Siapa yang tidak ingin bertemu Nabi SAW? Seorang nonmuslim sekalipun yang mengenal kepribadian beliau, pasti mengagumi. Terlebih seorang muslim. Meskipun sekedar melihat beliau dari jauh dan walau dalam mimpi, bahagianya tak terhingga. Karena Nabi saw. telah memvalidasi jauh-jauh hari, “Yang mimpi ketemu aku, itulah aku yang sebenarnya.” Dalam riwayat lain, “karena setan tidak bisa menyerupaiku.”
Kurz bin Wabarah, putra dari Wabarah al-Haritsi al-Kufi. Dalam kitab Tahdzib al-Kamal karya Imam Yusuf bin az-Zaki Abdurrahman Abu al-Hajjaj al-Mizzi (30/427), disebutkan bahwa Wabarah termasuk guru dari Imam Abu Dawud dan Imam an-Nasai. Putra beliau, Kurz merupakan wali abdal di masanya sebagaimana dikatakan Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin.
Suatu ketika Fudhail bin Ghazwan berkunjung ke rumah Kurz bin Wabarah. Beliau melihat di musholla rumah beliau, ada lubang kecil yang penuh dengan jerami dan di atasnya terbentang kain. Karena saking lamanya beliau salat, tanah yang dipijaknya pun tergerus. Wajar saja, beliau sehari semalam mengkhatamkan Al-Qur’an tiga kali.
Dalam riwayat lain, Ibnu Syubrumah bercerita bahwa Kurz bin Wabarah pernah meminta kepada Allah swt. Ismu al-A’zham-Nya dengan berjanji tak akan menggunakannya untuk meminta hal duniawi. Lalu Allah beri. Beliau pun meminta untuk diberi kekuatan sehingga beliau mampu mengkhatamkan Al-Qur’an sehari semalam sebanyak tiga khataman.
Dua riwayat di atas disadur dari kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya, karya Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah al-Asbihani, juz5, hal. 79.
Baca juga:
Kurz bin Wabarah pernah bertemu dengan Nabi Khidir AS. Beliau berkata, “Ajari aku amalan yang akan aku lakukan di setiap malam.”
Nabi Khidir menjawab:
Jika engkau telah usai salat Maghrib, salatlah beberapa rakaat. Caranya di setiap dua rakaat, salam. Lakukan hal ini hingga masuk waktu Isya dengan tanpa berbicara kepada siapapun. Di setiap rakaat, engkau baca al-Fatihah satu kali dan al-Ikhlas tiga kali.
Kalau sudah selesai, engkau pulang ke rumahmu. Tanpa berbicara kepada siapapun, langsung salat dua rakaat. Di setiap rakaat, baca al-Fatihah satu kali dan al-Ikhlas tujuh kali. Setelah salam, engkau bersujud. Dalam sujudmu, engkau baca istighfar tujuh kali dan subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar wala haula wala quwwata illa billah tujuh kali.
Lalu engkau duduk dan angkat tanganmu, bacalah:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا إِلهَ الأَوَّلِيْنَ والآخِرِيْنَ يَا إِلهَ الدُّنْيَا والْآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا يَا رَبُّ يَا رَبُّ يَا رَبُّ يَا الله يَا الله يَا الله
Lalu engkau berdiri sembari mengangkat tanganmu dan berdoalah dengan doa ini. Lalu tidurlah semaumu dengan cara miring ke arah kanan sembari menghadap kiblat. Bersalawatlah! Hingga engkau terlelap.
Kurz bin Wabarah bertanya, “Dari siapa engkau mendengar ini?”.
Nabi Khidir AS Menjawab, “Aku dulu hadir ketika doa ini diajarkan dan diwahyukan kepada Muhammad saw. Saat itu aku berada di sisi beliau. Karena aku hadir di momen itu, aku pun mempelajari doa ini dari orang yang mengajarkannya kepada Nabi saw.”
Imam al-Ghazali berkomentar atas kisah ini dengan mengatakan, “Katanya orang yang mendawamkan doa dan salat ini dengan keyakinan yang kuat serta niat yang benar akan bermimpi bertemu Rasulullah saw. sebelum ia wafat.”
“Sebagian orang-orang telah melakukan hal ini, lalu ia melihat dirinya dimasukkan ke surga dan melihat para nabi di sana. Di surga, ia juga melihat Rasulullah SAW, beliau mengajak bicara dan mengajarkannya.”
Kisah di atas dan komentarnya disadur dari kitab Ihya’ Ulumiddin juz. 1, hal. 460-461 karya Imam al-Ghazali.
Baca juga:
Imam al-Iraqi dalam kitab takhrijnya terhadap hadis-hadis kitab Ihya’ yang berjudul al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi al-Asfar fi Takhriji Ma fi al-Ihya’I min al-Akhbar mengatakan bahwa beliau tidak menemukan sumber hadis Kurz bin Wabarah tentang salat di antara Maghrib dan Isya yang diajarkan Nabi Khidir as.
Kisah di atas memang bukan hadis, melainkan al-muhaddatsah al-khidriyyah sebagaimana yang disebut oleh Imam al-Hakim at-Tirmidzi dalam kitabnya Khatmu al-Auliya. Sehingga kisah ini tidak terpengaruh ketika disepakati atau tidak oleh para ulama hadis. Karena beda disiplin keilmuan. Kisah ini di antara fannya para auliya.
Jika ada yang ingin mengamalkan kisah ini, silahkan. Dengan alasan mencari rida-Nya dan cinta terhadap Nabi-Nya. Karena melakukan sesuatu untuk melihat yang dicinta tidak perlu embel-embel. Kalau masih ada embel-embel, perlu ditafakkurkan kembali rasa cinta yang dimilikinya. Toh, yang dilakukan pun salat dan berzikir. Semoga kita bisa bertemu Nabi saw. WashallalLahu ala sayyidina Muhammad. Wallahu a’lam.