Fatwa
Fatwa Ulama Hadramaut Tentang Hukum Pernikahan Manusia dengan Jin
Pernikahan tergolong hal yang dianjurkan Nabi Saw. Meski demikian, sebagaimana telah diterangkan bahwa pernikahan hanya boleh berlangsung antar sesama manusia. Lantas, bagaimanakah tanggapan syariat menyikapi pernikahan manusia dengan jin?
Mengenai aneka kejadian yang menimpa masyarakat, para fuqoha akhirnya menyusun hukum-hukum syariat dengan melibatkan kaidah asal agar menghasilkan hukum yang sepadan dan bisa dijadikan landasan dalam berargumen.
Dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dan dilandasi pandangan objektif terhadap pernikahan beda jenis (manusia dan jin), syariat menghukumi bahwa perkara tersebut adalah haram.
Mufti Hadramaut Syekh Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal memandang ketidakabsahan pernikahan manusia dengan jin, berdalil dengan apa yang dipaparkan Imam Ibnu Hajar. Demikian itu karena Allah swt memerintahkan hamba-Nya untuk menikahi mahluk yang berasal dari golongan mereka sendiri.
Salah satu pelengkap hikmah Ilahi dari lazimnya pernikahan sesama manusia adalah keharmonisan yang akan tumbuh dari kedua pasangan, dan tentunya hal itu tak akan pernah terjadi bila kita belum mengikuti norma yang ditentukan oleh Syariat Islam.
Sebagian ulama yang menaruh perhatian terkait keharaman perihal ini mengambil dalil hasan yang diriwayatkan Ibnu Luhai'ah,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نكاح الجن
"Rasulullah Saw melarang untuk menikahi jin."
Syekh Muhammad Al-Ahdal ikut mengomentari dalil di atas. Beliau berkata, "Bila benar hadits di atas dinilai hasan, maka sebetulnya hadits itu telah dinaikkan derajatnya kepada hadits yang bernilai hasan, karena riwayat di atas merupakan hadits mursal, terdapat perbedaan tutur kalimat dengan apa yang diungkapkan oleh Nabi. Sebab, jumhur ulama menyatakan bila Ibnu Luhai'ah adalah perawi yang dhaif."
Baca juga: Lima Hikmah Mengapa Laki-laki Muslim Boleh Menikahi Wanita Ahli Kitab
Akan halnya sebab yang sesuai dan tepat untuk dijadikan dalil keharaman pernikahan manusia dengan jin, ialah sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Jawwad Syarhil Minhaj:
المعتمد: تحريم نكاح الجنّ، بناء على أن من موانع النكاح اختلاف الجنس. وجرى عليه الخطيب في الإقناع وسبقهما إلى ذلك السيوطي في الأشباه والنظائر
"Pendapat yang mu'tamad ialah haram untuk menikahi jin, demikian itu karena perihal yang menjadi hambatan pernikahan ialah perbedaan jenis. Dan pendapat ini diambil pula oleh Imam Khatib dalam kitab Al-Iqna', begitu pun (pendapat ini) telah didahului oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Asybah wa An-Nadhair."
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Imam Ramli menyebutkan,
عد بعضهم من موانع النكاح اختلاف الجنس، فلا يجوز نكاح جنية، قاله العماد ابن يونس، وأفتى به ابن عبد السلام، وخالف في ذلك القمولي وهو الأوجه... إلخ.
"Sebagian ulama mencantumkan poin yang termasuk larangan (hambatan) dari adanya sebuah pernikahan ialah perbedaan jenis, maka tak boleh bagi laki-laki menikahi jin perempuan (begitu pun sebaliknya), inilah yang diungkapkan oleh Ammad bin Yunus, dan dijadikan fatwa oleh Ibnu Abdussalam, adapun yang mengingkari hukum ini ialah Al-Qumuli…"
Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari berkata dalam kitab Syarah Minhaj,
ومن الموانع وإن لم يذكره الشيخان: اختلاف الجنس، فلا يجوز للآدمي نكاح جنية كما أفتى به ابن يونس وابن عبد السلام، لكن جوزه القمولي.
"Dan yang termasuk dari faktor larangan dilangsungkannya pernikahan yang belum dicantumkan oleh kedua syaikh (Imam Nawawi dan Imam Rafhi'i), ialah perbedaan jenis. Maka seorang manusia tak diperkenankan menikahi jin perempuan sebagaimana yang difatwakan oleh Ibnu Yunus dan Ibnu Abdissalam, meski begitu Al-Qumuli tetap membolehkannya."
Baca juga: Syekh Yusri: Biaya Pernikahan Itu Seumur Hidup
Seperti itulah hukum pernikahan beda jenis (antara manusia dan jin) yang tercantum dalam kitab-kitab klasik Islami. Seyogiyanya kita memerhatikan bahwa hukum pernikahan ini telah ditentukan oleh syariat Islam.
Berkaitan dengan sekelompok ulama yang mengabsahkan pernikahan semacam ini ialah Al-Qumuli, Imam Ramli (dalam salah satu riwayat), Imam Ibnu Qasim, dan Imam Syibramilisi, mereka berdalih dengan mengambil kaidah ushul, yaitu awal mula dari segala perkara ialah mubah (boleh).
Menurut Imam Ibnu Hajar, teruntuk pendapat yang mengabsahkan pernikahan ini, maka hukum dan aturan-aturan pernikahan kembali berlaku terhadap manusia saja, tidak kepada jin. Meski jin termasuk golongan yang mendapat taklif (yang dibebani hukum syariat), akan tetapi kita tak mengetahui hukum-hukum taklif mereka secara terperinci. Wallahu A'lam bis Showab.
Referensi:
- Fathul Jawwad bi Syarhil Irsyad, karya Syaikhul Islam Imam Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al-Haitami.
- Fathul Wahhab bi Syarhil Minhaj, karya Syaikhul Islam Zakaria bin Ahmad bin Muhammad bin Zakaria Al-Anshari.
- Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, karya Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Hamzah Syihabuddin Ramli.
- Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, karya Syaikhul Islam Imam Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al-Haitami.
- Umdatul Mufti wal Mustafti, karya Sayyid Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin Hasan bin Abdul Baari Al-Ahdal.
Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.
Baca Juga
Apakah ahli waris wajib membayar hutang pewaris?
23 May 2024