Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Kriteria Memilih Pasangan Menurut KH. Hasyim Asy’ari

Avatar photo
32
×

Kriteria Memilih Pasangan Menurut KH. Hasyim Asy’ari

Share this article

Pernikahan bukan sekadar hasrat pemenuhan akan berahi seksuali antara laki-laki dan perempuan, atau hanya bertujuan untuk mengubah status di KTP dari belum kawin menjadi kawin.

Pada dasarnya pernikahan adalah melaksanakan tugas ketuhanan, karena termasuk salah satu ajaran Islam yang sangat dianjurkan bagi umat muslim. Sebagaimana yang termaktub dalam Maqashid al-Syariah, bahwa perkawinan termasuk dalam Hifdzu al-Nasli (kewajiban menjaga keturunan).

Sebagai sesuatu yang sakral, adalah niscaya mempersiapkan diri secara matang. Bukan sekadar materi, melainkan juga mental dan pengetahuan (teori pernikahan) haruslah dikuasai betul terutama bagi pasangan yang berkeinginan untuk membangun bahtera rumah tangga.

Dengan berbekal pemahaman tentang fiqh munakahat, diharapkan seorang calon suami dan istri dapat menjalani kehidupan rumah tangganya secara harmonis sesuai ajaran Islam. Hingga tercipta keluarga Sakinah Mawaddah dan wa Rahmah.

Baca juga: Fatwa Ulama Hadramaut Tentang Hukum Pernikahan Manusia dengan Jin

Sementara itu, yang tak kala urgennya adalah memilih kriteria seorang pasangan atau pendamping hidup. Mengingat tujuan sebuah pernikahan selain menunaikan ajaran Islam, pernikahan juga memiliki tujuan yang sangat mulia, yakni; memperoleh kebahagiaan dengan wanita yang cantik (pasangan yang baik), mengontrol pandangan mata dari hal-hal yang tidak diperbolehkan, dan melahirkan seorang anak saleh yang dapat mendoakan kedua orang tuanya.

Nasihat KH. Hasyim Asy’ari dalam Memilih Pasangan

Patut kiranya untuk menilik kembali pandangan KH Hasyim Asy’ari tentang pernikahan, khususnya kriteria perempuan yang layak untuk dinikahi. Gagasan Kiai Hasyim Asy’ari ihwal pernikahan dituangkan dalam kitabnya bertajuk Dhau’ al-Mishbah fi Bayani Ahkam an-Nikah.

Pembahasan dalam kitab ini, oleh beliau difokuskan pada hal-hal urgen seputar pernikahan, sehingga dapat menambah girah dalam berumah tangga. Juga materi dan bahasa yang disuguhkan terbilang mudah untuk dipahami.

Dalam kitab Dhau’ al-Mishbah fi Bayani Ahkam al-Nikah ini, Kiai Hasyim menyuguhkan kriteria perempuan yang layak untuk dinikahi dan yang tidak boleh dinikahi. Di antaranya:

Pertama, menurut Kiai Hasyim perempuan yang harus dinikahi adalah yang taat beragama. Dengan menyitir hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

تنكح المرأة لأربع، لمالها وحسبها واجمالها ودينها، فاظفر بذات الدين، تريبت يداك

Artinya: “Wanita dinikahi karena 4 hal: karena hartanya, pangkatnya (status orang tuanya), kecantikannya, dan agamnya. Maka dapatkanlah (nikahilah) wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan memperoleh banyak barokah (keberuntungan).” (hal. 5)

Menurut Kiai Hasyim, maksud dari Nabi saw. adalah bahwa orang yang taat beragama akan melakukan hal-hal positif dengan menjaga harga dirinya, dikarenakan menjadikan agama sebagai parameter dan pedoman dalam laku hidupnya, terutama ihwal hubungan untuk jangka panjang (seperti pernikahan). Oleh sebab itu, Nabi memerintahkan untuk menikahi seorang perempuan yang taat beragama.

Baca juga: Hikmah Disyariatkan Maskawin dalam Pernikahan

Beliau juga menyitir hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Majah secara marfu’ kepada Rasulullah saw.:

لاتزوجوا النساء لحسنهن، فعسى حسنهن يرديهن. ولاتزوجوهن لأموالهن، فعسى أموالهن ان تطغيهن. ولكن تزوجوهن على الدين، ولأمة سوداء خزماء ذات دين افضل من امرأة حسناء ولادين لها.

Artinya: “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya; karena bisa jadi kecantikannya justru akan membinasa-kannya. Janganlah kalian menikahi wanita karena hartanya, karena bisa jadi hartanya justru akan membuat dia semena-mena. Akan tetapi menikahlah dengan wanita yang taat beragama. Sungguh seorang budak wanita yang tidak cantik lagi cacat, namun taat beragama adalah lebih utama daripada wanita yang cantik, namun tidak taat beragama.” (HR. Ibnu Majah)

Kedua, menikahi seorang perempuan yang memiliki kecerdasan; karena tujuan pernikahan adalah bergaul dengan baik atau ma’ruf dan hidup harmonis. Sehingga, hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan seorang perempuan yang memiliki kecerdasan, baik emosional maupun ilmu pengetahuan (terutama agama).

Ketiga, hendaknya menikahi seorang gadis atau perawan, kecuali terdapat alasan lain. Seperti bagi seorang penderita impotensi dan seseorang yang membutuhkan perempuan yang dapat menangani untuk mengurus keluarga, sebagaimana yang dialami oleh Jabir. Juga menikahi seorang perempuan yang memiliki nasab atau keturunan yang baik; bukan anak hasil zina dan anak seorang fasik, seperti halnya wanita temuan (anak adopsi yang tidak diketahui siapa ayahnya) dan wanita yang sekufu’ (sepadan). (hal. 5)

Perihal perempuan sekufu’ ini, Kiai Hasyim mengutip hadis Nabi saw.:

تخيروا لنطفكم وانكحواالإكفاء

Artinya: “Pilihlah olehmu (istri) untuk tempat menanamkan benih (sperma) kalian, dan menikahlah dengan wanita yang sekufu’ (sebanding).” (HR. Aisyah)

Keempat, menikahi perempuan yang subur dan memiliki sifat kasih sayang yang tinggi. Untuk mengetahui apakah seorang perempuan subur atau tidak, dapat dilihat melalui kerabat-kerabatnya atau keluarganya. Tentang kriteria yang keempat ini, Kiai Hasyim berdasarkan hadis:

تزوجوا الولود الودود، فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة

Artinya: “Menikahlah kalian terhadap seorang perempuan yang subur dan memiliki sifat kasih sayang yang tinggi. Sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umatku nanti di hari kiamat.”

Kelima, menikahi seorang perempuan yang sudah balig, kecuali terdapat alasan lain; perempuan yang tidak memberatkan (sedikit) maharnya; bukan seorang perempuan yang diceraikan, namun masih dicintai mantan suaminya, atau dia masih mencintai mantan suaminya; dan perempuan yang tidak memiliki garis kekerabatan dekat, melainkan perempuan lain (ajnabiyah) atau tergolong kerabat yang jauh. (hal. 5-6)

Sifat Wanita yang Tidak Baik Dinikahi

Kiai Hasyim Asy’ari juga menjelaskan ihwal perempuan yang tidak baik untuk dinikahi. Dengan menyitir pendapat sebagian orang Arab:

لاتنكحوا من النساء ستة، لاانانة، ولامنانة، ولاحنانة، ولاتنكحوا حدقة، ولابراقة، ولاشداقة.

Artinya: “Janganlah kalian menikahi 6 tipe perempuan, Annanah, Mannanah, Hannanah, Haddaqah, Barraqah, dan Syaddaqah.” (hal. 6)

Pertama, Annanah, yaitu perempuan yang egoismenya tinggi, banyak mengeluh dan selalu mengikat kepalanya (sibuk mengurus kepentingan pribadinya). Demikian pula tiada kebaikan sedikit pun menikahi perempuan yang mudah sakit atau suka berpura-pura sakit.

Kedua, Mannanah, yakni perempuan yang suka mengungkit-ungkit kepada suaminya. Misalnya, dia berkomentar: “Saya berbuat ini dan itu demi kamu.”

Ketiga, Hannanah, yaitu perempuan yang masih mencintai mantan suaminya atau mencintai anaknya dari hasil pernikahan sebelumnya. Perempuan seperti ini seyogianya harus dijauhi (tidak baik dinikahi).

Baca juga: KDRT, Ustazah Oki dan Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i

Keempat, Haddaqah, yaitu perempuan yang mudah tergoda ketika melihat sesuatu (materialistis), sehingga dia ingin memilikinya dan memaksa suaminya untuk membelikan sesuatu tersebut.

Kelima, Barraqah, kata ini menurut Kiai Hasyim memiliki dua makna; pertama, perempuan yang sepanjang hari memoles dan merias wajahnya agar bersinar-menawan dengan bermake-up; dan kedua, perempuan yang senang melampiaskan kemarahannya pada makanan, sehingga dia hanya mau makan sendirian tanpa ditemani suaminya, dan memandang sedikit terhadap segala apapun yang diperoleh suami.

Dan keenam, Syaddaqah, yakni perempuan yang berlebihan dan banyak bicara (cerewet). (hal. 7)

Demikianlah, pandangan Kiai Hasyim Asy’ari tentang kriteria perempuan yang baik untuk dinikahi yang dituangkan dalam kitab Dhau’ al-Mishbah fi Bayani Ahkam al-Nikah ini. Semoga bermanfaat, terutama bagi orang-orang yang hendak membangun bahtera rumah tangga. Wallahu A’lam.

Kontributor

  • Saidun Fiddaraini

    Alumnus Ma'had Aly PP Nurul Jadid, Paiton, kini mengajar di PP Zainul Huda, Arjasa Sumenep. Juga penikmat kajian keislaman dan filsafat.