akan segera diingat dan tersebar luas di kalangan bangsa Arab. Hal inilah yang membangkitkan kemurkaan para sahabat karena mereka tak terima jika sang kekasih dicaci-maki oleh orang lain.

Baca juga: Mengenal Empat Penyair Rasulullah SAW

Akhirnya Rasulullah menghalalkan darah Ka’ab, sehingga Ka’ab pun menjadi incaran amarah para sahabat. Bahkan ada sahabat yang sangat berambisi untuk mebunuhnya. Ia pun ketakutan dan bingung, kemudian meminta perlindungan dari kaumnya, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa.

Saudara kandungnya yang bernama Bujair yang waktu itu telah memeluk Islam mengirimkan sepucuk surat kepada Ka’ab untuk mendatangi Rasulullah, bertobat atas perbuatannya dan mengakui kesalahannya, Rasulullah pasti akan memaafkannya.

Ka’ab mendatangi Rasulullah dan segera meminta maaf atas celaan yang ia lontarkan kepadanya. Rasulullah pun memaafkannya. Maka seketika itu Ka’ab langsung menyandungkan qasidah yang sangat populer dan melegenda, banat su’ad`(wanita-wanita berbahagia):

بانت سُعاد فقلبي اليَوم متبول  #  مُتيَم إِثرها لم يفد مَكبول

وما سعاد غداة البَين إِذ رحَلوا   #  إِلّا أَغن غَضيض الطرف مكحول

هيفاءُ مُقبِلَة عجزاء مدبرَة    #   لا يشتكى قصر منها ولا طول

الخ

Qasidah ini dimulai dengan Ghozal sekitar 40 bait, menggambarkan kerinduan kepada kekasihnya dengan penuh perasaan cinta yang mendalam, dan ia mengilustrasikannya terhadap Rasulullah.

Kemudian ia melanjutkan di dalam gubahan syairnya dengan bait-bait yang berisi i’tidzar dan permohonan maafnya:

تسعى الوشاة جنابيها وقولهم  #  إنَّك يا ابْنَ أبي سُلْمَى لَمَقْتولُ

وقالَ كُلُّ خَليلٍ كُنْتُ آمله    #    لا أُلْهِيَنَّكَ إنِّي عَنْكَ مَشْغول

فَقُلْتُ خَلُّوا سَبيلِي لاَ أبا لَكم  #  فَكُلُّ ما قَدَرَ الرَّحْمنُ مَفْعول

كُلُّ ابْنِ أُنْثَى وإنْ طالَتْ سَلامَتُهُ  #  يَوْما على آلَة حَدْباءَ مَحْمول

أُنْبِئْتُ أنَّ رَسُولَ اللهِ أَوْعَدَني  #  والعَفْوُ عَنْدَ رَسُولِ الله مأمول

وقد أَتيت رسول الله معتذرا  #  والعُذْرُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ مقبول

الخ

Setelah menyampaikan i’tidzar, ia memuji-muji Rasulullah hingga akhir bait di dalam qasidah. Rasulullah pun dibuat takjub dengan untaian syair pujian tersebut. Kemudian beliau memakaikan kain selendang ke tubuh Sayyidina Ka’ab. Kain selendang inilah yang disebut dengan burdah. Sehingga qasidah yang ia lantunkan di hadapan Rasulullah itu dikenal dengan Qasidah Burdah.

Qasidah Burdah Imam Bushiri

Kemudian sekitar abad ketujuh hijriyah, datanglah Imam Syarafuddin Abu Abdillah al-Bushiri atau lebih dikenal dengan Imam Bushiri. Ia merupakan seorang penyair ulung yang dekat dengan raja-raja dan para penguasa.

Imam Bushiri menyusun bait-bait syair untuk memuji dan menyanjung para penguasa pada saat itu guna mendapatkan hadiah. Hal ini juga sering dilakukan oleh mayoritas penyair, bahkan ada yang menjadikannya sebagai profesi sehari-hari.

Baca juga: Imam Bushiri, Penyair Ulung Qasidah Burdah

Suatu ketika, Imam Bushiri tertimpa penyakit faalij (stroke) yang menyebabkan sebagian organ tubuhnya tidak berfungsi. Ia hanya tergeletak di tempat pembaringannya tanpa mampu berbuat apa-apa. Para dokter sudah angkat tangan dengan penyakitnya.

Sejak saat itu, ia menjalani rutinitasnya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menulis dan melantunkan bait-bait pujian untuk Baginda Nabi SAW. Ia menyakini bahwa dengan jalan memuji Nabi akan mendapatkan keridhoan Allah SWT.

Ia membuat bait-bait syair pujian kepada Rasulullah dengan tujuan bertawasul untuk kesembuhan penyakitnya. Syair-syair yang meluncur dari bibirnya berisi tentang kerinduan ungkapan batin untuk berpeluk mesra dengan sang kekasih dan memohon agar syafaat nabi senantiasa menyertainya.

Ada kisah yang menarik dalam penulisan Qasidah Imam Bushiri. Dia menulis qasidahnya dimulai dengan bait:

أمن تذكر جيران بذي سلم # مجزت دمعا جرى من مقلة بدم

أمْ هبّت الرِّيح مِن تلقاء كاظمة # وأوْمض البرق في الظلماء من إضم

الخ

Namun, ketika menulis dan sampai pada bait:

فمبلغ العلم أنه بشر # …

Imam Bushiri tidak bisa menulis kelanjutan bait tersebut. Hingga akhirnya beliau tertidur dan bermimpi Rasulullah. Dalam mimpinya Rasulullah melanjutkan bait yang ditulisnya dengan melantunkan:

…  #  وأنه خير خلق الله كلهم

Kemudian Rasulullah mengusap tubuh Imam Bushiri dengan tangan sucinya dan menyelimutkan jubahnya.

Imam Bushiri terbangun dari tidurnya dan ia mendapati bahwa penyakit lumpuhnya sudah sembuh total. Sontak beliau langsung menyempurnakan bait-bait pujian kepada Rasulullah hingga selesai. Beliau merampungkan 160 bait yang dutulis dengan uslub dan sastra yang sangat tinggi, makna yang mendalam yang dapat mengantarkan pembacanya bisa bersambung jiwanya dengan sang kekasih dan merasakan kehadirannya. Susunan bait-bait syair inilah yang di kemudian hari dikenal dengan Qasidah Burdah.

Qasidah Burdah Ahmad Syauqi

Kemudian Qasidah Burdah yang tak kalah populernya di kalangan masyarakat Islam yaitu Qasidah Burdah (Nahjul Burdah) yang ditulis oleh sang pujangga terkenal berkebangsaan Mesir yang bernama Ahmad Syauqi, muncul di Era Modern yaitu sekitar abad ke 19 Masehi.  Qasidah ini berisi 190 bait berisi tentang pujian-pujian terhadap Baginda Rasul. Gaya kepenulisannya tak jauh berbeda dengan dua burdah sebelumnya.

Qasidah ini semakin populer setelah didendangkan oleh legenda penyanyi wanita dari Mesir Ummi Kultsum yang wafat pada tahun 1975 M. Dalam membawakan lagunya, Ummi Kultsum dapat menghipnotis para pendengarnya sebab suaranya yang khas dan penghayatan yang mendalam di dalam melantunkan syair.

Masyarakat Mesir dari semua kalangan sangat menyukai lagu-lagu beliau. Tak jarang saya menemukan poster-posternya dipampang dan berseliweran di mana-mana. Saya juga sering menemukan para sopir angkot, penjaga toko, dosen, dan lainya memutar musik beliau. Musiknya tersebar ke berbagai belahan dunia khususnya negara-negara Arab, sehingga tak sedikit orang yang menyebutnya sebagai penyanyi wanita pemersatu dunia Arab. Allahu a’lam.

Faedah Kajian, Majelis Dzikir Thoriqoh Bathowiyah Syadziliyah dan Burdah beberapa Minggu lalu.

12 Rajab 1443 H.

Kontributor

  • Nanang Rizqi Kurniawan

    Asal Banyuwangi Jawa Timur, sekarang sedang menempuh studi di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.