Darul Ifta Mesir mengeluarkan fatwa perihal shalat bagi dokter yang berpakaian hazmat atau alat pelindung diri (APD) dalam waktu lama saat menangani pasien covid-19. Hazmat adalah pakaian yang didesain khusus untuk melindungi dokter dari terpapar virus corona.
Darul Ifta menerangkan bahwa kewajiban wudhu bagi mereka tidak gugur ketika hendak melaksanakan shalat. “Semua ulama fikih bersepakat bahwa wudhu merupakan syarat sah shalat,” tulisnya dalam situs resmi dar-alifta.org (16/6).
Namun dalam keadaan seperti ini, mereka diperbolehkan mengganti wudhu dengan tayammum karena ada udzur. Apabila tidak memungkinkan bagi mereka untuk tayammum, maka ia dianggap sebagai orang yang terhalang dari bersuci.
Artinya, mereka boleh melaksanakan shalat dengan tanpa berwudhu maupun tanpa tayammum untuk menghormati waktu shalat, dan tidak harus mengulanginya di lain waktu.
Sementara itu, jika mereka tidak bisa melaksanakan shalat di masing-masing waktunya, mereka boleh menjamak dua shalat. Hal itu sesuai apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana beliau menjamak shalat Dzuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya. “Meskipun beliau tidak sedang dalam keadaan takut (shalat Khauf), tidak sakit, dan tidak pula pada waktu hujan deras.” imbuhnya.
Ketika Ibnu Abbas RA ditanya tentang hal itu, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak ingin menyusahkan umat Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:
أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- صَلَّى بِالْمَدِينَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melaksanakan shalat di Madinah sebanyak tujuh dan delapan, yaitu shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain diriwayatkan:
جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا مَطَرٍ قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
“Rasulullah SAW pernah menjamak shalat Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah, bukan karena takut dan bukan pula karena sedang hujan.” Lalu Ibnu Abbas ditanya, “Mengapa beliau melakukan itu?” Ia menjawab, “Beliau ingin agar tidak memberatkan umatnya.” (HR. Muslim)
Baca juga:
Darul Ifta menambahkan, udzur yang sedang dialami oleh para dokter dalam keadaan ini adalah mereka harus senantiasa stand by untuk terus menjaga dan memantau keadaan para pasien, sehingga menjadikan mereka terlewatkan waktu shalat.
Jadi mereka dianggap terhalang untuk melaksanakan shalat dan mereka tidak dianggap berdosa. Dan juga karena udzur tersebut, mereka diperbolehkan melakukan shalat jamak antara taqdim dan ta’khir.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa termasuk syarat sah shalat adalah seseorang suci dari hadats kecil dan besar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan basuhlah kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu Junub, maka mandilah.” (QS. Al-Maidah [5]: 6)
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak menerima shalat salah satu dari kalian jika sedang hadats sehingga ia berwudhu.”
Lembaga fatwa Mesir itu mengingatkan bahwa kadar atau standar udzur untuk berwudhu atau tayammum dikembalikan pada dokter itu sendiri. Dia yang mengetahui keadaannya sendiri dan juga keadaan pasien yang sedang ia rawat.
Cara pelaksanaan shalat bagi para dokter seperti ini merupakan bentuk rukshah (dispensasi) yang ditetapkan oleh Allah SWT, akan tetapi hal ini berlaku jika memang keadaan mengharuskannya untuk tidak meninggalkan pasien, yang sekiranya jika ia meninggalkan pasien maka bisa membahayakan nyawa pasien tersebut.
“Karena dengan demikian, usahanya dalam menjaga nyawa pasien telah sesuai dengan tujuan utama syariat.” terang Darul Ifta.
Baca juga: Darul Ifta: Jihad Perang Tidak Boleh Keluar dari Komando Negara