Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Hukum Menelan Sisa Makanan di Gigi saat Berpuasa

Avatar photo
138
×

Hukum Menelan Sisa Makanan di Gigi saat Berpuasa

Share this article
Meskipun sudah sikat gigi, kadang masih ada sedikit sisa makanan yang terselip di gigi.
Meskipun sudah sikat gigi, kadang masih ada sedikit sisa makanan yang terselip di gigi.

Menjaga keabsahan puasa merupakan hal penting bagi setiap Muslim. Pastikan sebelum mulai berpuasa, kita sudah membersihkan mulut. Supaya kita yakin tidak ada sisa makanan di sela-sela gigi.

Meskipun sudah sikat gigi, kadang masih ada sedikit sisa makanan yang terselip di gigi. Kemudian sisa makanan tersebut pada siang hari larut dan tertelan bersama air liur tanpa sengaja. Apakah puasanya menjadi batal?

Darul Ifta Mesir menyatakan bahwa puasa seseorang tidak batal jika ada sisa makanan yang sangat sedikit di antara giginya, yang sulit dihindari dan dikeluarkan dari mulut, lalu sisa tersebut larut dan tertelan bersama air liur tanpa disengaja.

Namun, jika sisa makanan tersebut jumlahnya banyak sehingga memungkinkan untuk dikeluarkan dari mulut, maka wajib baginya untuk mengeluarkannya. Jika ia sengaja menelannya, maka puasanya batal.

Prinsip Kemudahan Berpuasa dalam Syariat Islam

Syariat Islam dibangun di atas prinsip kemudahan dan menghapuskan kesulitan bagi setiap orang muslim mukalaf. Hal itu dengan memperhatikan kondisi mereka dan mewujudkan kemaslahatan mereka.

Allah swt. berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS. al-Baqarah: 185)

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)

Dari Abu Umamah, Rasulullah saw. bersabda:

بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ

“Aku diutus dengan agama yang lurus dan penuh toleransi.” (HR. Ahmad)

Salah satu bentuk kemudahan dalam syariat Islam adalah adanya pemaafan dalam puasa terhadap perkara-perkara yang membatalkan puasa yang sekiranya sulit dihindari. Salah satu contohnya adalah sisa makanan yang terselip di antara gigi.

Pengaruh Menelan Sisa Makanan terhadap Puasa

Sisa makanan yang tertelan oleh orang yang berpuasa dapat dikategorikan dalam dua keadaan:

Pertama: Sisa makanan yang sedikit sekali, yang tidak memungkinkan untuk dikeluarkan dari mulut. Dalam kondisi ini, jika tertelan tanpa disengaja, maka puasanya tetap sah berdasarkan ijmak ulama karena sulit untuk dihindari.

Rasulullah saw. bersabda:

وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika aku memerintahkan sesuatu kepadamu, maka lakukanlah semampumu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Mundzir dalam Al-Ijma’ menyebutkan,

أجمعوا على أن لا شيء على الصائم فيما يَزْدَرِدُهُ مما يجري مع الريق مما بين أسنانه فيما لا يقدر على الامتناع منه

“Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada kewajiban apa pun atas orang yang berpuasa terkait sesuatu yang tertelan bersama air liur dari sisa makanan yang berada di antara giginya, selama ia tidak mampu menghindarinya.

Kedua: Sisa makanan yang banyak, yang dapat dibedakan dan dikeluarkan dari mulut. Dalam kondisi ini, jika seseorang mampu mengeluarkannya, maka ia wajib melakukannya. Jika ia sengaja menelannya, maka puasanya batal. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Mazhab Hanafi menetapkan batas antara jumlah sedikit dan banyak dengan ukuran sebutir kacang arab (himmashah). Jika sisa makanan sebesar itu atau lebih, maka dianggap banyak dan wajib dikeluarkan. Jika kurang dari itu, maka dimaafkan.

Imam Fakhru ad-Din az-Zaila’i al-Hanafi dalam Tabyin al-Haqa’iq menyebutkan:

إذا أكَلَ ما بين أسنانه، فالمراد به ما إذا كان قليلًا من الذي بقي من أَكلِ الليل؛ لعدم إمكان الاحتراز عنه، وإن كان كثيرًا يُفطِرُهُ

“Jika seseorang menelan sisa makanan yang tersisa di antara giginya, maka jika jumlahnya sedikit, puasanya tetap sah karena sulit dihindari. Namun, jika jumlahnya banyak, maka puasanya batal.”

Dalam Al-Mudawwanah, Imam Malik menyatakan, “Jika seseorang menelan sisa makanan di antara giginya yang berukuran sepotong kecil biji atau semacamnya bersama air liurnya, maka puasanya tetap sah.”

Imam Syamsuddin ar-Ramli asy-Syafi’i dalam kitab Nihayah Al-Muhtaj mengatakan:

ولو (بَقِيَ طعامٌ بين أسنانِه فجرى به ريقُهُ) من غير قصدٍ (لم يُفطر إن عجز عن تمييزه ومَجِّه) لعذره، بخلاف ما إذا لم يعجز ووصل إلى جوفه فيُفطِر؛ لتقصيره

 “Jika masih ada sisa makanan di antara giginya lalu terbawa oleh air liurnya tanpa sengaja, maka puasanya tidak batal. Ini jika ia tidak mampu membedakannya dan mengeluarkannya, karena ada uzur. Berbeda halnya jika ia mampu melakukannya tetapi tetap membiarkannya masuk ke dalam perutnya, maka puasanya batal karena kelalaiannya.”

Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menyebutkan:

ومن أصبحَ بين أسنانه طعامٌ لم يخلُ من حالين: أحدهما: أن يكون يسيرًا لا يمكنه لفظُه، فازدَرَدَهُ، فإنَّه لا يُفطر به؛ لأنَّه لا يمكن التحرز منه، فأشبه الريق… الثاني: أن يكون كثيرًا يمكن لفظُه، فإن لَفَظَه فلا شيء عليه، وإن ازدَرَدَهُ عامدًا فسَدَ صومه

“Orang berpuasa yang pada waktu paginya, ternyata menemukan ada sisa makanan di antara giginya, maka keadaannya tidak lepas dari dua kemungkinan. Pertama: Jika makanan tersebut sedikit dan tidak mungkin diludahkan, lalu ia menelannya, maka puasanya tidak batal karena ia tidak dapat menghindarinya, sehingga hukumnya seperti air liur. Kedua, jika makanan tersebut banyak dan memungkinkan untuk diludahkan, maka jika ia meludahkannya, tidak ada masalah baginya. Namun, jika ia menelannya dengan sengaja, maka puasanya batal.”

Beberapa ulama Maliki, seperti Ibnu Habib dan Ibnu Majisyun, berpendapat bahwa puasanya tidak batal meskipun menelan sisa makanan tersebut secara sengaja, selama makanan itu sudah berada di mulutnya sebelum waktu imsak. Pendapat ini juga ditemukan dalam mazhab Syafi’i.

Namun ada pendapat lain dalam mazhab Syafi’i yang mengatakan bahwa seorang yang berpuasa jika telah berusaha semampunya untuk mengeluarkan sisa makanan yang berada di antara giginya—dengan menggunakan kayu siwak atau alat lain seperti sikat gigi—sebagaimana kebiasaan yang wajar, maka puasanya tidak batal. Namun, jika ia tidak melakukan hal itu, maka puasanya batal.”

Keputusan Darul Ifta Mesir

Pendapat yang menjadi fatwa resmi Lembaga Fatwa Mesir itu adalah bahwa orang yang berpuasa dianggap batal puasanya jika ia sengaja menelan sisa makanan yang bisa dikeluarkan, karena hal itu dianggap seperti makan secara sengaja. Namun puasanya tidak batal jika ada sisa makanan sangat sedikit di antara giginya, yang sulit untuk dikeluarkan, lalu sisa tersebut larut dan tertelan bersama air liur tanpa disengaja. Wallahu a’lam.

Kontributor