Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tradisi Maulid Nabi Masyarakat Hadramaut pada Bulan Rabiul Awal

Avatar photo
62
×

Tradisi Maulid Nabi Masyarakat Hadramaut pada Bulan Rabiul Awal

Share this article

Nabi Muhammad Saw dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal permulaan tahun dari peristiwa Gajah. Beliau lahir empat puluh tahun setelah runtuhnya kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M.

Pada tanggal 12 Rabiul Awal, masyarakat Hadramaut Yaman senantiasa mengekpresikan kegembiraan atas hari kelahiran Nabi dimulai tepat sebelum fajar terbit.

Secara umum, kaum hawa biasanya akan menampakan wajah-wajah mereka dari jendela rumah sebagai bentuk bahagia dan senang atas hari lahir Nabi Muhammad Saw. Sedangkan secara khusus, kebanyakan masyarakat akan mengadakan maulid di rumahnya masing-masing beserta sanak keluarga dan kerabat terdekat.

Dalam rangka memeriahkan momentum perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, masyarakat Hadramaut memiliki kultur tersendiri yang telah menjadi ciri khas mereka sejak zaman dahulu. Budaya ini tetap terjaga dan telah diwariskan turun-temurun dari masa ke masa.

Maulid adalah istilah kata yang dipakai untuk tradisi ini, dan momen tersebut terjadi pada bulan Rabiul Awal. Mayoritas masyarakat Hadramaut sangat antusias menyambut bulan kelahiran Nabi, karena bagi mereka bulan ini merupakan bulan rahmat yang penuh berkah. Bahkan, mereka menjuluki bulan ini sebagai bulan Nabi Muhammad Saw.

Kota Syihir

Syihir adalah kota yang pernah menjadi pusat perdagangan di masa jahiliah. Kota tersebut terletak sekitar 62 km sebelah timur dari kota Mukalla (Ibukota provinsi Hadramaut).

Penduduk kota Syihr menerapkan adat dengan merayakan maulid pada setiap harinya di masjid-masjid. Dimulai dari hari pertama bulan Rabiul Awal hingga berlanjut 25 hari ke depan. Bilangan hari tersebut sesuai dengan jumlah bilangan masjid yang berada di kota Syihir.

Tradisi ini berlangsung di masjid-masjid, dan terkadang dilaksanakan di halaman luarnya yang luas sehingga para kaum wanita bisa ikut serta menyaksikan kegiatan maulid dari altar-altar masjid.

Pembacaan maulid akan digilir dari masjid ke masjid, dan ketika sudah selesai, biasanya akan ditutup oleh acara Maulid Akbar yang berpusat di masjid Syekh Fadhl bin Abdullah Ba Fadhl.

Syekh Fadhl sendiri merupakan pembesar ulama Hadramaut pada masa ke-10 H yang berasal dari kota Syihr. Oleh sebab itu, penamaan masjid Jami’ dinisbatkan kepadanya.

Acara tersebut biasanya dihadiri oleh para ulama yang notabenenya adalah para habaib, masyayikh, dan cendekiawan Muslim, serta masyarakat yang berasal dari berbagai penjuru provinsi Hadramaut.

Kota Tarim

Sama halnya dengan kota Syihir, kota Tarim yang berjuluk Al-Ghonna memiliki adat yang tidak jauh berbeda dengan kota tersebut.

Menurut ensiklopedia Islam, Tarim dikenal dengan pusat keilmuan dan penyebaran Islam. Kota tersebut terletak sekitar 1150 km dari ibukota Yaman, Sana’a.

Tarim merupakan kota berkumpulnya orang-orang saleh. Bahkan Sultan Abdullah Al-Himyari seorang tokoh yang pernah berkuasa di Tarim pada masa Dinasti Himyar pernah mengatakan, “Di Tarim, ada 3 hal yang aku banggakan. Pertama, tak ada barang haram yang beredar di sini. Kedua, tidak ada maling yang berkeliaran. Dan ketiga, tak ada orang yang meminta-minta. Semua itu terjadi karena kepedulian penduduk Tarim yang saling mengasihi satu sama lain.”

Kota Tarim memiliki luas sekitar 2.325 km2, tidak lebih besar daripada sebuah kecamatan di Indonesia. Namun setidaknya terdapat 360 masjid yang berada di dalamnya. Kota yang di kelilingi oleh bukit-bukit terjal dangan perkebunan kurma yang hijau nan asri mewarnai kesuburan tanahnya.

Adat masyarakat Tarim terkait semarak perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, sama seperti penduduk kota Syihr. Mereka menyelenggarakan maulid setiap hari di masjid-masjid yang tersebar di setiap sudut distrik kota.

Baca juga: Hawajizul Mahabbah, Tradisi Maulid Nabi di Lebanon

Musim Maulid ini biasanya diakhiri dengan acara Akbar yang dilaksanakan di salah satu masjid terbesar di Tarim yaitu Masjid Al-Muhdhor. Masjid yang didirikan oleh Imam Umar Al-Muhdhor ini memiliki menara pencakar langit setinggi 40 m yang terbuat hanya dari tanah liat saja.

Acara ini akan dihadiri oleh ribuan bahkan jutaan umat Muslim yang tidak hanya datang dari luar daerah Hadramaut, tetapi juga kaum muslimin dari luar negeri.

Tradisi Maulid Nabi Muhammad Saw di Tarim memiliki tata cara tersendiri yang biasanya akan diawali dengan membaca Maulid Habsyi (Simthud Duror) yang dikarang oleh Imam Faqih Muqoddam Ali bin Muhammad Al-Habsyi.

Sebelum maulid dimulai, acara akan dibuka dengan membaca Al-Fatihah yang dipimpin oleh oleh seorang Munshib atau ulama yang telah ditunjuk oleh Majelis Ifta’ Tarim. Al-Fatihah tersebut dihadiahkan kepada para aholihin kekasih Allah swt. yang telah wafat, baik yang disemayamkan di Tarim ataupun di luar Tarim.

Kemudian setelah pembacaan maulid selesai, akan dilanjutkan dengan Muhadharah (Penyampaian Mauidzhoh hasanah, nasihat, siroh Nabi serta sholawat).

Penyampaian Muhadhoroh ini biasanya dilakukan oleh para pembesar ulama Tarim dan sekitarnya. Yaitu mereka yang telah mencapai derajat tinggi dalam keilmuan, dan setiap keluarga Bani Alawi (seperti keluarga Al-Habsyi, Al-Atthas, Al-Aydrus, Al-Jufri dll) memiliki perwakilan masing-masing yang dituakan untuk menyampaikan Muhadharah ini, mereka disebut sebagai Munshib.

Setelah selesai penyampain Muhadhoroh yang dilakukan oleh para Munshib, biasanya akan dilanjutkan dengan melantunkan Qasidah Hadhrami (yaitu qasidah syair atau bait-bait karangan ulama Hadramaut yang dibaca dengan lantunan nada dan irama).

Qasidah yang sering dibaca di acara ini ialah qasidah yang dikarang oleh Imam Hujjatul Islam Al-Habib Al-Quthb Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Karya qasidah yang ditulis oleh beliau sangatlah banyak sehingga generasi setelahnya menghimpun seluruh qasidah beliau dalam satu kitab yang disebut dengan Diwan Imam Al-Haddad.

Dalam kitab Al-Ghuror, Imam Muhammad bin Ali Ba’alawi seorang pakar hadits menafsirkan, bahwa maksud gelar Quthb yang disandang oleh Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad ialah gelar kewalian tertinggi yang memiliki makna sebagai penolong umat manusia, dan dengan perantaranya turun rahmat Allah swt.

Kemudian setelah selesai pembacaan qasidah, acara akbar ini akan ditutup dengan doa. Pembacaan doa akan dipersilahkan kepada ulama yang paling dihormati di kota Tarim dan sekitarnya. Tidak sembarang orang yang bisa memimpin doa penutup acara akbar Maulid Nabi ini.

Baca juga: Maulid Barzanji, Mengapa Mentradisi di Indonesia?

Tokoh termasyhur yang dihormati dan disegani di masa kini ialah Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh, cucu dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Beliau dikenal sebagai singa podium dan Da’i Ilallah, sekaligus pendiri Rubath Daarul Musthafa-Tarim.

Kepiawaian Habib Umar bin Hafizh dalam menguasai panggung dan audiens tidak diragukan, semua itu terjadi akibat keikhlasannya dalam berdakwah. Seluruh hadirin akan diajak berdoa secara khusuk, bahkan tidak sedikit orang yang pingsan akibat terlena dan tenggelam dalam lautan doa yang disampaikan beliau.

Beliau biasanya bermunajat agar Allah mengampuni dirinya beserta orang-orang yang hadir dan seluruh umat muslim yang berada di mana saja, berharap agar Allah mengkategorikan umat muslim sebagai umat Nabi Muhammad Saw di surga, serta doa agar mereka dapat bertemu dan melihat Allah dan Rasul-Nya di surga kelak.

Demikianlah rangkaian kegiatan tradisi masyarakat Hadramaut dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw, momentum paling bersejarah sepanjang masa.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.