Setiap muslim antusias menjalankan puasa Ramadhan. Namun bagi beberapa orang yang memiliki pekerjaan berat, hal ini bisa memberatkan. Pertanyaannya, bolehkah pekerja berat tidak puasa?
Lembaga Fatwa Mesir Darul Ifta menyatakan bahwa para pekerja berat jika mereka tidak mampu melaksanakan pekerjaannya saat berpuasa karena mengalami kesulitan yang luar biasa dan tidak biasa, serta tidak memiliki kecukupan untuk diri dan keluarganya, maka diperbolehkan bagi mereka untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Dilansir dari laman resminya, orang-orang seperti itu tetap wajib mengganti hari-hari yang ditinggalkan ketika mereka mampu melakukannya, dan tidak ada dosa atas mereka.
Disyaratkan mereka tetap harus berniat untuk berpuasa pada malam hari. Jika pada pagi harinya mereka mendapati diri mereka dalam keadaan yang membolehkan berbuka, maka mereka diberi keringanan untuk berbuka.
Namun, jika mereka masih mampu berpuasa tanpa mengalami kesulitan yang luar biasa, maka mereka wajib menyelesaikan puasanya. Jika mereka masih mampu menunaikan puasa dengan pekerjaannya tanpa mengalami kesulitan yang berat, maka hal ini tidak dianggap sebagai alasan syar’i yang membolehkan berbuka, dan mereka tetap wajib berpuasa.
Makna Mampu dan Sanggup Berpuasa
Puasa Ramadhan adalah salah satu kewajiban dalam Islam yang diwajibkan oleh Allah kepada setiap Muslim yang telah balih, berakal, sehat, bermukim, dan mampu berpuasa serta tidak memiliki penghalang. Allah swt. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (Puasa itu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang mampu menjalankannya (namun sangat berat), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 183-184)
Selain itu, hukum-hukum syariat bergantung pada kemampuan dan kesanggupan seseorang. Allah swt. berfirman:
لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Makna mampu dan sanggup dalam puasa adalah bahwa seseorang memiliki kekuatan fisik untuk menjalankan puasa tanpa menimbulkan bahaya yang nyata bagi dirinya. Jika puasa menyebabkan mudarat yang diakui oleh pengalaman pribadi atau keterangan medis, maka diperbolehkan berbuka puasa. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Hasan bin Al-Qattan Al-Maliki dalam kitab Al-Iqna’ (1/229).
Hukum Berbuka Puasa karena Kesulitan Kerja dan Pendapat Para Ulama
Para ulama menjelaskan kebolehan berbuka bagi mereka yang harus bekerja keras di siang hari Ramadhan karena kebutuhan nafkahnya, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya. Contohnya adalah pekerja konstruksi, kuli angkut, dan profesi sejenisnya, terutama mereka yang bekerja di bawah terik matahari atau dalam jam kerja yang panjang yang sulit ditanggung bersamaan dengan puasa.
Mereka yang harus berbuka tetap wajib mengganti hari-hari yang ditinggalkan setelah Ramadhan, dan tidak berdosa selama memang tidak memiliki pilihan lain.
Imam Ibnu Abidin Al-Hanafi dalam Radd Al-Muhtar (2/420) menegaskan bahwa jika seseorang memiliki cukup nafkah, maka ia tidak diperbolehkan berbuka. Namun, jika ia tidak memiliki cukup nafkah dan tidak mampu bekerja kecuali dengan berbuka, maka diperbolehkan berbuka.
Imam Al-Hattab Al-Maliki dalam Mawahib Al-Jalil (2/441) menjelaskan bahwa pekerja yang sangat membutuhkan pekerjaan demi kelangsungan hidupnya diperbolehkan berbuka jika tidak ada alternatif lain.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i dalam Tuhfat Al-Muhtaj (3/429-430) menyatakan bahwa orang yang memiliki profesi yang berat dapat berbuka puasa jika pekerjaan itu tidak bisa dikerjakan di malam hari dan jika tidak dikerjakan maka akan menyebabkan kerugian besar.
Hukum Berbuka bagi Pekerja Berat Hanya karena Dugaan Berat Puasa ketika Bekerja
Jika seorang pekerja berat seperti tukang jagal, merasa pekerjaannya menyebabkan kesulitan yang tidak tertahankan saat berpuasa, sehingga membahayakan kesehatannya, maka ia diperbolehkan berbuka, sebagaimana rukhsah bagi orang sakit atau musafir.
Namun, ia tetap harus berniat puasa di malam hari dan hanya boleh berbuka setelah benar-benar merasakan kesulitan yang luar biasa. Jika ternyata ia mampu berpuasa tanpa kesulitan yang berat, maka ia wajib menyempurnakan puasanya.
Hal ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq (2/304) dan Ibnu Abidin dalam Radd Al-Muhtar (2/420), serta disebutkan oleh Imam Al-Ramli dalam Nihayat Al-Muhtaj (3/185).
Jika pekerjaannya hanya menyebabkan kesulitan biasa yang masih bisa ditahan, maka itu bukan alasan syar’i yang membolehkan berbuka. Hal ini karena setiap ibadah pasti mengandung sedikit kesulitan, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Asy-Syihab Al-Qarafi dalam Al-Furuq (1/118).
Keutamaan Berpuasa Sambil Tetap Bekerja Meski Diiringi Kesulitan
Puasa yang dijalankan bersamaan dengan pekerjaan yang berat memiliki pahala yang lebih besar, karena semakin berat amal, semakin besar pahalanya.
Hal ini sebagaimana kaidah fikih yang disebutkan oleh Imam As-Suyuti dalam Al-Asybah wa An-Nazha’ir:
مَا كَانَ أَكْثَرَ فِعْلًا كَانَ أَكْثَرَ فَضْلًا
“Semakin besar usaha yang dilakukan dalam ibadah, semakin besar pula pahalanya.”
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ لَكِ مِنَ الْأَجْرِ قَدْرَ نَصَبِكِ وَنَفَقَتِكِ
“Sesungguhnya engkau akan memperoleh pahala sesuai dengan tingkat keletihan dan pengeluaranmu.” (HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim)
Kesimpulan Hukum
Berdasarkan penjelasan di atas, Darul Ifta menyimpulkan para pekerja berat diperbolehkan berbuka puasa jika memang tidak memungkinkan bagi mereka untuk bekerja dalam keadaan berpuasa karena kesulitan yang luar biasa dan mereka tidak memiliki kecukupan nafkah. Mereka wajib mengganti hari-hari yang ditinggalkan ketika sudah memungkinkan.
Namun, jika mereka masih mampu berpuasa tanpa mengalami kesulitan yang berat, maka mereka tetap wajib berpuasa, karena kesulitan biasa bukan alasan syar’i untuk berbuka. Wallahu a’lam.
Please login to comment