Banyak umat Islam memperingati Isra Mikraj dengan berbagai acara, dari pengajian setingkat majelis taklim sampai tabligh akbar. Pembahasan tentang peristiwa bersejarah ini seringkali bertema tentang shalat ataupun perjalanan yang dialami Nabi Muhammad ketika diperlihatkan beberapa golongan dalam perjalanan Mikrajnya.
Yang tak luput dari narasi itu, yakni ketika Nabi saw. menemui banyak perempuan penghuni neraka karena dosa di sepanjang perjalanan. Di antaranya perempuan yang suka mengumbar aib orang lain, perempuan yang suka berzina, pembangkang terhadap suami, dan yang suka bergaul dengan lawan jenis.
Hal ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita seolah-olah ada pembeda bahwa perempuan menjadi kaum yang lebih banyak dihukum. Selain itu, dengan adanya narasi tersebut, perempuan seolah-olah menjadi kaum yang patut disalahkan. Sebagaimana dalam realitanya, riwayat itu memang menjadi legitimasi bagi para laki-laki untuk menghardik kaum perempuan dan merendahkannya.
Pembacaan Kontekstual terhadap Riwayat Hadis
Dalam Kitab Faidul Bari, Imam Nawawi menjelaskan bahwa inti dari riwayat hadis tentang perempuan penghuni neraka adalah untuk memberi peringatan, khususnya kepada perempuan di masa Nabi saw., agar tidak meniru perilaku perempuan-perempuan jahiliyah yang mereka seringkali melaknat dan mengkufuri suami mereka. Nabi hendak mendidik umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan agar tidak jatuh dalam perilaku yang merusak hubungan suami-istri atau hubungan sosial secara umum.
Sehingga, diharapkan umat Islam agar lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak meniru kebiasaan buruk yang ada pada masa jahiliyah. Oleh karena itu, pesan utama dari riwayat tentang kebanyakan perempuan penghuni neraka ini adalah pendidikan moral dan sosial, bukan untuk merendahkan perempuan atau mengkategorikan mereka sebagai penghuni neraka secara keseluruhan.
Dalam Alquran, Allah juga telah menegaskan bahwa setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, akan mendapatkan balasan berdasarkan amal perbuatannya. Seseorang akan digolongkan masuk neraka karena perbuatan buruk yang ia lakukan, bukan karena ia seorang perempuan. Begitu pula, tidak seorang pun masuk surga karena ia seorang laki-laki, melainkan karena perbuatan baiknya.
Narasi Mubadalah Tentang Perempuan dalam Peristiwa Isra Mikraj
Kemudian, jika kita telisik ulang tentang latar belakang terjadinya peristiwa ini, kita akan memahami bahwa terdapat makna yang lebih dalam mengenai perempuan. Sebagaimana kita ketahui bersama, Isra Mikraj merupakan tashliyah (hiburan) dari Allah kepada Nabi saw. karena hantaman duka cita atas kewafatan salah satu orang terkasih Nabi yang selama ini menopang perjuangan dakwah beliau lahir dan batin. Sayangnya, kisah inspiratif tokoh perempuan yang mulia sebagai sebab terjadinya peristiwa ini sangat jarang tersampaikan.
Dialah Sayyidah Khadijah al-Kubra, sosok perempuan yang setia dan berkontribusi besar dalam hidup Nabi Muhammad. Bahkan sebelum risalah kenabian turun, ketika Nabi berkhalwat di gua Hira yang berada di jabal Nur, Sayyidah Khadijah telah rela bolak-balik naik-turun dengan melintasi bebatuan terjal untuk mengirim perbekalan makanan.
Ketika Nabi Muhammad mulai memperjuangkan misi dakwahnya dan menghadapi kerasnya tantangan, ancaman, serta permusuhan kaum kafir Quraisy, maka Sayyidah Khadijah menjadi pelindung utama bagi beliau saw. Begitu pula, saat terjadi pemboikotan terhadap umat Islam selama tiga tahun, perempuan yang dahulunya merupakan entrepreneur sukses itu juga ikut serta bersama Nabi merasakan kesedihan, menahan lapar, dan mendapat penganiayaan tanpa mengeluh sekalipun.
Bahkan riwayat menyebutkan bahwa kaum Muslimin saat itu terpaksa mengkonsumsi dedaunan untuk bertahan hidup. Ini menyebabkan kondisi fisik ummu al-Mukminin tersebut sangat lemah, bahkan ada yang menggambarkan tubuhnya menjadi sangat kurus dan kering.
Setelah masa boikot berakhir, kondisi Sayyidah Khadijah semakin memburuk. Beberapa bulan kemudian, beliau meninggal dunia di usianya ke-60 tahun. Kepergian Sayyidah menambah beban berat bagi Nabi Muhammad, karena ia adalah sosok yang sangat dekat, baik sebagai istri, sahabat, maupun penolong utama dalam dakwah Islam.
Walhasil, perjalanan spiritual Isra Mikraj ini adalah salah satu cara Allah melipur duka lara Nabi Muhammad atas wafatnya Sayyidah Khadijah, yang kemudian juga disusul pamannya, Abu Thalib. Kesedihan terbesar Nabi tersebut terkenal dengan ‘amul huzn (tahun duka cita). Wallah a’lam.
Please login to comment